Kisah 4 Dinar Ditukar 4 Doa

 
Kisah 4 Dinar Ditukar 4 Doa
Sumber Gambar: Ilustrasi/Aspek.id

Laduni.ID, Jakarta – Dikisahkan dalam Manhaj As-Sawiy dan Al ‘Ilmiyyah seorang ulama sufi di Marwah, Basrah bernama Manshur bin Ammar yang berdakwah diberbagai tempat serta senantiasa mengajak orang lain untuk mengingat Allah SWT.

Di daerah asalnya, Manshur bin Ammar selalu dicintai oleh orang-orang sekitar daerahnya. Ketika membuka majelis dzikir dan ilmu, ribuan orang berbondong-bondong menghampiri majelisnya dan mengharap berkah dari Manshur bin Ammar. Sampai-sampai jika beliau membuka majelis tersebut, seluruh usaha disekitarnya ditutup, took, pasar, restoran, warung, semuanya tutup hanya untuk menghadiri majelis beliau.

Di daerah tersebut juga ada sebuah keluarga yang kesemuanya ahli maksiat, dan dalam rumah tersebut juga ada seorang pembantu yang selalu menyaksikan majikannya selalu bermaksiat kepada Allah.

Suatu ketika sang majikan memerintah si budak untuk berbelanja di pasar, “Hai budak, ini ada uang perintah dinar. Pergilah ke pasar, belanja! Segera setelah belanja, kamu harus segera pulang! Sebagaimana kewajibanmu seorang pembantu,” perintah sang majikan.

Ketika sampai di pasar, si budak melihat kondisi pasar yang tutup. Lalu lewat seorang pemuda yang tergesa-gesa pergi ke suatu tempat.

“Maaf, saya ingin bertanya. Pasar ini kapan bukanya?” tanya si budak.

“Kalau sekarang ini pasar tutup. Semua orang datang ke majelis Manshur bin ‘Ammar,” jelas pemuda tadi.

“Siapa dia?” tanya budak lagi.

“Dia adalah seorang ulama besar di daerah ini,” jelas si pemuda.

“Terus, bagaimana ini? Saya diperintahkan majikan saya untuk belanja,” ungkap si budak.

“Tunggu saja sampai buka,” kata si pemuda.

“Nanti telat, saya dimarahi,” keluh si budak.

“Ya tidak ada lagi toko yang buka,” kata si pemuda.

“Majlis Manshur bin ‘Ammar itu khusus atau semua orang boleh ikut?” tanya budak itu lagi.

“Semua orang bisa ikut,” jawab pemuda tersebut.

Si budak lalu berpikir, daripada ia harus menunggu pasar buka yang entah sampai kapan, akankah lebih baik ia hadir ke majelis saja. Berangkatlah ia ke majlisnya Manshur bin ‘Ammar di masjid yang berlokasi di jantung kota Bersama pemuda yang ia temui. Ia mengambil duduk di barisan terakhir supaya bisa cepat pulang dan berharap di perjalanan pulang menjumpai toko yang sudah buka.

Manshur bin ‘Ammar menyampaikan ceramah yang amat menyentuh, sehingga membuat sebagian jamaah yang mendengarkan meneteskan air mata. Selesai ceramah, ada satu orang yang hadir membisiki beliau. Setelah dibisiki, beliau berkata, “Ya ya, saya umumkan.”

“Hai para hadirin, siapa yang pagi ini sudah punya uang empat dinar dan bersedia disedekahkan? Maka dia akan mendapatkan empat doa dariku. Yang insyaAllah mustajab,” Manshur bin ‘Ammar dengan suara lantang.

Hadirin yang hadir menoleh ke kanan dan ke kiri, sambil bertanya, “Kamu bawa?”

“Tidak.”

“Lha kamu?”

“Juga tidak.”

Secara kebetulan, mereka semua tidak ada yang bawa. Budak tadi merogoh sakunya, dan melihat ada uang empat dinar. Dia berpikir, kalau diberikan dia akan mendapatkan empat doa mustajab. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Tapi dengan resiko, majikannya pasti akan marah besar.

Akhirnya budak tadi memutuskan untuk maju menyerahkan empat dinar yang dia bawa, meskipun sebenarnya bukan uang miliknya. Setelah diterima oleh Syaikh Manshur, uang tersebut diberikan kepada orang yang membisikinnya. Kemudian orang tersebut pergi beranjak dari majelis untuk menyelesaikan kebutuhannya. Manshur bin ‘Ammar kemudian menanyakan kepada si budak, apa empat doa yang diinginkannya.

“Yang pertama, saya punya majikan, dia dan seluruh keluarganya ahli maksiat. Saya minta didoakan agar semuanya mati bertaubat,” pinta si budak.

Kemudian Syaikh Manshur mengangkat tangannya, “Ya Allah, berkat majelis ini semoga majikan orang ini ditaubatkan ke jalan-Mu. Menjadi orang yang cinta dan dicintai oleh Allah.”

“Amin,” jawab hadirin serentak.

“Apa doa yang kedua?” tanya Syaikh Manshur.

“Saya ini seorang budak, saya ingin merdeka.”

“Ya Rabb, orang yang ada di depan ini adalah seorang budak. Semoga segera dibebaskan oleh majikannya.”

“Amiin,” jawab hadirin serentak.

“Yang ketiga?” tanya beliau lagi.

“Saya ingin mendapat rezeki empat dinar, untuk membayar hutang.”

“Lalu itu tadi uang siapa?” heran beliau.

“Itu uang majikan saya,” jawab si budak

“Kok tadi tidak bilang?”

“Maaf, sudah terlanjur saya berikan.”

“Ya sudah. Ya Allah berikanlah rezeki empat dinar kepada budak ini untuk membayar hutangnya.”

“Amiin,” jawab hadirin serentak.

“Yang terakhir apa doanya?”

“Yang terakhir saya minta untuk Allah mengampunin saya, Anda dan semua yang hadir di sini.”

“Ya Allah ampunilah aku, lelaki itu dan semua yang hadir di majlis ini.”

Majelis pengajian pun bubar, budak itu pulang ke rumah majikannya dengan perasaan takut. Karena dia harus mempertanggungjawabkan uang empat dinar kepada majikannya. Meskipun diberi empat doa, tapi kalau dihajar oleh majikannya, sekujur tubuhnya juga akan merasakan sakit.

Sampai di rumah, majikannya langsung memarahinya, karena datang telat.

“Hei, budak dari mana kau?” bentak majikannya.

“Dari pasar,” jawab si budak takut.

“Bukankah kau berangkat sejak pagi? Kenapa baru pulang siang begini?”

“Pasarnya tutup.”

“Lalu?”

“Mau tidak mau saya hadir di majelis. Di situ ada majelis pengajian yang dipimpin oleh Manshur bin ‘Ammar.”

Aneh, mendengar nama itu hati si majikan serasa berdesir.

“Siapa Manshur bin ‘Ammar?” tanya majikannya.

“Kurang tahu, yang kulihat dia memimpin satu majlis pengajian. Orang-orang berbondong mendatanginya sampai pasar tidak buka.”

“Terus, apa yang kamu lakukan?”

“Saya menunggu di situ. Saya sudah niat mau belanja setelah majlis selesai. Tetapi Manshur bin ‘Ammar mengumumkan barangsiapa punya empat dinar akan aku berikan empat doa.”

“Kamu serahkan uang saya?”

“Ya. Tapi insyaAllah berkahnya kembali ke Anda.”

“Aku tidak peduli. Uangku mana? Belanjaku mana?”

“Tapi doa itu diamini ribuan orang yang hadir di majlis yang dipimpin oleh Manshur bin ‘Ammar.”

Majikannya tiba-tiba terdiam sejenak.

“Ada doamu?” tanya si majikan.

“Yang pertama, saya minta semoga majikanku ditaubatkan oleh Allah.”

“Kamu meminta itu di majlis?” majikan seperti tidak percaya.

“Ya. Saya terus terang sudah tidak kuat melihat Anda setiap hari berkubang maksiat. Aku berharap Anda mau bertaubat.”

Majikannya meneteskan air mata. Haru hatinya mengetahui budaknya memiliki perhatian terhadap dirinya.

“Kamu ingin aku bertaubat?”

“Iya. Saya takut Anda mati dalam keadaan masih seperti ini (maksiat).”

Seketika majikannya bersujud, menangis dan berkata, “Ya Allah, saya bertaubat. Astaghfirullahal‘adzhiim.”

Setelah tangisnya reda, majikan bertanya lagi, “Terus doamu yang kedua apa?”

“Saya minta kepada Allah supaya memberi kemudahan bagi saya menjadi orang bebas. Saya sudah lama menjadi budak.”

“Karena engkau meminta doa untuk kebaikanku, maka aku akan berbuat baik kepadamu. Engkau aku bebaskan di jalan Allah.”

“Kemudian apa yang ketiga?”

“Ketiga, saya meminta supaya dapat empat dinar untuk mengganti milik Anda.”

“Uang empat dinar itu aku hadiahkan untukmu. Kamu sudah tidak berhutang lagi.”

“Terus doamu yang terakhir apa?” tanya majikan lagi.

“Saya meminta kepada Allah untuk mengampuni Anda, saya, Manshur bin ‘Ammar dan orang yang hadir di majlis tersebut.”

“Kalau ini saya tidak ikut-ikut.”

“Terus bagaimana?” tanya si budak.

“Ya sudah, tiga hal sudah aku lakukan, yang keempat kita bersama-sama meminta kepada Allah. Kamu silahkan pergi kemanapun. Kamu sudah bebas.”

Majikan itu lantas menemui istrinya, menceritakan peristiwa yang baru saja dialami sambil menangis. Satu keluarga itu akhirnya bertaubat atas semua kemaksiatan yang biasa mereka lakukan.

Beberapa hari kemudian, si majikan itu bermimpi mendengar ada suara yang berkata, “Tiga permintaan kau berikan dan cuma satu permintaan tidak kau berikan. Kamu sangka dirimu lebih dermawan dari Aku? Ketahuilah Aku mengampuni dosamu, dosa budakmu, Manshur bin ‘Ammar dan yang hadir di majlis itu.”

Saat terbangun, dia merasakan kegirangan dengan apa yang didengar dalam mimpinya. Sebuah isyarat bahwa Allah telah mengabulkan doa keempat. Dia segera mencari bekas budaknya untuk mengabarkan isi mimpinya.

Kisah ini mengingatkan kita, betapa dahsyatnya doa yang dipanjatkan di majlis imu dengan diamini oleh banyak orang.

Sumber dari Manhaj As-Sawiy hlm 171 atau Al ‘Ilmiyyah hlm 158


Editor: Daniel Simatupang