Allah akan Menerima Taubat Hambanya

 
Allah akan Menerima Taubat Hambanya
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Tidak ada satupun manusia di bumi ini yang tak lepas dari perbuatan dosa, baik itu disadari maupun tidak. Dan tak ada satu manusia pun manusia yang mengetahui apakah ia akan meninggal dalam keadaan husnul khotimah atau su’ul khotimah. Oleh karena itu cepatlah bertaubat dari kesalahan yang pernah diperbuat.

Allah SWT berfirman,

 قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Artinya: “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53)

Dari ayat diatas kita semua mengetahui bahwa Allah akan menerima taubat seorang hamba dan mengampuni seluruh dosa-dosanya jika hamba tersebut bertaubat dengan sungguh-sungguh.

Ada sebuah kisah yang diceritakan yang sangat menarik untuk kita renungi Bersama. Nabi Muhammad SAW pernah bercerita tentang seorang laki-laki yang telah membunuh 99 orang tak bersalah. Suatu ketika terbesit di hatinya akan siksaan Allah, sehingga ia berniat untuk bertaubat.

Si pria pembunuh itu berpikir, “Aku tak mengetahui kapan ajal ku datang menjemput, sebaiknya aku segera memohon ampun kepada Allah. Tapi, apakah taubatku akan diterima, sedang aku telah banyak membunuh puluhan orang tak bersalah?”

Pikiran itu sungguh mengganggunya, sehingga ia pergi ke kota untuk mencari seseorang yang dapat membantunya. Dia melihat banyak kerumunan orang lantas bertanya adakah diantara mereka paling paling berilmu. Setelah bertanya ia diarahkan kepada seorang rahib (pemuka agama kaum Yahudi) dan menujukkan dimana rumahnya.

Setelah mengetahui dimana rumah rahib itu, si pria pembunuh itu pergi untuk menemuinya. Sesampainya di rumah yang dituju, si pria pembunuh itu langsung menemui rahib dan menceritakan apa yang telah dirinya lakukan dan perbuat. Lalu, ia bertanya kepada rahib, “Apakah masih ada pintu taubat yang terbuka untukku?” rahib itupun menjawab dengan keras, “Tidak ada!”

Tanpa pikir panjang, pria itu langsung membunuh rahib itu dan pergi meninggalkan mayatnya yang penuh dengan darah. Sehingga genap sudah jumlah korban yang ia bunuh sebanyak 100 orang.

Pria pembunuh itu lalu mencari tokoh rahib yang lain, dan kali ini ia diterima dengan ramah oleh seorang rahib alim. Setelah menceritakan kisahnya ia pun bertanya dengan pertanyaan yang sama, “Apakah masih ada pintu taubat yang terbuka untukku?” rahib alim itupun menjawab dengan lembut, “Ya, masih ada kesempatanmu untuk bertaubat. Lagi pula tidak ada yang berhak menghalang-halangimu untuk bertaubat. Keluarlah dari kota ini dan pergilah ke sebuah kota yang nun jauh di sana, karena di sana terdapat sebuah kaum yang taat beribadah kepada Allah. beribadahlah seperti mereka ibadah, lakukanlah seperti apa yang mereka lakukan dan janganlah kau kembali ke negerimu, sebab negerimu telah menjadi negeri yang buruk.”

Atas saran dari rahib alim itu, si pria pembunuh itu segera hijrah ke sebuah kota yang telah diberitahukan. Si pria pembunuh itu pergi dengan lembar baru kehidupan dan harapan dipertemukan oleh orang-orang shaleh yang akan menuntunnya bertaubat.

Rasulullas SAW melanjutkan kisahnya. Di tengah perjalanan, ajal si pria pembunuh itu menjemputnya sehingga ia gagal menyelesaikan perjalan ke kota yang dituju. Tak lama kemudian datanglah dua malaikat, Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab.

Kedua malaikat itu memperebutkan jiwa si pria itu, “Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah,” kata Malaikat Rahmat. Malaikat Azab pun berkata, “Dia belum bertaubat dan mati tanpa berbuat satu kebaikan apapun.”

Ditengah perdebatan itu datanglah malaikat yang berwujud manusia dan keduanya (Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab) sepakat untuk menjadikannya sebagai penengah. Dia berkata, “Ukurlah jarak di antara tanah (tempat kematian sang pembunuh). Lalu perhatikan, ke arah mana dia lebih dekat. Maka berarti dia termasuk penghuni tempat itu.”

Akhirnya kedua malaikat itupun setuju dan mulai untuk mengukur jarak tempat matinya sip ria tersebut. Saat kedua malaikat tersebut mengukur, Allah memerintahkan bumi tempat asal sip ria pembunuh itu untuk menjauh. Sehingga hasil diketahui pria tersebut lebih dekat sejengkal ke arah negeri yang hendak ia tuju. Maka Malaikat Rahmat menemani jiwa pria itu.

Kisah di atas mengajarkan bahwa Allah akan menerima taubat seorang hamba jika hamba tersebut melakukannya dengan sungguh-sungguh, bahkan ketika ia mati dalam keadaan belum bertaubatpun Allah sudah mengampuninya. Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua untuk terus berbuat yang terbaik dalam hidup.


Editor: Daniel Simatupang