Terbentuknya Spiritual Gus Dur di Asuhan KH. Chudlori

 
Terbentuknya Spiritual Gus Dur di Asuhan KH. Chudlori
Sumber Gambar: Gus Dur dan Abah Guru Sekumpul

Laduni.ID, Jakarta – Pesantren Tegalrejo, Magelang menjadi bagian sejarah pencarian keilmuan yang dijalani oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu, tepatnya pada 1957 Gus Dur memutuskan untuk nyantri dibawah asuhan KH. Chudlori.

“Gus Dur membuktikan dirinya sebagai siswa yang berbakat dengan menyelesaikan pelajarannya di bawah asuhan KH. Chudlori selama dua tahun di Tegalrejo. Kebanyakan siswa lain memerlukan waktu empat tahun untuk menyelesaikan pelajaran ini. Bahkan di Tegalrejo Gus Dur menghabiskan sebagian besar waktunya di luar kelas dengan membaca buku-buku Barat,” ungkap Greg Barton (2003: 50).

Selama menjadi santri di Tegalrejo, Gus Dur masih tetap menyempatkan waktunya untuk belajar paruh waktu di bawah asuhan Mbah Bisri Denanyar, Jombang. Tak jarang juga Gus Dur mencuri-curi waktu demi bisa menonton pertunjukan wayang kulit kesukaannya, walau harus ditempuh dengan jalan kaki.

Ketika di Pesantren Tegalrejo, Gus Dur diwajibkan untuk menghafal Alfiyah dan beberapa kitab lain. Hal tersebut tidak lepas dari peran sang guru, Kiai Chudlori yang oleh Bambang Pranowo (Mark R. Woodward: 2012) gambarkan dalam buku Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebathinan sebagai, “Sosok kiai yang membekali santrinya dengan berbagai ilmu dan riyadloh (tirakat) dalam rangka olah batin mengasah kemampuan spiritual santri atau yang dikenal dalam dunia tasawuf sebagai mujahadah.”

Ketua Jam'iyatul Qurra Wal Huffadh (JQH) PBNU (era Gus Dur), Kiai Nu’man mengisahkan bahwa Gus Dur selalu mengamalkan riyadhoh dan tirakat yang diajarkan oleh Kiai Chudlori (untuk detail tirakatnya silahkan baca buku Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebathinan). Selain itu Gus Dur juga diajarkan untuk ngrowot oleh Kiai Chudlori, dan hizb ayang dibaca ialah hizb Ghazali, di mana santri kelas Alfiyah diwajibkan mengamalkan hizb tersebut dengan puasa tujuh hari, dan membaca hizb minimal 7-41 kali.

Selain mengaji di Pesantren Tegalrejo, Gus Dur juga mengaji kitab al-Hikam kepada Kiai Dalhar Watucongol. Dengan mengaji kitab al-Hikam, Kiai Dalhar yang seorang wali membentuk pola kesufian Gus Dur.

Mukhlas Syarkun, penulis Ensiklopedia Abdurrahman Wahid mengisahkan sebuah cerita dari Kholis Muzakki yang didapat dari keluarga yang dulu satu kamar dengan Gus Dur di Tegalrejo bahwa selain mengaji pada KH. Dalhar Watucongol, Gus Dur juga mengaji al-Hikam kepada KH. Imam Kholil Sarang dan Gus Dur memperoleh ijazah Dalail dari Mbah Imam Sarang.

Sekeluarnya dari Pesantren Tegalrejo, Gus Dur masih tetap membaca hizb Ghazali. Hal ini biasa dilakukan oleh mereka yang jalan hidupnya mengurusi umat, menyebarkan ilmu, dan melakukan perubahan sosial, cara berdzikir dari wadzifah-wadzifah wiridnya, dilakukan menurut kondisinya itu

Disadur dari Kholish Syafaat


Editor: Daniel Simatupang