Sifat Amanah Nabi dan Rasul, Malaikat, Jin dan Manusia Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist

 
Sifat Amanah Nabi dan Rasul, Malaikat, Jin dan Manusia Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist
Sumber Gambar: foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Sifat amanah adalah sifat para nabi dan rasul yang Allah pikulkan tanggungjawab dalam menyampaikan risalah-Nya. Selain itu amanah juga adalah sifat-sifat para malaikat yang mengerjakan kebaikan, dan dari kalangan mereka adalah Jibril alaihissalam yang menurunkan Al-Quran ke Nabi Muhammad Saw. Demikian juga sifat amanah itu adalah dari sifat-sifat para hamba Allah Ta’ala yang beriman daripada kalangan jin dan manusia.

1. Sifat Amanah Nabi dan Rasul Allah Swt

Dalam al-Qur’an, makhluk yang paling sering disifati dengan amanah adalah para nabi dan rasul, sehingga dalam kitab-kitab ilmu kalam, para nabi dan rasul memiliki empat sifat yang wajib bagi mereka, seperti al-tablig menyampaikan risalah kepada umatnya, al-fatanah/memiliki kecerdasan atau intelegensia yang tinggi, al-sidq/memiliki kejujuran dan al-amanah/dapat dipercaya atau memiliki integritas yang tinggi. Dengan demikian, sering ditemukan dalam beberapa ayat, para rasul menyipati dirinya sebagai al-amin.

Baca Juga: Amanah Dalam Kepemimpinan

Nabi Nuh misalnya ketika mengajak kaumnya untuk takut kepada siksaan Allah SWT. atas kesyirikan yang mereka lakukan, namun kaum Nuh itu tetap mendustakan dia dan rasul-rasul sebelumnya, sehingga nabi Nuh mengatakan kepada kaumnya: Artinya: “Mengapa kamu tidak bertakwa?. Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu” (QS. al-Syu’ara’: 106-107).

Nabi Nuh mengatakan hal tersebut di atas, sebagai bentuk keheranannya atas kesyirikan yang mereka lakukan padahal sudah dilarang olehnya dan dia termasuk orang yang dikenal terpercaya dan tidak pernah dicurigai oleh kaumnya.

Senada dengan Nabi Nuh, Nabi Hud juga mengajak kaumnya agar mengenal Allah swt. dan taat kepada-Nya dengan melakukan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya dan menjauhkan dari siksaan-Nya, namun mereka tetap inkar dan mendustakan Nabi Hud dengan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Nuh. Artinya: “Mengapa kamu tidak bertakwa?. Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu” (QS. al-Syu’ara’: 124-125).

Bahkan pada ayat yang lain, Nabi Hud disebutkan sebagai pemberi nasehat yang dapat dipercaya, ketika kaumnya menolak ajakannya untuk menyembah Allah swt. dan takut kepada-Nya, akan tetapi kaumnya kemudian mengejeknya dengan menuduhnya sebagai orang bodoh dan pendusta, lalu Nabi Hud menyanggah ejekan itu dengan mengatakan: Artinya: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikitpun, tetapi Aku Ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan Aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu” (QS. al-A‘raf: 67-68).

Menurut al-Razi, maksud dari ungkapan naasih amin dalam ayat tersebut sebagai 1) Sanggahan terhadap ungkapan kaumnya 2) ﻭِﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻨَﻈُﻨُّﻚَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻜﺎﺫﺑﻴﻦ , Pokok pembicaraan tentang risalah dan tablig adalah amanah, sehingga ungkapan tersebut sebagai penguat terhadap risalah dan kenabian, 3) penjelasan tentang integritas Nabi Hud sebelum menjadi rasul sebagai seorang yang dikenal amanah oleh kaumnya. Oleh karena itu tidak seharusnya kaumnya menganggapnya sebagai pembohong atau orang bodoh. [11]

Hal yang sama dilakukan oleh Nabi Salih, Nabi lut dan Nabi Syu’aib dengan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Nabi Nuh dan Nabi Hud, yaitu: Artinya: “Mengapa kamu tidak bertakwa?. Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu”.

Di samping nabi-nabi yang telah disebutkan di atas, nabi yang juga disifati sebagai al-amin adalah Nabi Musa as., bahkan Nabi Musa disebutkan dua kali sebagai al-amin dalam al-Qur’an, yaitu pada QS. al-Dukhan: 18. Artinya: “Sesungguhnya sebelum mereka Telah kami uji kaum Fir’aun dan Telah datang kepada mereka seorang Rasul yang mulia. (dengan berkata): “Serahkanlah kepadaku hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak). Sesungguhnya Aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu”.

Kata rasul al-amin dalam ayat tersebut sebagai dasar ajakan Nabi Musa terhadap kaumnya agar beribadah kepada Allah swt. pengakuan Nabi Musa as. diperkuat oleh mukjizat yang dimilikinya.

Sedangkan al-amin kedua yang diberikan kepada Nabi Musa terjadi bukan dalam masalah risalah, akan tetapi tentang penilaian putri Nabi Syu’aib kepada Nabi Musa as. dengan mengatakan: Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya” (QS. al-Qasas: 26).

Baca Juga: Sang Jurnalistik Harus Amanah dan Jujur

Dalam tafsir al-Tabari dijelaskan bahwa penilaian salah satu putri Nabi Syu’aib terhadap Nabi Musa bahwa dia sangat kuat dan dapat dipercaya karena apa yang dilihatnya pada saat Nabi Musa memberi minum terhadap hewan ternak mereka, sedangkan penilaian amanah terjadi karena keterjagaan pandangan Nabi Musa terhadap kedua putri Nabi Syu’aib dalam perjalanan ke rumah mereka. (12)

2. Malaikat

Di antara makhluk yang menjadi objek amanah adalah malaikat. Malaikat terkadang disifati sebagai al-amin oleh Allah swt., khususnya Jibril pembawa wahyu kepada para nabi. Artinya:“Dan Sesungguhnya Al Quran Ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan” (QS. al-Syu’ara’: 192-194).

Menurut Ibn ‘Asyur, yang dimaksud dengan al-ruh al-amin dalam ayat tersebut adalah Jibril as. Menurutnya, Jibril as. dinamakan al-ruh} karena malaikat berasal dari alam ruhaniyah, sedangkan al-amin diberikan sebagai kepercayaan Allah swt. terhadap Jibril untuk menyampaikan wahyu-Nya.

Lain halnya dengan al-Sya’rawi, menurutnya Jibril as. disebut al-ruh karena dengan ruh seseorang akan hidup dan para malaikat itu hidup meskipun tidak memiliki jasad. Sedangkan al-amin diberikan kepadanya karena dia terpelihara di sisi Allah swt., terpelihara di sisi al-Qur’an dan terpelihara di sisi Nabi saw. [13]

Dengan demikian, mayoritas ulama tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud al-ruh al-amin dalam ayat tersebut adalah Jibril as.karena hal itu diperkuat oleh ayat lain dalam QS. al-Baqarah: 97 yang menyebutkan nama Jibril as. Artinya: “Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu Telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah”.( QS. al Baqarah: 97)

Ayat lain yang menjelaskan tentang malaikat disifati dengan amanah adalah QS. al-Takwir: 21-22: Artinya: “Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila”.( QS. al-Takwir: 21-22)

Ayat tersebut di atas dan ayat sebelumnya menjelaskan beberapa sifat mulya malaikat Jibril as. di antaranya karim/mulya karena diberikan tugas yang paling mulya yaitu menyampaikan wahyu kepada para nabi, zi quwwah/memiliki kekuatan dalam menjaga dan dijauhkan dari kelupaan dan kesalahan, zi al-‘arsy makin/ mempunyai posisi yang tinggi di sisi Allah swt. karena dia diberi apa yang dimintanya, muta’in/yang ditaati di alam malaikat karena pendapatnya menjadi rujukan para malaikat, amin/dipercaya membawakan wahyu dan risalah Allah swt. terhadap para nabi-Nya. (14)

Dari kedua ayat tersebut, diketahui bahwa amanah bukan saja diberikan kepada manusia, akan tetapi amanah juga dapat disematkan kepada para malaikat, khususnya malaikat Jibril as. selaku penghubung Allah swt. dengan para nabi-Nya.

3. Jin

Jin meskipun sering dikonotasikan sebagai makhluk durhaka, akan tetapi dalam al-Qur’an sebagian jin ada yang beriman kepada Allah swt. bahkan ‘Ifrit dari golongan jin yang hidup pada masa nabi Sulaiman berkenan membantu nabi Sulaiman dengan berusaha memindahkan singgasana ratu Balqis, sebagaimana dalam QS. al-Naml: 39: Artinya: “Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; Sesungguhnya Aku benar-benar Kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”.(Q.S al-Naml: 39)

Baca Juga: Ini Amanah Al-Mursyid Syekh Haji Hasyim Al-Syarwani Tuan Guru Babussalam kepada Jokowi

Ayat tersebut menegaskan tentang kemampuan ‘Ifrit memindahkan singgasana ratu Balqis pada saat itu dalam waktu singkat. ‘Ifrit juga menjamin bahwa dia dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas tersebut.

Al-Mawardi dalam tafsirnya menjalaskan bahwa yang dimaksud dengan al-amin dalam ayat tersebut ada tiga pendapat, yaitu: 1) dia dapat dipercaya menjaga permata dan berlian yang terdapat dalam istana tersebut, 2) dia dapat dipercaya mendatangkan istana tersebut dan tidak menggantinya dengan istana lain, 3) dia dapat dipercaya menjaga kehormatan ratu balqis. (15)

Namun mayoritas ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-amin dalam ayat tersebut adalah jaminan kepercayaan yang diberikan oleh ‘Ifrit untuk membawa istana seperti sedia kala tanpa ada perubahan, pengurangan atau penambahan, khususnya yang terkait dengan isi singgasana.

4. Manusia

Dalam al-Qur’an, manusia satu-satunya makhluk yang dicela karena menerima amanah dari Allah swt. pada saat makhluk lain menolaknya ketika ditawarkan kepadanya. Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.(Q.S al-Ahzab-72)

Al-Biqa’i ketika menafsirkan ayat di atas mengatakan bahwa yang dimaksud al-insan adalah mayoritas manusia, bukan setiap individu manusia. Oleh karena itu, manusia yang khianat terhadap amanah jauh lebih banyak dari pada yang memegang amanah, karena nafsu manusia pada dasarnya penuh dengan kekurangan dan keinginan. Oleh sebab itu, Allah swt. menyifati manusia dengan zalum jahul agar manusia tidak sekedar melihat sifatnya yang al-ins, jinak dan ramah, al-‘isyq/keinginan yang kuat, al-‘aql/akal fikiran dan al-fahm/pemahaman sehingga seakan tidak memiliki kekurangan.(16).