Tirakat Ibunda Syekh Mahfudz At-Tarmasi, Menolak Dunia hingga Dikaruniai Keturunan Alim

 
Tirakat Ibunda Syekh Mahfudz At-Tarmasi, Menolak Dunia hingga Dikaruniai Keturunan Alim
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Saat berkesempatan sowan ke Gus Qayyum pada 7 syawal 1439 H bertepatan 21 Juni 2018 M di Lasem, Jawa Tengah, biqadarillah saat itu di ruang tamu Gus Qayyum juga ada Kiai Musthafa bin Musthafa keponakan Kiai Hamid Pasuruan, beliau mengasuh pesantren Raudlatul Musthafa di Pasuruan, Jawa Timur.

Di tengah obrolan, Gus Qayyum menyodorkan kepadanya buku saya yang berjudul ‘ulama indonesia al-makkiyin wa juhuduhum al-da’awiyyah min alqarn 17-20 M’ (bahasa arab) dan juga terjemahnya yang sudah diterbitkan pustaka compass dengan judul ‘Jalan Dakwah Ulama Nusantara di Haramain abad 17-20 M’.

Sambil membuka atau membaca sekilas kedua buku tersebut, kemudian beliau menanyakan beberapa hal terkait ulama-ulama nusantara yang tertulis pada buku saya. Disela itu, yang menjadi menarik perhatianku adalah ketika Kyai alumni pesantren Tremas mengisahkan kisah istimewa yang belum pernah saya dengar sebelumnya tentang ibu kandung Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi.

Beliau bertutur, bahwa Bu Nyai Termas istri KH Abdullah Bin Abdul Mannan al-Tarmasi merupakan seorang wanita shalihah yang rajin shalat malam.

Suatu ketika ia mendapat ujian dari Allah Swt. Yaitu ketika bu nyai sedang menimba air untuk shalat malam, sumur di situ sangat dalam sehingga timba yang dipakai agak besar, agar kalau sampai ke atas, air masih banyak.

Tapi setelah timba ia naikkan ke atas untuk mengambil airnya, ia malah menjadi kaget dan menangis, sebab yang ia lihat bukan timba yang berisi air melainkan timba yang berisi penuh berlian. Bukannya senang gembira karena mendapat banyak berlian, tapi malah semakin takut karena fitnah berlian tersebut, hingga seluruh berlian yang ada di timba tersebut ditumpahkan kembali ke dalam sumur tanpa sisa sama sekali.

Karena ia tidak menginginkan/mengaharap dari Allah balasan dunia atau perhiasan yang berlimpah tapi kemudian sebagai gantinya ia hanya berharap agar Allah menganugerahi dirinya keturunan atau santri-santri yang shalih, alim dan paham agama.

Doa-doa tersebut dikabulkan Allah Swt yang Maha Mendengar, ia melahirkan seorang ulama besar yang dikenal di seluruh dunia bahkan menjadi guru besar di Masjidil Haram tepatnya di Baab as-Shafa Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi, juga adiknya KH Dimyamthi juga saudara-saudaranya yang lain, serta para santrinya yang bertebaran menyebarkan ilmu di segala penjuru nusantara.

Kisah tersebut senada dengan nasehat KH Maimun Zubair Sarang, bahwa agar dapat memiliki keturunan yang shalih atau alim, seorang ibu hendaknya banyak beribadah (tirakat) kepada Allah.

Nek milih bojo iku sing ora patiyo ngerti dunyo, mergo sepiro anakmu sholeh, sepiro sholehahe ibune.” (Jika memilih istri sebaiknya perempuan yang tidak begitu suka dunia, karena seberapa shaleh anakmu tergantung dari seberapa sholehah ibunya)

Sohabat Abbas iku nduwe bojo ora seneng dandan, nganti sohabat Abbas isin nek metu karo bojone. Tapi beliau nduwe anak ngalime poll, rupane Abdulloh bin Abbas.” (Sahabat Abbas mempunyai istri yang tidak suka berdandan, sampai sahabat Abbas malu jika keluar rumah bersama istrinya. Tapi beliau memiliki anak yang sangat alim sekali, yaitu Abdullah bin Abbas)

Sayyidina Husain nduwe bojo anake Rojo Rustam (rojo persia). Walaupun asale putri Rojo, sakwise dadi bojone Sayyidina Husain wis ora patiyo seneng dunyo. Mulane nduwe putro Ali Zainal Abidin bin Husain, ngalim-ngalime keturunane Kanjeng Nabi.” (Sayyidina Husain memiliki istri dari putri Raja Rustam. Walaupun berasal dari putri raja, setelah menjadi istri Sayyidina Husain sudah tidak begitu suka dunia. Makanya beliau memiliki putra bernama Ali Zainal Abidin bin Husain, keturunan Rosulullah yang paling alim)

ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ)

“Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Doa.” (QS. Ali ‘Imran: 38)

Oleh: Dzulkifli Amnan, Penulis buku Jalan Dakwah Ulama Nusantara


Editor: Daniel Simatupang