Hikmah di Balik Lahirnya Nabi Muhammad pada Bulan Rabi’ul Awal

 
Hikmah di Balik Lahirnya Nabi Muhammad pada Bulan Rabi’ul Awal
Sumber Gambar: Ilustrasi/Aktual

Laduni.ID, Jakarta – “Jika seandainya ada orang yang bertanya, apa hikmah dibalik hari lahirnya Rasulullah SAW pada hari senin di bulan Rabi’ul Awal? Kenapa tidak lahir pada bulan Ramadhan yang mana di bulan tersebut diturunkan Al-Quran, di bulan itu juga ada Lailah Al-Qadr? Kenapa juga tidak lahir di bulan Harom? Kenapa tidak pada malam pertengahan bulan Sya'ban atau hari jumat?” (Syekh Abdullah bin Al-Hajj dalam kitab Al-Madkhal)

Ada 4 jawaban.

Pertama, ada riwayat hadis Shahih Muslim riwayat Abi Hurairah bahwasanya Allah menciptakan pohon dan tumbuhan pada hari senin. Di sini ada isyarat. Sebagaimana pohon yang menghasilkan buah dan sayur-sayuran yang menjadi makanan pokok bagi makhluk hidup, bahkan diantaranya ada bisa dijadikan obat, juga dengan melihat hijaunya pepohonan hati menjadi tenang dan gembira, dan hikmah lain di balik adanya pepohonan.

Begitu juga dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW pada hari Senin menjadi sebab bahagianya alam semesta. Beliaulah sumber keberkahan dan cahaya bagi jiwa manusia. Kelahiran beliau membuat jiwa dan ruh menjadi tenang dan tentram.

Kedua, lahirnya Rasulullah SAW pada bulan Rabi’ul Awal juga memiliki isyarat yang sangat jelas bagi yang faham makna dibalik “Rabi'” di kalimat tersebut terkandung optimistisme (tafaul) dan kabar gembira bagi umat Nabi Muhammad SAW.

Syekh Abu Abdurrahman Al-Shaqli berkata, “Setiap manusia akan mendapatkan bagian dari namanya.”

Sebagaimana nama akan memberikan pengaruh orang yang dinamai, begitu juga yang lainnya. Misalnya bulan Rabi' yang berarti bulan semi. Konon dulu bangsa Arab sangat senang mencari inspirasi pada bulan ini, karena cuaca yang tidak begitu extreme dan relatif tenang.

Pada bulan Rabi' ini juga Allah mengeluarkan lebih banyak hasil tanah, seperti tumbuh-tumbuhan tumbuh lebih subur dari bulan lainnya. Rizki yang Allah berikan ini menjadi penopang kehidupan manusia dan hewan lainnya.

Begitu juga dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW di bulan Rabi' merupakan isyarat bahwa pembaharuan umat manusia akan segera dimulai, juga kelahiran beliau menjadi penopang sehatnya jiwa manusia, karena terisi dengan cahaya keimanan setelah lama ditutup dengan gelapnya kesesatan.

Bulan Rabi' yang mengeluarkan lebih banyak makanan pokok menjadi isyarat seandainya makanan itu tidak tumbuh, maka manusia akan tersiksa dalam kelaparan. Begitu juga seandainya Nabi Muhammad tidak ada diantara mereka, maka adzab akan turun. Allah berfirman:

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنتَ فِيهِمْ

Artinya: “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka.” (QS. Al-Anfal: 33)

Ketiga, kandungan syariat Nabi Muhammad SAW menunjukkan kesamaan dengan bulan Rabi'. Pada bulan tersebut cuaca sedang seimbang. Tidak terlalu dingin juga tidak sangat panas. Ada di tengah-tengah. Waktu malam dan siangnya juga seimbang, tidak ada yang lebih panjang. Kondisi tubuh manusia juga pada saat bulan itu sangat bugar karena cuaca yang seimbang. Begitu juga syarat Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan keseimbangan dan menguatkan hubungan manusia dengan tubuhnya.

Keempat, Allah Maha Bijaksana. Dia menghendaki bahwa Rasulullah SAW yang akan membuat waktu dan tempat menjadi mulia. Bukan sebaliknya. Semua waktu dan tempat yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW menjadi mulia seperti waktu lahirnya, tempat lahirnya, pakaiannya, tempat tidurnya, segala yang berkaitan dengannya.

Seandainya Rasulullah SAW lahir diwaktu yang telah disebutkan diawal, seperti bulan Ramadhan, atau hari jumat yang mana waktu-waktu tersebut sudah dianggap mulia oleh orang-orang, ditakutkan nanti orang akan mengira bahwa kemuliaan Rasulullah karena lahir di waktu tersebut. Padahal tidak. Sebab kemuliaan Rasulullah adalah asli, tidak ada kaitannya dengan waktu dan tempat.

Kitab Al-Madkhal (2/ 26-29) dinukil oleh Sayyid Muhammad bin Alawi bin 'Abbas Al-Maliki dalam Kitab Al-'Ilam bi Fatawa Aimmah Al-Islam Haula Maulidia 'Alaihi Al-Shalatu wa Al-Salam hal 385.

Oleh: Gus Fahrizal Fadil


Editor: Daniel Simatupang