Tasawuf Kerja KH Abdul Hannan Ma'shum

 
Tasawuf Kerja KH Abdul Hannan Ma'shum
Sumber Gambar: Capture/YT Pondok Pesantren Kwagean

Laduni.ID, Jakarta – KH Abdul Hannan Ma’shum Kwagean merupakan sosok panutan, sebagai ulama, pemimpin, dan tokoh masyarakat, KH. Abdul Hannan Ma’shum menjadi tokoh panutan umat, segala tutur kata dan bentuk nyata selalu menjadi tolak ukur kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam kehidupan keluarga.

Dalam kehidupan keluarga, kepada anak-anaknya beliau selalu mencontohkan kesederhanaan dan tetap memiliki usaha dzahir sebagai kegiatan utama. Misalnya bagaimana saat beliau beternak ayam dengan jumlah yang banyak, namun gagal, dan bangkit kembali dengan merawat 10 ekor anak ayam hingga berjumlah ratusan, dan hasil dari penjualan ayam tersebut dipergunakan untuk membeli sebidang tanah yang saat ini terus berkembang.

KH Abdul Hannan Ma’shum selalu berusaha semaksimal mungkin, tidak pernah terlihat dari diri beliau ketika mengerjakan sesuatu dengan setengah hati ataupun asal-asalan. Berdasar pada ungkapan, “lihatlah apa yang diucapkan, jangan melihat siapa yang mengucapkan”, beliau tidak malu belajar pada siapapun tentang berbagai hal, persawahan, peternakan, dan ilmu-ilmu lain.

KH Abdul Hannan Ma’shum pernah berpesan, “Lek durong nduwe modal, okol ndisek. Golek halale. Rekoso ndisek. Koyok dadi kuli, ngingu pitek, opo nopo ngoten. Pokok usaha ne tenan dibarengi ilmu, insyaallah,” (kalau memang belum mempunyai modal, ya menggunakan otot dahulu. Mencari halalnya dulu. Susah dahulu. Seperti jadi kuli, memelihara ayam, atau apapun itu. Asalkan usahanya giat, dan dibarengi dengan ilmunya, maka insyaallah perlahan akan berhasil).

Beliau juga menekankan tentang wujud keseriusan dalam bekerja harus dibarengi dengan kesungguhan usaha dan juga disertai ilmu tentang usaha yang dikerjakan. Prinsip kerja beliau ini sejalan dengan apa yang ada dalam kitab Ihya’ Ulumuddin.

“Pasrah ki dudu penggawe dzahir, tapi penggawe ati. Dadi yo ora oleh nggarap sawah kok sak eneke, terus tawakkal. Ora ngono. Tapi dzahire ikhtiar kanti temen lan bener. Lha lek wes ikhtiar temenan, nembe atine tawakkal,” (pasrah atau tawakkal ini bukan pekerjaan dzahir, tapi pekerjaannya hati. Jadi ya tidak boleh menggarap sawah dengan asal-asalan, kemudian tawakkal. Tidak begitu cara mainnya. Akan tetapi seharusnya pekerjaan dzahir diusahakan dengan benar dan penuh kesungguhan. Nah apabila sudah berusaha dengan sepenuh hati, baru kemudian hatinya tawakkal).

Selain itu beliau juga mencontohkan bagaimana cara kerja tasawuf di bidang usaha yang lain.

“Kados wong nyambut gawe ngoten niku, kon ngramut sak apik-apik e koyok wong ahli thoma'. Lek wes, banjur pasrah, tawakkal maring Allah,” (sebagaimana orang yang bekerja itu, disuruh berusaha sebaik-baiknya, selayaknya orang yang ahli thoma' atau ahli mengharapkan hasil yang terbaik. Bila sudah, baru pasrah. Tawakkal menyerahkan semua kepada Allah).

KH Abdul Hannan Ma’shur juga mengingatkan pentingnya doa sebagai bagian dari usaha, beliau menerangkan, “Lek sampean dadi manten kadang kolo bingung, ki piye-piye. Nyawang bojo seneng, tapi golek dalan rizki kok sumpek. Lek sampean dalan rizkine sumpek, ojo madep atimu kejobo nenggone gusti Allah. Nyuworoho kelawan hasbunallah wani'mal wakil, hasbunallah wani'mal wakil,” (ketika kamu sudah menikah nanti, kadangkala bingung, ini nanti bagaimana-bagaimana. Memandang wajah istri bahagia hati, tapi keadaannya masih kesulitan dalam mencari jalan rezeki. Kalau memang seperti itu, jangan menghadap meminta kecuali kepada Allah. Bersuaralah dengan membaca hasbunallah wani'mal wakil, hasbunallah wani'mal wakiil).

“Kon dungo ndamel niku. Tapi wong dungo niku syarate kudu sabar. Ojo gampang putus asa, ojo gampang kesusu,” (disuruh membaca doa itu. Tapi ya harus ingat, bahwa orang berdoa itu harus sabar. Jangan gampang putus asa, tapi juga jangan gampang tergesa-gesa).

Dari apa yang dipesankan oleh KH Abdul Hannan Ma’shum, kita semua dapat memahami bahwa dalam bekerja tidak boleh setengah hati dan seenaknya saja. Menyelimuti malas usaha dengan alasan tawakkal dan menjadikan tasawuf sebagai kambing hitam dari malas belajar, dan juga malas bekerja keras.

Disadur dari berbagai sumber


Editor: Daniel Simatupang