Ziarah Wali Songo: Maqbarah Sunan Bonang

 
Ziarah Wali Songo: Maqbarah Sunan Bonang
Sumber Gambar: dok. pribadi/FB Hamdan Suhaemi

Laduni.ID, Jakarta – Menempuh perjalanan dari Muria ke Tuban, seperti menyusuri panjangnya sungai yang memakan waktu hampir 5 jam. Tiba di Tuban pukul 04:30 saat kumandang adzan Subuh dari Muria sekitar pukul 23:10, cukup melelahkan dan sepanjang perjalanan tersebut saya sendiri tertidur lelap.

Tuban, menjadi tujuan berikutnya dari ziarah Wali Songo, kota yang ikonnya buah lontar dengan sari buahnya (legen), sungguh begitu indah dipandang, artistik dan tentunya legendaris. Masjid Agung Tuban dan alun-alun kota seperti tengah mengajarkan pada kita arti penting hablu Mina Allah dan hablul Mina alnasi, simbol sinergi kuat antara agama dan budaya.

Melangkah ke arah kiri masjid Agung Tuban, adalah maqbaroh Kanjeng Sunan Bonang atau Syaikh Sayyid Makhdum Ibrahim bin Syaikh Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel). Figur wali Qutub yang menjadi guru dari Kanjeng Sunan Kalijaga ini dimakamkan di dekat masjid Tuban dan persis di depan alun-alun.

Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016) menuliskan bahwa Raden Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan putra keempat Raden Rahmat atau Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Arya Teja. Sunan Bonang dilahirkan pada tahun 1465 M, dengan nama Raden Maulana Makhdum Ibrahim. Kanjeng Sunan Bonang dari jalur ayahnya yakni Sunan Ampel tersambung hingga Rasulullah Saw.

Sunan Bonang (Sayyid Makhdum Ibrahim) bin Sunan Ampel (Sayyid Ali Rahmatullah) bin Maulana Ibrahim Samarkandi bin Syekh Jumadil Qubro (Jamaluddin Akbar Khan) bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik Al-Muhajir (dari Nasrabad,India) bin Alawi Ammil Faqih (dari Hadramaut) bin Muhammad Sohib Mirbath (dari Hadramaut) bin Ali Kholi' Qosam bin Alawi Ats-Tsani bin Muhammad Sohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidullah bin Muhammad Syahril Ali Zainal 'Abidin bin Hussain bin Fatimah az-Zahra binti Nabi Muhammad SAW.

Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim) menikah dengan Dewi Hirah, putri Raden Jakandar dan memiliki satu orang putri bernama Dewi Ruhil serta 2 orang putra bernama Jayeng Katon dan Jayeng Rono.

Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam (2013), Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil.

Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di Nusantara karena isinya yang indah serta kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan beragama.

Kiprah kanjeng Sunan, dalam dakwahnya dengan pendekatan budaya sangat diterima dengan baik oleh penduduk setempat, itu karena didasari pengejawantahan Islam rahmatan lil alamin. Di samping budi pekerti, akhlak yang terpuji, welas asih, tasamuh, dan karomah inilah sisi lain yang ada di pribadi Kanjeng Sunan Bonang.

Kanjeng Sunan Bonang, wafat tahun 1525 M dan dimakamakan di Tuban, depan alun-alun kota Tuban, di samping kiri Masjid Agung Tuban.

Dengan sikap ta'dhim wa takriman, kami menghadap Kanjeng Sunan Bonang sekitar pukul 06:00 dan munajat pada Gusti Allah SWT, agar berkenan melimpahkan keberkahan untuk kami yang merasa dahaga akan keberkahan hamba-hamba yang soleh.

Pukul 09:18 pagi kami melanjutkan perjalanan menuju Lamongan.

Alun-alun Tuban, 24 November 2021

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang