Biografi Al-A’rif Billah Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Shohibul Maulid di Seiwun)

 
Biografi Al-A’rif Billah Al-Imam Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Shohibul Maulid di Seiwun)
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Keluarga
1.3  Nasab
1.4  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Membangun Pondok Pesantren
3.2  Kitab Simtud Duror

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Habib Ali lahir di Desa Qasam–Hadhramaut Yaman, suatu desa yang dinisbatkan kepada Sayyidina Ali bin Alwi Khali’ Qasam pada hari Jum’at, 24 Syawal 1259 H/1839 M. Habib Ali terlahir dari pasangan Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi dan Habibah Alawiyah binti Husein bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri.

1.2 Keluarga
Ayah beliau adalah Al Imam Al ‘Arif Billah Al Habib Muhammad bin Husein Alhabsyi, seorang da’i yang membaktikan seluruh usianya untuk belajar dan mengajar, beribadah dan berdakwah ke berbagai kota dan pelosok desa.

Ibunda Habib Ali Alhabsyi adalah Hababah Alawiyah binti Husein Al Hadi Al Jufri. Beliau lahir di Syibam tahun 1240 H. Ibunda beliau adalah seorang da’iyah ilallah, seorang yang terkenal sangat sholehah dan bijaksana, senang mengajar dan berdakwah. Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat dengan ibunya. Ibunda beliau wafat pada 6 Rabius Tsani 1309 H.

Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bungsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al- Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan- santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya.

Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan- pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.

1.3 Nasab
Beliau adalah Al ‘Allamah Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Abdullah bin Syekh bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Ahmad Shahib Syi’ib bin Muhammad Asghar bin Alwi bin Abubakar Alhabsyi bin Ali bin Ahmad bin Muhammad ‘Asadullah bin Hasan At Turobi bin Ali bin Alfaqihil Muqoddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Almuhajir Ahmad bin Isa bin Muhammad An Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far As Shadiq bin Muhammad Albaqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Fathimah Az Zahra binti Rasulullah Muhammad SAW.

1.4 Wafat
Zhuhur, hari Ahad, 20 Rabi’ul Akhir 1333 H/1915 M, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi wafat. Waktu ashar keesokan harinya, jenazahnya diantar ke makam dalam suatu iring-iringan yang, karena begitu banyak dihadiri oleh manusia, digambarkan dengan tidak ada awal dan akhirnya. Jenazah Habib Ali kemudian dikebumikan di sebelah barat Masjid Ar-Riyadh Seiwun, Hadramaut.

2.   Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Habib Ali Alhabsyi tumbuh dalam di bawah asuhan dan pengawasan kedua orangtuanya, hingga ketika mencapai usia tamyiz, jiwanya telah dipenuhi oleh cahaya Qur’an. Pada umur 11 tahun, selain telah hafal Alqur’an beliau juga telah hafal kitab al Irsyad, Alfiyah ibnu Malik, dan lainnya.

Dan pada umur 17 tahun beliau belajar ke Mekah mengikuti ayahanda beliau Habib Muhammad Alhabsyi selama 2 tahun. Beliau menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu.

Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

Sepulangnya dari Mekah, beliau bertemu dengan Habib Abubakar bin Abdullah Alatthos, beliau adalah syekh fatah Habib Ali Alhabsyi. Habib Ali mempunyai hubungan yang sangat erat sekali dengan Habib Abubakar Alatthos. Beliau berkata mengenai Habib Abubakar Alatthos : “Aku berhubungan dengan Habib Abubakar, dan beliau memperlakukan aku dengan akhlak yang sangat luhur. Beliau mencurahkan segenap ilmunya walau pertemuanku dengan beliau hanya berlangsung kurang lebih 4 kali saja. Namun satu detik bersama beliau lebih dari cukup. {Majmu’ Kalam al Habib Ali al Habsyi}

Dalam kitab Tajul ‘Aras disebutkan bahwa Habib Abubakar Alatthos memelihara Habib Ali Alhabsyi sejak ia masih berada di alam buthun (perut) hingga berada di alam zhuhur (dunia). Suatu hari Habib Abubakar berkata kepada Habib Ali, “Ya Ali, sesungguhnya aku telah memeliharamu sejak kau berada di dalam sulbi ayahmu.”

Seseorang bertanya kepada Habib Ali Alhabsyi, “Diwan-mu berisi banyak pujian untuk Habib Abubakar Alatthos, tetapi pujian untuk ayahmu sedikit”. Habib Ali berkata: “Habib Abubakar adalah ayah ruhaniku, sedang ayahku adalah ayah jasmaniku.” 

2.2 Guru-Guru

  1.  Ayah beliau sendiri Al Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi,
  2. Ibunda beliau Hababah Alawiyh binti Husein Al-Hadi Al-Jufri,
  3. Al Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr,
  4. Al Habib Abdullah bin Husein bin Thohir,
  5. Syaikh fath beliau Al Habib Abubakar bin Abdullah Al-Atthas,
  6. Al Habib Muhsin bin Alwi Asseggaf,
  7. Al Habib Abdurrahman bin Ali bin Umar bin Saggaf,
  8. Al Habib Abdulqodir bin Hasan bin Umar bin Saggaf,
  9. Al Habib Muhammad bin Ali bin Alwi Asseggaf,
  10. Al Habib Ahmad bin Muhammad Al Muhdhor,
  11. Gurunya yang terakhir sekaligus sahabat karibnya yaitu Al Habib Idrus bin Umar Al-habsyi.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Ketika beliau berada di kota Mekkah berada di bawah Mizab beliau memohon kepada Allah agar mendapat seorang anak yang shaleh, saat itu juga beliau mendengar seruan: “Doamu telah terkabulkan, sekarang kembalilah ke negerimu.”

Sekembalinya beliau ke Tarim dan telah berlalu waktu yang agak lama beliau berdoa kembali memohon kepada Allah di salah satu Masjid di Ta Sepulangnya dari Mekah, Habib Ali mulai membuka majelis ilmu di kota Seiwun. Salah satu majelisnya mengajarkan ilmu Nahwu. Suatu hari salah satu guru beliau yaitu Syekh Muhammad Khatib menghadiri majelis beliau. Syekh Muhammad Khatib adalah seorang yang memiliki hal agung dan sangat mencintai ahlil bait. Habib Ali Alhabsyi pernah belajar kepadanya ilmu Nahwu dari kitab Aljurumiyah dan Mutammimah.

Syekh Muhammad Khatib bertanya kepada Habib Ali setelah selesai majelis Nahwu beliau, “Nahwu apa yang kau ajarkan ini? Ini bukan Nahwu yang dulu pernah ku ajarkan kepadamu. Darimana kau dapatkan ilmu ini?”“Dari Allah SWT”, jawab Habib Ali“Kalau begitu aku akan belajar kepadamu” kata Syekh Muhammad Khatib.Lalu Syekh Muhammad Khatib belajar kepada Habib Ali Alhabsyi Syarah Hamaziah karya Jamal. {Fuyudhat al Bahr al Mali}

Habib Ali mengajar dan beribadah di Masjid Hambal selama 30 tahun. Beliau juga menjadi imam masjid Hambal. Siang dan malam masjid itu makmur dengan zikir, tilawatul Qur’an dan pengajian. Saat mengajar di masjid tersebut tidak kurang dari 400 orang senantiasa menghadiri majelis beliau. Di bulan Ramadhan setiap shalat tarawih beliau membaca 10 juz Alqur’an, setiap rakaat 8 muqra’. Sedangkan tiap malam jum’at beliau gunakan untuk membaca Dalailul Khairat dari sahur hingga fajar. {Jawahir al Anfas Fi Maa Yurdhi Rabb an Naas}

3.1 Mendirikan Pesantren
Ketika berusia 37 tahun Habib Ali Alhabsyi membangun ribath (pondok pesantren) yang pertama di Hadhromaut. Beliau mendirikan sebuah ribath di kota Seiwun untuk para penuntut ilmu dari dalam dan luar kota. Ribath itu menyerupai masjid dan terletak di sebelah timur halaman Masjid ‘Abdul Malik. Biaya orang yang tinggal di ribath ditanggung oleh beliau sendiri. Di samping itu ada beberapa wakaf untuk membiayai keperluan mereka. {Fuyudhat al Bahr al Mali}

Dan ketika beliau berusia 44 tahun (1303 H), beliau membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal dengan nama Masjid Riyadh di Seiwun. Habib Ali berkata: “Dalam masjid Riyadh terdapat cahaya, rahasia dan keberkahan Nabi Muhammad saw.” {Fuyudhat al Bahr al Mali

Di dalam masjid Riyadh diadakan berbagai majelis, salah satunya majelis Senin. Majelis hari senin sangat agung, banyak pengunjungnya baik dari dalam maupun luar kota. Pada majelis ini dibacakan 6 kitab hadits (al Ummahat as Sit). Majelis Senin diliputi haibah dan kekhusyu’an. Walaupun masjid penuh sesak tapi seakan-akan tidak ada seorang pun di dalamnya. Setiap orang mendengarkan apa yang sedang dibaca, mereka tidak senang jika ada yang mengajak bicara. Tak diragukan lagi bahwa ruh Nabi Muhammad saw hadir dalam majelis itu. Majelis itu meninggalkan kesan dalam hati. Setelah dibacakan kitab hadits, qur’an dan qashidah, lalu Habib Ali memberikan pengajian agung yang mampu menggerakkan hati dan membuat hadirin meneteskan air mata. Beliau kemudian menutup majelisnya dengan Fatihah yang serba mencakup.

3.2 Pengarang Kitab Simtud Duror
Ketika usia Habib Ali Alhabsyi menginjak 68 tahun, ia menulis kitab maulid yang diberinya nama “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar” (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya), pada hari kamis 26 Shafar 1327 H. Pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal beliau menyempurnakan kitab maulidnya. Dan pada malam sabtu 12 Rabi’ul Awwal 1327 Hia membaca maulid Simthud Duror di rumah muridnya, Habib Umar bin Hamid Asseggaf. Sejak hari itu beliau mulai membaca maulidnya sendiri Simthud Duror , yang sebelumnya ia selalu membaca maulid ad Diba’i.

Maulid Simthud Duror yang agung ini kemudian mulai tersebar luas di Seiwun, juga di seluruh Hadhromaut dan tempat-tempat lain yang jauh. Maulid ini juga sampai ke Haramain yang mulia, Indonesia, Kenya, Afrika, Dhafar dan Yaman, hingga sekarang tersebar dan dibaca di penjuru dunia.

Habib Ali Alhabsyi berkata : “Jika seseorang menjadikan kitab maulidku ini sebagai salah satu wiridnya atau menghafalnya, maka rahasia (sir) Al Habib shollallahu ‘alayhi wasallam akan tampak pada dirinya. Aku yang mengarang dan mendiktekannya, namun setiap kali dibacakan kitab itu kepadaku, dibukakan bagiku untuk berhubungan dengan Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam. Pujianku kepada Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam dapat diterima oleh masyarakat. Ini karena besarnya cintaku kepada Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam. Bahkan dalam surat-suratku, ketika aku menyifatkan Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam, Allah membukakan kepadaku susunan bahasa yang tidak ada sebelumnya. Ini adalah ilham yang diberikan Allah kepadaku.dalam surat menyuratku ada beberapa sifat agung Nabi shollallahu ‘alayhi wasallam, andaikan an Nabhani membacanya, tentu ia akan memenuhi kitab-kitabnya dengan sifat-sifat agung itu.”

Sumber : Biografi Habib Ali


Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 24 September 2021, dan terakhir diedit tanggal 08 September 2022.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya