Kisah Kiai As'ad Muda Tampar Wahabi

 
Kisah Kiai As'ad Muda Tampar Wahabi
Sumber Gambar: Kiai As'ad Muda (foto istimewa)

Laduni.ID, Jakarta - Dulu di daerah Pamekasan Madura, tempat leluhur Kiai As’ad ada seorang ustadz. Ustadz baru tersebut menjadi sorotan banyak mata karena ia kerap menyalahkan tradisi dan prilaku keagamaan masyarakat Madura, seperti tahlilan, maulidan, ziarah kubur dan lain sebagainya.

Sebenarnya ada beberapa tokoh yang sudah memberi counter jawaban, akan tetapi secara tampilan ustadz muda itu lebih menyakinkan di hadapan orang awam. Dakwahnya yang terus menyalahkan ritual keagamaan masyarakat Madura berjalan tanpa kendala sedikitpun.

Akhirnya, banyak masyarakat mengadukan hal itu kepada Kiai As’ad Muda. Masyarakat meminta Kiai As’ad untuk menghentikan dakwah ustadz muda, Kiai As’ad pun berkenan untuk dipertemukan dengan sang ustadz untuk “debat” terbuka.

Info “debat terbuka” antara Kiai As’ad muda dan ustadz beredar dengan cepat. Orang-orang penuh antusias hendak melihat momen bersejarah itu. Hingga waktu yang dijadwalkan tiba, masyarakat berbondong-bondong membawa lampu petromak ke sebuah Mesjid. Jam sudah sekian larut, seisi masjid sudah dipenuhi banyak orang. Hanya saja, Kiai As’ad, sosok yang dielu-elukan tak kunjung datang. Publik cukup was-was.

Suasana hening berubah menjadi gegap gempita ketika sosok Kiai As’ad muda muncul di pintu utama. Setiap derap langkahnya terus menjadi perhatian banyak pasang mata. Ketika sudah di depan sang ustadz, tanpa salam, tanpa basa-basi, Kiai As’ad langsung bertanya dengan nada yang keras,

“Arapa oreng amolod mak esalaaki? Arapa oreng atahlil mak esalaaki? Been sapa?”

bahasa Madura terjemahnya, “Kenapa orang bermaulid disalahkan?, kenapa orang bertahlil disalahkan? Kamu siapa?”

Kiai As’ad mengucapkan itu sembari menampar ustadz tersebut. Dan diikuti dengan ucapan maaf sang ustadz dan berjan untuk mengikuti Kiai As’ad.

Kisah tersebut menunjukkan karamah, kharisma  dan kesaktian Kiai As’ad. Kiai As’ad mampu membuat orang diam tanpa kata, terpengaruh dengan kharisma yang dimilikinya.

Kata Kiai Muhyidin , “ini tidak untuk ditiru, karena tak sembarang orang bisa melakukannya”.


Sumber: KH Muhyiddin Abd. Shomad, pengasuh Pesantren Nurul Islam, Rais Syuriyah PCNU Jember.