Menghadapi Kerabat yang Jahat

 
Menghadapi Kerabat yang Jahat
Sumber Gambar: Ilustrasi/Rencanamu

Laduni.ID, Jakarta – Dijahati orang itu menyakitkan, tapi jika yang menjahati kerabat sendiri, sakitnya bisa berlipat-lipat. Tapi coba bayangkan level kejahatan yang diterima Nabi Yusuf dari saudara-saudaranya. Beliau digunjing setiap hari, disewoti, tidak diramahi, bahkan direncanakan dibunuh, padahal Nabi Yusuf tidak salah apa-apa.

Menjelang pembunuhan itu, yakni saat Nabi Yusuf sudah dibawa jauh, beliau disepak, ditendang, dijambak dan diludahi dengan penuh kebencian. Hampir saja beliau dibunuh kalau saja salah satu dari saudaranya tidak mencegah. Akhirnya beliau “hanya” dilemparkan ke dalam sumur.

Bayangkan, dilemparkan ke dalam sumur lalu ditinggal. Inipun sebenarnya meski tidak membunuh tapi hakikatnya juga membunuh pelan-pelan. Sebab, siapa yang menjamin bahwa akan ada musafir yang lewat lalu menyelamatkan Nabi Yusuf? Bagaimana jika tidak ada seorangpun yang lewat? Bukankah Nabi Yusuf akan wafat karena kelaparan atau kehausan di sumur tua itu?!

Untunglah Allah menuangkan rahmatNya. Dibuatlah satu kafilah lewat lalu menemukan Nabi Yusuf, lalu menyelamatkannya. Tapi itupun bukan untuk diselamatkan dengan dibawa ke rumah pemimpin kafilah, tapi malah dijual ke Mesir!

Akhirnya, Nabi Yusuf mengalami babak hidup baru sebagai budak.

Bayangkan, orang mulia, lelaki tampan idaman, anak seorang Nabi, putra kekasih Allah yang dimuliakan orang-orang beriman, gara-gara dijahati saudaranya nasibnya terpuruk menjadi seorang budak.

Lalu bayangkan pula bagaimana rasanya jauh dari keluarga, tidak punya sanak saudara. Tidak ada yang menanyakan kabarnya. Tidak ada yang peduli dengan kehidupannya. Mereka yang pernah merantau pasti bisa merasakan betapa kesepiannya orang yang jauh dari sanak saudara.

Lalu rasakan juga bagaimana perihnya terpisah dengan ayah yang dicintainya. Bayangkan bagaimana perihnya berpisah dalam waktu yang lama. Bukan hanya sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tapi selama puluhan tahun. Itupun tidak tahu apakah akan bisa bertemu lagi ataukah tidak.

Tapi Nabi Yusuf tetap konsisten dengan kesalihan, hingga Allah mengangkat derajatnya di dunia dengan menjadi pejabat besar kerajaan dan diangkat menjadi nabi di usia matangnya.

Lalu kerabatnya dibuat butuh, dibuat miskin oleh Allah, sehingga mereka terpaksa “mengemis-ngemis” mencari bantuan ke Mesir. Artinya dibuat butuh kepada nabi Yusuf.

Salah satu keajaiban dan keindahan perbuatan Allah adalah membuat orang yang jahat menjadi butuh kepada orang yang pernah dijahatinya. Si jahat itu di buat mendongak dan menengadah kagum kepada orang yang pernah dihinanya.

Sebenarnya dalam momen itu menjadi kesempatan besar Nabi Yusuf untuk “balas dendam”. Tapi lagi-lagi beliau menunjukkan akhlak yang luar biasa mulia. Saudara-saudaranya dilayani, dimuliakan dan tidak dihukum. Malahan saat mereka tahu bahwa orang mulia di hadapan mereka adalah Yusuf saudaranya, Nabi Yusuf memaafkannya dan tidak mencelanya.

قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ ٱلْيَوْمَ ۖ يَغْفِرُ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

Artinya: “Dia (Yusuf) berkata: ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.’” (QS. Yusuf: 92)

 

Bahkan saat mengingat-ingat peristiwa jahat itu, Nabi Yusuf seakan ingin menjaga perasaan saudara-saudaranya sehingga menisbahkan kesalahan itu kepada setan, bukan kepada saudara-saudaranya.

Sungguh pada kisah Nabi Yusuf terdapat pelajaran besar bagi orang-orang yang dijahati saudaranya. Yakni, Anda bisa diangkat derajat di dunia maupun akhirat jika bisa sabar, tabah, dan konsisten beramal saleh. Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan serupa, tapi malah membalas kejahatan saudara dengan kebaikan.

Selalu ingat-ingat kisah Nabi Yusuf, seberat apapun Anda diuji dengan kerabat, masih ada yang jauh lebih  berat daripada yang Anda rasakan.

لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ ‌عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ [يوسف: 111]

Artinya: “Sungguh pada kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berfikir…” (QS Yusuf: 111)

Oleh: Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)


Editor: Daniel Simatupang