Biografi Sunan Ampel (Raden Rahmat)

 
Biografi Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sumber Gambar: foto istimewa

Daftar Isi

1.         Riwayat Hidup dan keluarga
1.1       Lahir
1.2       Keluarga
1.3       Nasab
1.4       Wafat

2.         Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1       Perjalanan Menuntut Ilmu

3.         Penerus
3.1       Anak-anak
3.2       Murid-murid

4.         Strategi dan Taktik Dakwah
4.1       Pendekatan Kultur Budaya
4.2       Mendirikan Pesantren
4.2       Merubah Nama Sungai
4.4       Melakukan Pendekatan ke Tokoh Masyarakat

5.         Karomah
5.1       Hidupkan Murid Kesayangannya untuk Bersihkan Masjid
5.2       Kisah Ayam Jago
5.3       Masjid Perahu Terbalik
5.4       Berjalan di atas Air

6.         Keteladanan Sunan Ampel

7.         Chart Geneology
7.1       Chart Geneology Guru Beliau
7.2       Chart Geneology Murid Beliau

8.         Referensi

 

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir

Sunan Ampel bernama asli Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat diperkirakan lahir pada tahun 1401 di Champa. Ada dua pendapat mengenai lokasi Champa ini. Encyclopedia Van Nederlandesh Indie mengatakan bahwa Champa adalah satu negeri kecil yang terletak di Kamboja. Pendapat lain, Raffles menyatakan bahwa Champa terletak di Aceh yang kini bernama Jeumpa.

Menurut beberapa riwayat, orang tua Sunan Ampel adalah Makhdum Ibrahim Asmara/ Syaikh Ibrahim Zainuddin As-Samaraqandy/ Syaikh Ibrahim Asmarakandi/ Syaikh Ibrahim Samarkandi (menantu Sultan Champa dan ipar Dewi Darawati istri dari Prabu Brawijaya V atau Sri Prabu Kertawijaya) dan Dewi Candrawati (Putri Raja Champa)

1.2  Keluarga

Sunan Ampel memiliki dua isteri,Isteri Pertama, yaitu: Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo Al-Abbasyi, berputera:

  1.    Maulana Mahdum Ibrahim/ Raden Mahdum Ibrahim/ Sunan Bonang
  2.     Syarifuddin/ Raden Qasim/ Sunan Drajat
  3.     Siti Syari’ah/ Nyai Ageng Maloka/ Nyai Ageng Manyuran
  4.     Siti Muthmainnah
  5.     Siti Hafsah.

Isteri kedua adalah Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:   

  1.      Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri
  2.      Dewi Murtasimah/ Asyiqah/ Istri Raden Fatah
  3.      Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
  4.      Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
  5.      Pangeran Tumapel
  6.      Raden Faqih (Sunan Ampel 2)

1.3  Nasab

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti
  3. Al-Imam Al-Husain bin
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin bin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq bin
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib bin
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi bin
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin
  11. As-Sayyid Ubaidillah bin
  12. As-Sayyid Alwi bin
  13. As-Sayyid Muhammad bin
  14. As-Sayyid Alwi bin
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin
  19. As-Sayyid Abdullah bin
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin bin
  22. As-Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy
  23. As-Sayyid Ali Rahmatullah

1.4  Wafat

Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Hingga kini, makamnya kerap dikunjungi masyarakat yang ingin berziarah.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

Dari kecil hingga remaja Ali Rahmatullah menghabiskan waktu di Campa dibimbing langsung oleh ayahanda beliau Syaikh Ibrahim Zainuddin As-Samaraqandy/ Syaikh Ibrahim Asmarakandi. Kemudian tidak hanya itu, melainkan Ali Rahmatullah juga pernah menimba ilmu agama di Pasai (Lhokseumawe, Aceh).

3. Penerus

3.1  Anak-anak

Anak-anak Beliau yang Meneruskan Perjuangannya  adalah:

  1.     Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang)
  2.     Syarifuddin (Sunan Drajat)
  3.     Syarifah, yang merupakan istri dari Sunan Kudus
  4.     Dewi Murtasiyah/ Istri Sunan Giri
  5.     Dewi Asyiqah/ Istri Sunan Kalijaga
  6.     Raden Husamuddin (Sunan Lamongan)
  7.     Raden Zainal Abidin (Sunan Demak)
  8.     Pangeran Tumapel
  9.     Raden Faqih (Sunan Ampel 2)

3.2  Murid-murid

Murid-murid Sunan Ampel yang terkenal adalah:

  1.     Sunan Giri
  2.     Raden Patah
  3.     Raden Kusen

4. Strategi dan Taktik Dakwah

4.1  Pendekatan Kultur Budaya

Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Ampel menggunakan cara pendekatan kultur kebudayaan karena masih banyak masyarakat yang menganut kuat kepercayaan lama. Sehingga mengunakan budaya yang sudah dikenal masyarakat dan mengisinya dengan ajaran Islam. Cara pendekatan dakwah Sunan Ampel di Jawa dengan cara menyesuaikan diri, menyerap, bersikap pragmatis dan menempuh cara yang berangsur-angsur. Sunan Ampel di sini memang dikenal memiliki kepekaan adaptasi, dapat dilihat dari cara beliau menamakan akidah dari syariat yang memperhatikan kondisi masyarakat. Kata “shalat” diganti dengan “sembahyang” (asalnya: sembah dan nyang). Tempat ibadah juga tidak dinamai mushola melainkan “langgar”, mirip dengan kata “sanggar”. Kemudian orang penuntut ilmu diberikan nama santri, yang berasal dari shastri (orang yang tahu buku suci agama Hindhu).

4.2  Mendirikan Pesantren

Dari sini awal mula dakwah Ali Rahmatullah mulai berkembang dengan banyaknya masyarakat yang masuk Islam. Yang kemudian membangun sebuah langgar untuk tempat pendakwahan yang berkembang terus menerus. Hingga pada akhirnya membangun sebuah pondok pesantren yang pada abad ke-15, pesantren ini menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara, bahkan Mancanegara. Diantara santri beliau pada saat itu, Sunan Giri dan Raden Patah yang menyebarkan dakwah Islam ke Jawa dan Madura.

Pada awalnya sistem pondok pesantren Ampel ini merupakan pengembangan dari kebudayaan pra Islam yang pertama kali dipelopori oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim. Tetapi, Sunan Ampel dianggap paling berhasil dalam mendidik ulama dan mengembangkan pesantren, dan dalam waktu singkat nama Ampeldenta sudah terkenal ke semua penjuru belahan bumi. Di sini pesantren Ampeldenta mengalami pesatnya pertumbuhan dan perkembangan yang didukung oleh faktor letak Ampeldenta yang strategis dan juga memungkinkan cepatnya berita yang diterima baik itu dari dalam maupun luar Jawa. Hingga akhirnya Ampeldenta menjadi sentra pendidikan Islam yang paling berpengaruh di tanah Jawa.

Sejalan dengan Islamisasi yang beliau lakukan, Sunan Ampel juga terkenal sebagai arsitek utama Masjid Demak (1479 M). Yang dimana Masjid Demak digunakan sebagai tempat berkumpul para Wali dalam mendiskusikan bagaimana cara dakwah terhadap masyarakat terutama persoalan adat istiadat yang dipegang masyarakat sekitar. Hingga pernah suatu kali Sunan Ampel berdebat dengan Sunan Kalijaga tentang metode dakwah.

Hingga nama beliau berganti menjadi Sunan Ampel sesuai dengan tempat dimana beliau menyebarkan dakwah. Sunan Ampel menganut fikih Mahzab Hanafi.Namun, beliau menyampaikan kepada santri-santrinya dengan lima dasar yang sederhana pada penamaan aqidah dan ibadah. Ajaran yang terkenal dengan falsafah atau istilah itu adalah “moh limo artinya: tidak melakukan lima hal yang tercela.

  1.      Moh main, aartinya tidak berjudi
  2.      Moh ngombe,artinya tidak mabuk
  3.      Moh maling,artinya tidak mencuri
  4.      Moh madat, artinya tidak mengisap candu atau obat-obatan
  5.      Moh madon yang artinya tidak melakukan zina

Penerapan ajaran dasar ini bukan tanpa alasan. Di masa itu, kebanyakan masyarakat Jawa menganut animisme, yaitu kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus dan roh gaib. Selain itu, tradisi seperti sambung ayam, berjudi, hingga bersemadi masih kental di tanah Jawa. Tentu saja kepercayaan ini bertolak belakang dengan ajaran Islam.

Sunan Ampel juga mengajarkan murid-muridnya ajaran ilmu Tasawuf seperti bersabar, berpuasa, menjahui diri dari keramaian, harta benda Sunan Ampel contohkan dalam keseharian yang beliau lakukan. Beliau Juga Mengajarkan membaca al-Qur’an kemudian membaca kitab-kitab tentang ilmu Syariat, Tarekat, dan ilmu Hakikat, baik itu dari segi lafal maupun makna.

Sunan Ampel mengembangkan pendidikan pesantren dengan kecerdasan dan kedalaman ilmu agama yang dimilikinya. Dengan, sistem pendidikan Islam yang mengambil bentuk lembaga pendidikan biara dan asrama yang dipakai pendeta dan biksu yang mengajar dan belajar. Oleh sebab itu, pesantren di masa itu masih memakai mandala-mandala Hindhu-Budha yang pengaruhnya masih terlihat sampai saat ini.Langkah yang di tempuh Sunan Ampel ini merupakan langkah persuasif– edukatif dalam proses perkembangan Islam terhadap masyarakat setempat agar masyarakat setempat mudah untuk menerima nilai-nilai Islam. Dalam ajaran Islam yang tidak pernah membedakan pangkat, keturunan, kekayaan, maupun kebangsaan seseorang yang menjadikan pesantren Ampeldenta sebagai satu-satunya lembaga pendidikan di Jawa yang diikuti oleh seluruh kalangan masyarakat.

Dan berbagai istilah yang digunakan masih banyak yang berkaitan dengan ritual-ritual Hindhu-Budha. Pesantren Sunan Ampel tidak pernah membatasi seseorang yang menuntut ilmu dari penjuru dunia belajar kepadanya.Murid Sunan Ampel yang telah menguasai ilmu yang diberikan oleh Sunan Ampel melakukan pendakwaan atau penyebaran ilmu agama Islam yang berbasis pesantren. Sehingga Sunan Ampel dinyatakan sebagai Walisongo yang berperan dalam hadirnya pesantren di Nusantara.

4.3  Merubah Nama Sungai

Sunan Ampel juga pernah menarik perhatian banyak orang dari segala penjuru dengan mengubah nama Sungai Brantas yang menuju ke Surabaya. Sungai ini merupakan salah satu sungai terbesar dan terpanjang yang ada di Jawa Timur. Sungai Brantas ini namanya diganti dengan nama Kali Emas. Selain mengubah nama Sungai Brantas, Sunan Ampel juga mengubah nama pelabuhan Jelangga Manik dengan nama Tanjung Perak.

Penggunaan kata emas dan perak ini ada alasannya sendiri. Dengan menyematkan kata emas dan perak, maka orang-orang akan berbondong-bondong datang ke Jawa Timur, terutama Surabaya karena percaya kalau di daerah tersebut terdapat harta karun yang melimpah seperti emas dan perak. Banyaknya orang yang berbondong-bondong datang ke Jawa Timur membuat Sunan Ampel memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam.

4.4  Pendekatan kepada Tokoh Masyarakat

Cara lain Sunan Ampel dalam berdakwah, yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh masyarakat dan orang-orang yang berpengaruh di Pulau Jawa. Inilah yang menjadikannya mendapat julukan sebagai Wali pendakwah di jalur politik. Selain melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat, Sunan Ampel juga melakukan dakwah dengan cara membangun jaringan kekerabatan secara lebih luas. Caranya, yaitu dengan menikahkan anak-anaknya dengan orang-orang penting di Pulau Jawa.

Sunan Ampel juga telah menggunakan cara berdakwah yang diterangkan dalam catatan historiografi lokal diketahui sebagai tokoh yang menjalankan amanat agama itu dengan sangat baik melalui prinsip dakwah Maw’izhatul hasanah wa mujadalah dillati hiya ahsan. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam usaha dakwah yang dilakukan Raden Rahmat adalah membentuk jaringan kekerabatan melalui perkawinan-perkawinan para penyebar Islam dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit. Dengan demikian, ikatan kekeluargaan di antara umat Islam menjadi kuat.

Dalam sejarah disebutkan bahwa putri Arya Lembu Sura menikah dengan penguasa Tuban Arya Teja, dan menurunkan bupati-bupati Tuban. Disebutkan pula bahwa putri Arya Lembu Sura yang lain yang bernama Retna Panjawi menikah dengan Prabu Brawijaya dari Majapahit. Lewat tokoh Prabu Brawijaya yang menikahi bibi Raden Rahmat maka hubungan dengan Arya Lembu Sura terjalin. Itu sebabnya, setelah Prabu Brawijaya menyerahkan Raden Rahmat kepada penguasa Surabaya yang beragama Islam yang kemudian dinikahkannya Raden Rahmat dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja Bupati Tuban, Hal inilah yang menjadikan Raden Rahmat mendapatkankan kedudukan sebagai Bupati yang mana Raden Rahmat menjadi bupati pertama dalam daftar urutan bupati-bupati Surabaya

Sunan Ampel tidak berhenti sampai di sini saja melainkan juga melebarkan sayap di bidang dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam. Oleh sebab itu, Sunan Ampel melihat kemungkinan terbaik adalah dengan mendidik kader-kader Ulama yang siap berdakwah di daerah pedalaman Jawa. Sunan Ampel membangun strategi dalam rangka berdakwah. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh ketika itu adalah:

  1. Membagi wilayah inti kerajaan Majapahit sesuai hirarki pembagian wilayah negara bagian yang ada yang meliputi Sembilan wilayah, yakni Ibukota Majapahit di Trowulan, Daha, Blambangan, Matahun, Tumapel, Kahuripan, Lasem, Wengker, dan Panjang. Untuk membagi para kader ulama yang akan dikirim ke negara-negara bawahan Majapahit untuk berdakwah.
  2. Sistem dakwah dilakukan dengan pengenalan ajaran Islam melalui pendekatan persuasif yang berorientasi pada penanaman akidah Islam yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.
  3. Melakukan “perang Ideologi” untuk memberantas mitos dan nila-nilai dogmatis yang bertentangan dengan akidah Islam, di mana para ulama harus menciptakan mitos dan nilai-nilai tandingan baru yang sesuai dengan Islam.
  4. Berusaha menguasai kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, baik itu kebutuhan yang bersifat material maupun spriritual. Pendekatan ini sangat ampuh dilakukan dan bisa membuat masyarakat tertarik untuk belajar agama Islam karena merasa Islam adalah agama yang mengajarkan untuk saling berbagi. Ada satu hal yang pernah dilakukan oleh Sunan Ampel di awal-awal masa berdakwahnya, yaitu membuat kerajinan tangan berupa kipas dengan bahan akar tumbuhan dan anyaman rotan. Konon, kipas tersebut bisa menyembuhkan demam dan batuk. Kipas tersebut dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat secara gratis. Masyarakat setempat hanya perlu mengucapkan kalimat syahadat.

5. Karomah Beliau

5.1  Hidupkan Murid Kesayangan untuk Bersihkan Masjid

Dalam naskah-naskah kuno yang telah diterjemahkan, Sunan Ampel juga disebutkan memiliki kesaktian yang dalam Islam dikenal dengan nama karomah. Salah satu karomah Sunan Ampel adalah menghadirkan Mbah Sholeh yang telah meninggal.

Dalam kisahnya, Sunan Ampel dijelaskan merasa bersedih dan gelisah ketika Mbah Sholeh meninggal. Dia merupakan salah satu santri yang rajin dan taat. Sosok Mbah Sholeh juga cinta kebersihan dan selalu membersihkan masjid.Suatu ketika, Sunan Ampel berucap "Kalau saja Mbah Sholeh masih hidup pasti masjid bersih". Tak disangka ucapan Sunan Ampel menjadi nyata. Keesokan hari, para santri melihat masjid kembali kinclong. Bukan hanya itu, yang membuat santri dan masyarakat sekitar kaget, sosok Mbah Sholeh kembali hadir. Masyarakat saat itu meyakini pembersih itu adalah Mbah Sholeh, santri Sunan Ampel. Dan seiring waktu, Mbah Sholeh kembali meninggal.

Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel terus mengulangi pernyataannya. Ucapan "kalau Mbah Sholeh masih hidup dan masjid jadi bersih" itu pun mengundang kehadiran Mbah Sholeh di masjid yang didirikan pada abad ke-15 sekitar 1430 Masehi. Demikian terus berulang sebanyak sembilan kali. Kehadiran Mbah Sholeh berhenti usai Sunan Ampel meninggal. Makam Mbah Sholeh sendiri terdapat sembilan buah di pelataran masjid.

Dalam cerita rakyat, ada dua keyakinan mengenai Mbah Sholeh. Ada yang menganggap sosok yang hadir hanya menyerupai Mbah Sholeh yang sudah meninggal. Namun, banyak yang meyakini kehadiran Mbah Sholeh berulang kali tidak lain juga lantaran karomah yang dimiliki Sunan Ampel.

5.2  Kisah Ayam Jago

Dalam perjalanannya membuka lahan kosong menjadi sebuah pemukiman, Sunan Ampel bertemu dengan banyak warga yang masih belum beriman kepada Allah SWT. Warga di sekitar daerah itu ternyata masih sangat abangan (pengetahuan agama nya sangat rendah). Saat itu warga sekitar banyak penjudi dan penganut kepercayaan animisme serta doyan dengan namanya sabung ayam.

Dari sini kembali karomah Sunan Ampel ditunjukkan. Beliau ditantang oleh warga sekitar yang suka main judi untuk beradu ayam jago. Sunan Ampel pun selalu menang dalam pertarungan sabung ayam. Karena ayam jago yang beliau miliki bukan ayam jago biasa tetapi dari batu yang dirubah menjadi Ayam Jago. Karena terus menerus menang dalam setiap pertandingan, membuat Sunan Ampel disegani oleh warga sekitar.

Melihat Kehebatan Sabung Ayam yang ditunjukkan Sunan Ampel dengan karomah yang dimilikinya membuat warga semakin tunduk dan segan pada beliau, warga kemudian menyatakan taubat dan beriman kepada Allah SWT. . Kemudian, setiap hari masyarakat terus mengikuti dirinya. Seiring berjalannya waktu juga diajarkan tentang keimanan dan tata cara beribadah yang benar.

5.3  Masjid Perahu Terbalik

Melihat kondisi masyarakat peneleh itu, Sunan Ampel memutuskan untuk mendirikan masjid. Tujuannya agar bisa merangkul mereka ke jalan yang lebih baik. Memang sejak kedatangan Raden Rahmatullah di desa Peneleh, beliau selalu melihat situasi di Peneleh hingga akhirnya menetap di sekitar Peneleh sekaligus mensyiarkan ketauhidan ajaran Allah SWT.Di tempat itu pula didirikan langgar atau surau untuk tempat ibadah. ‎Sunan Ampel mengajarkan tata cara beribadah yang benar. Termasuk meninggalkan kebiasaan berjudi dan sabung ayam. Jika dilihat dari atas, Masjid Jami Peneleh ini mirip seperti perahu terbalik yang menghadap ke arah barat. Maknanya, mengajak masyarakat untuk beribadah (salat) ke arah kiblat (Mekah). 

5.4  Berjalan di atas Air

Saat diutus Raja Brawijaya V untuk membuka lahan perdikan (otonom) itu, Raden Rahmat berangkat dari Trowulan menyusuri Sungai Brantas menuju Ujung Galuh (Surabaya). Dalam perjalanan itu, dia berhenti di Sungai Kalimas. Nah di Sungai inilah beliau menunjukkan karomah yang dimilikinya. Beliau menyeberangi Sungai ini tanpa menggunakan perahu atau alat apapun. Beliau hanya menggunakan peralatan seadanya.

Peralatan ini berupa, kayu dan batang pohon pisang lalu dirangkai dengan tangannya sendiri. Beliau memanfaatkan sampan sederhana ini untuk menyeberang. Uniknya beliau tidak basah sedikitpun meski sampan yang digunakan sangat sederhana dan banyak kebocoran disana sini. Karomah Sunan Ampel ini membuat warga sekitar sungai penasaran siapakah gerangan orang sakti yang mampu menyeberangi sungai tanpa menggunakan perahu itu.

Setelah menyeberangi sungai, Kanjeng Sunan memberitahukan kepada si laki-laki yang memberanikan diri menanyakan siapakah diri beliau sebenarnya. Beliau menyarankan kepadanya agar menggunakan akalnya dengan baik, agar memanfaatkan karunia yang diberikan oleh Allah Ta’ala dalam rangka ibadah kepada-Nya.

6. Keteladanan Sunan Ampel

Dakwah yang dimulai dengan jalur pernikahan membuahkan hasil yang mana seluruh kekuasaan berada di tangan Sunan Ampel. Karakter masyarakat muslim di Nusantara terlihat terutama di daerah Ampeldenta, banyak pondok pesantren besar yang berasal dari Jawa Timur. Tidak hanya hal tersebut Sunan Ampel memberikan perubahan dalam menerapkan hak, tanggung jawab yang baik sebagai masyarakat Islam. Pembentukan tersebut menjadi beberapa hal seperti:

  1. Pembentukan individu yang bertanggung jawab, baik dari sisi jasmani dan rohani dengan menghindarkan diri dari menjauhi minuman arak, beristri dengan secukupnya.
  2. Pembentukan karakter dari segi keluarga, Sunan Ampel memberikan contoh atas keharmonisan serta sikap sehari-hari bersama sang istri. Memenuhi keperluan keluarga, seperti nafkah sehari-hari makan, minum dan lain-lainnya. Sunan Ampel memberi contoh menjadi suami yang bertangung jawab atas keluarga yang dibina dengan memberikan pendidikan Islam yang sempurna. Selain, kebutuhan tersebut Sunan Ampel membina keluarganya dengan baik dan sempurna, memperlakukan secara adil.
  3. Sunan Ampel juga memberikan contoh agar menghargai hak orang lain untuk hidup, karena pada dasarnya manusia merupakan orang yang berharga, nyawa yang berharga utuk keluarganya masing-masing. Sunan Ampel memberikan pengetahuan yang cukup pada masyarakat sekitar baik dari segi ekonomi, kesehatan dan keluarga. Sunan Ampel menerapkan sifat toleransi antara semua manusia, bahwa manusia memiliki hak yang sama. Sehingga tidak ada nilai sifat yang memperburuk atau mencela antara sesama umat. Dengan demikian, kehidupan di Ampeldenta menjadi harmonis, walaupun hasil yang telah ditorehkan oleh Sunan Ampel banyak yang tidak suka dan mencoba untuk mempengaruhi masyarakat pada saat itu.
  4. Sunan Ampel memberikan kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat, kebebasan bergerak sebagaimana tempat di mana ia tinggal. Dengan demikian Sunan Ampel dapat memastikan umat muslim di Ampeldenta pada saat itu menjadi manusia yang berpribadi yang baik sesuai dengan syariat yang diajarakan Islam. Sunan Ampel juga menegakkan perkara yang makruf dan mencegah yang mungkar.
  5. Memberikan hak kepada semua kalangan masyarakat untuk mencapai pendidikan Islam. Pendidikan yang didapatkan tidak dibedakan setiap kalangan semua ilmu pengetahuan yang diberikan sama sesuai dengan tingkatan yang dimiliki oleh masyarakat Ampeldenta.

Beliau selalu membaur dan bersosial dalam pergaulan dengan masyarakat menengah ke bawah. Dalam proses pembauran tersebut di selipkan sedikit demi sedikit tentang ajaran Agama Islam. Saat proses penyebaran, pengetahuannya tentang Agama Islam sangatlah diuji oleh masyarakat sekitar. Masyarakat tersebut memiliki banyak pertanyaan mengenai Agama Islam. Proses penyebaran Agama Islam terbilang cukup sulit. Hal ini karena keadaan masyarakat sekitar yang pada saat itu tergolong jumud, sangat asing, dan juga kolot.

Dengan begitu Sunan Ampel dengan segala kemampuan dan ilmunya mencoba beradaptasi dengan keadaan sosial budaya yang ada di daerah sekitar. Akhirnya kala itu beliau dapat mensejajarkan kalangan atas dengan kalangan bawah. Pada saat penyebaran Agama Islam, pemerintahan berada di bawah Kerajaan Majapahit. Meski demikian Pemerintah kerajaan tidak melarang adanya penyebaran Agama Islam tersebut.

Bahkan mereka sangat menghargai dan menghormati hak dan kewajiban yang telah diajarkan oleh Sunan Ampel. Sehingga lambat laun para punggawa kerajaan banyak yang memilih untuk beralih memegang teguh kepercayaanya pada Agama Islam. Pada saat itu Raja juga memberikan izin untuk menyebarkan Agama Islam di sekitar Kerajaan Majapahit dan juga di Surabaya, namun dengan catatan tidak boleh di paksa.

7. Chart Geneology

7.1  Chart Geneology Guru Beliau
Berikut ini contoh Chart Geneology guru beliau dapat dilihat selengkapnya DI SINI

7.2  Chart Geneology Murid Beliau
Berikut ini contoh Chart Geneology murid beliau dapat dilihat selengkapnya DI SINI

8. Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Sejarah Perjuangan Sunan Ampel, Agus Sunyoto,
  4. Sejarah Wali Sanga, Purwadi,
  5. Dakwah Wali Songo, Purwadi dan Enis Niken,

Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 03 Juni 2022, dan terakhir diedit tanggal 09 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya