Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy'ari: Antara Ilmu Tafsir, Hadis, dan Fikih

 
Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy'ari: Antara Ilmu Tafsir, Hadis, dan Fikih
Sumber Gambar: Dok. Laduni.ID (ist)

Laduni.ID, Jakarta – Saya yakin tiga baris tulisan arab yang ada di dalam foto (foto asli) Mbah Hasyim ini yang memang merupakan dawuh beliau sendiri adalah jelas mengisyaratkan bahwa betapa penting dan sakralnya memahami ilmu fikih dengan baik. Bagaimana tidak dirasa penting dan sakral, sedangkan kita tidak akan pernah bisa memahami hadis tanpa memahami fikih, dan tidak akan pernah bisa memahami al-Qur'an tanpa memahami hadis.

Sebagaimana dikatakan beliau:

لولا الفقه لم نفهم الحديث لولا الحديث لم نفهم القرآن

"Seandainya tanpa fikih kita tidak akan paham hadis, seandainya tanpa hadis kita tidak akan paham al-Qur'an."

Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari sebagai pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, juga masyhur dikenal sebagai ulama ahli hadis. Sudah sepantasnya kita sebagai santrinya harus bisa atau paling tidak mendekati untuk mengikuti jejak beliau dalam keilmuannya. Kita juga harus menjadi ahli hadis. Namun lagi-lagi kita harus ingat bahwa beliau menjadi ahli hadis dengan melalui peroses yang ada di bawahnya terlebih dahulu, yaitu dengan memahami dan menguasai ilmu fikih sebagai pondasi.

Kita tidak bisa ujuk-ujuk langsung mempelajari ilmu hadis agar bisa menjadi ahli hadis, atau ilmu tafsir agar bisa menjadi ahli tafsir tanpa memahami dan menguasai ilmu fikih terlebih dahulu. Yang ada kita akan menjadi kaum libralisme. Seperti mereka-mereka yang tidak mau terhadap fikih atau tidak paham fikih, yang selalu menggembur-gemburkan ke publik untuk kembali langsung pada al-Qur'an dan hadis. Jelas mereka termasuk bagian dari golongan juhala'. Selain itu kita di dalam belajar ilmu fikih juga harus mempunyai seorang guru yang paham betul dengan ilmu fikih itu sendiri. Kita tidak cukup belajar otodidak atau hanya berbekal buku terjemahan atau tulisan-tulisan yang ada di media sosial tanpa sumber yang jelas.

Saya selalu ingat betul dawuh Gus Baha' yang selalu disampaikan ketika sedang ta'lim atau ketika mengisi ceramah untuk publik, “Kita harus memahami fikih dengan baik, dan betapa kacaunya suatu ilmu itu jika tidak dikawal oleh fikih.” Beliau sangat mewanti-wanti, terlebih kepada seluruh santrinya agar memahami betul ilmu fikih. "Orang-orang Liberal itu menjadi salah karena mereka tidak mau belajar fikih dengan serius,” lanjutnya.

Tidak sedikit orang-orang yang mengatakan, "Jangan hanya belajar syariat tapi juga hakikat, agar tidak mudah mengkafirkan orang lain, menilai jelek orang lain, merendahkan orang lain, dan semacamnya." Ada juga yang mengatakan, "Akhlak lebih utama daripada ilmu. Karena Nabi diutus untuk umatnya sebagai penyempurna akhlak."

Baiklah, perkataan itu tidak salah asalkan konteksnya sesuai. Artinya, orang yang masih atau hanya belajar ilmu syariat (fikih) tapi masih suka mengkafirkan orang lain (kecuali memang atas dasar syariat), atau suka menilai jelek orang lain, itu berarti mereka masih belum paham fikih seutuhnya. Karena syariat dengan hakikat atau fikih dengan tasawuf itu saling mengikat satu sama lain.

Kemudian terkait masalah kedua, di mana Nabi diutus kepada umat sebagai penyempurna akhlak, itu maksudnya adalah Nabi diutus sebagai penyempurna akhlak ketika syariatnya atau halal haramnya sudah benar. Artinya pelajari dulu ilmu fikih, halal haram, shalat, puasa dan seterusnya, baru setelah itu perbaiki akhlak. Bagaimana mungkin akhlak kita bernilai ibadah kalau kita tidak tahu ilmu syariat? Kita tidak tahu halal-haram? Yang ada itu hanya akan menjadi dosa tanpa kita sadari.

Terakhir, apa yang dikatakan Mbah Hasyim itu jelas sekali menyuruh kita untuk terlebih dahulu memahami ilmu fikih dengan baik. Karena bagaimana pun rumusan hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur'an dan hadis itu tidak bisa kita ambil bulat-bulat tanpa melalui rumusan ilmu fikih terlebih dahulu. Baru setelah syariat kita baik, kita bisa pindah pada thariqat sebelum akhirnya sampai pada puncaknya, hakikat.

Al-Fatihah untuk Mbah Hasyim. Semoga kita mendapatkan barakahnya.

Wallahu a'lam.

Repost: 18 Februari 2020

Oleh: Ahmad Mo’afi Jazuli


Editor: Daniel Simatupang