Jangan Mencari Ridha Manusia (Bagian 2)

 
Jangan Mencari Ridha Manusia (Bagian 2)
Sumber Gambar: Ilustrasi/Laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta – Banyak orang hidupnya susah, hanya karena masalah sepele yang dia bikin sendiri. Misalnya, gara2 terlalu memperhatikan pandangan dan penilaian orang lain tentang dirinya. Ingin dipandang ideal oleh seluruh manusia dan teramat khawatir dikomentari mereka. Ketika akan berbuat suatu kebaikan, yang dipikirkan adalah “Nanti bagaimana pandangan orang, jika saya berbuat ini?”, “Apa kata dunia?”, dan berbagai macam ketakutan lainnya.

Problematika Mengharap Ridho Manusia

Gara-gara sikap seperti ini, setiap berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu, yang selalu dia perhatikan adalah apa komentar orang pasca sikap tersebut. Bila ada satu orang saja yang berkomentar negatif, hari-harinya bakal terus dipenuhi dengan kegelisahan, kegundahgulanaan dan kegalauan.

Ketahuilah, bahwa yang akan kita rasakan hanyalah kelelahan dan keletihan belaka. Bila setiap perbuatan yang kita lakukan, hanya untuk mencari simpati manusia, mengikuti setiap keinginannya, pemikirannya dan kesukaannya. Memilih keridhaan manusia adalah sebuah kesia-siaan. Sebab jalannya bengkok dan tidak tentu ujungnya. Jalan sukar itu dipaksakan untuk ditempuh, padahal ujungnya adalah jalan buntu.

Gara-gara sikap seperti itu, akhirnya menjadi penghalang hati, yang mencegah seseorang menemukan kelezatan ibadah, hanya karena mengharapkan ridha makhluk atau manusia dan tergantung pujiannya. Ingatlah, bahwa pujian dari makhluk merupakan sesuatu yang kosong, tidak akan membahayakanmu jika mereka semua marah atau tidak suka kepadamu, dan tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, jika mereka tidak ridha/suka padamu. Palingkan hatimu dari mencari ridha mereka. Apabila hati mereka ridha padamu, mereka tidak akan menghasad dan merugikan akhiratmu.

Untuk apa waktu kita habiskan demi mengambil muka manusia? Bukankah mereka pun hamba seperti kita adanya? Mereka pun lemah tidak berdaya, tak kuasa menolong dirinya sendiri, apalagi menolong orang lain? Mengapa kita tak kunjung sadar akan kekuasaan Sang Khalik, padahal di tangan-Nya lah kehidupan dan kematian?

Para Ulama Salafus Salih, menyadari fenomena ini. Salah satunya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasy atau Imam Syafi’i rahimahullah (28 Agustus 767 M, Gaza - 20 Januari 820 M, Fustat, Mesir), memberikan petuah kepada salah seorang murid utamanya, Imam Ar-Rabi’ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar bin Kamil al-Muradi Asy-Syafi'i atau Imam Rabi’ bin Sulaiman rahimahullah (174 - 270 H / 790 - 883 M Mesir):

يا ربيع، رضا الناس غاية لا تدرك، فعليك بما يصلحك فالزمه، فإنه لا سبيل إلى رضاهم

“Wahai Rabi’, Ridho manusia merupakan tujuan yang tidak bisa diraih, maka hendaknya engkau mencari perkara yang baik bagimu, lazimilah perkara tersebut, karena sungguh tidak ada cara untuk meraih ridho manusia.” (Termaktub dalam kitab Hilyatul Auliya’ wa thabaqatul Asfiya' karya Al'Allamah Ahmad ibn Abdullah ibn Ahmad ibn Ishaq ibn Musa ibn Mahran al-Mihrani al-Asbahān al-Ahwal al-Asy'ari asy- Syafi'i atau Abu Nuaim Al-Isfahani rahimahullah, wafat 23 Oktober 1038 M Isfahan Iran)

Maqalah Imam Syafi’i rahimahullah tersebut, juga termaktub dalam kitab Siyar A’lamin Nubala’ (X/89) karya Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah adz-Dzahabi al-Fariqi Asy-Syafi'i atau Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat Senin 3 Dzulqaidah 748 H / 12 Februari 1348 M) sebagai berikut:

رضى النَّاس غايةٌ لا تُدْرَكُ، وليس إِلى السَّلامة منهم سبيلٌ، فعليكَ بما ينفعُكَ فالزَمْه

“Mendapatkan keridhaan seluruh manusia adalah sebuah target yang tidak mungkin bisa dicapai. Bebas dari omongan orang adalah sebuah kemustahilan. Cukuplah bagimu menekuni hal-hal yang bermanfaat untukmu.”

Barangsiapa yang melazimi sikap demikian, maka kesudahannya adalah sebagaimana yang pernah dituliskan Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah Radhiyallahu Anha (wafat 13 Juli 678 M, Jannatul Baqi' Madinah) kepada Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu Anhu (602 M, Mekkah - 680 M,  Damaskus, Suriah) yaitu:

أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّهُ مَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ، وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ الناَّسَ، وَعَادَ حَامِدُهُ مِنَ النَّاسِ ذَامًّا، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ

“Sesungguhnya barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan mendatangkan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan akan menjadikan manusia juga marah kepadanya, dan orang yang memunjinya akan berubah menjadi mencelanya. Dan barangsiapa yang mencari keridhoan Allah, meskipun mendatangkan kemarahan manusia, maka Allah akan ridho kepadanya dan akan membuat mereka ridho kepadanya.”

Dalam riwayat redaksi hadits lainnya, Ummul Mukminin Sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu Anha menceritakan bahwa:

عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ قَالَ كَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رضى الله عنها أَنِ اكْتُبِى إِلَىَّ كِتَابًا تُوصِينِى فِيهِ وَلاَ تُكْثِرِى عَلَىَّ. فَكَتَبَتْ عَائِشَةُ رضى الله عنها إِلَى مُعَاوِيَةَ سَلاَمٌ عَلَيْكَ أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللَّهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَاءَ النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ وَكَلَهُ اللَّهُ إِلَى النَّاسِ

“Dari seseorang penduduk Madinah, ia berkata bahwa Mu’awiyah pernah menuliskan surat pada Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, di mana ia berkata, ‘Tuliskanlah padaku suatu nasehat untuk dan jangan engkau perbanyak.’ ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menuliskan pada Mu’awiyah, ‘Salamun ‘alaikum (keselamatan semoga tercurahkan untukmu). Amma ba’du. Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan cukupkan dia dari beban manusia. Barangsiapa yang mencari ridho manusia namun Allah itu murka, maka Allah akan biarkan dia bergantung pada manusia.’” (HR. Imam Tirmidzi dan Imam Ibnu Hibban rahimahumallah)

Dalam lafazh Abu Hatim Muhammad bin Hibban At-Tamimi Ad-Darimi Al-Busti Asy-Syafi'i atau Imam Ibnu Hibban rahimahullah (884 - 965 M, Lashkar Gah, Afghanistan) disebutkan:

مَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رضي الله عنه وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنْ اِلْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

“Barangsiapa yang mencari ridho Allah saat manusia tidak suka, maka Allah akan meridhoinya dan Allah akan membuat manusia yang meridhoinya. Barangsiapa yang mencari ridho manusia dan membuat Allah murka, maka Allah akan murka padanya dan membuat manusia pun ikut murka.”

Oleh: Gus Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama'ah Sarinyala Kabupaten Gresik


Editor: Daniel Simatupang