Mau Jadi Hamba Allah? Ini Syaratnya

 
Mau Jadi Hamba Allah? Ini Syaratnya
Sumber Gambar: Foto : (ist)

Laduni.ID, Jakarta - Sahabat pembaca budiman, siapa diantara kita yang tidak ingin menjadi Hamba-Nya? Tentu semua kita ingin dan berupaya untuk menjadi Hamba Allah. Tetapi, tentu membutuhkan proses yang harus dilalui dan membutuhkan prasyarat.

Penulis Kitab Al Hikam, Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari--atau Syekh Ibnu Atha’illah mengatakan, bahwa untuk menjadi Hamba-Nya, kita harus membersihkan sifat buruk di hati lebih dulu.  

اخرج من اوصاف بشريتك عن كل وصف مناقض لعبوديتك لتكون لنداء الحق مجيبا ومن حضرته قريبا

“Keluarkanlah sifat-sifat kemanusiaan yang bertentangan dengan kehambaanmu agar kau mudah menyambut panggilan Allah dan dekat dengan-Nya.” Syekh Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam.

Menurut pensyarah asal Mesir, Syekh Abdullah asy-Syarqawi al-Khalwati, hikmah dari ungkapan Syekh Ibnu Atha'illah adalah bahwa kita harus keluarkan sifat-sifat kemanusiaan yang tercela dari dalam hati kita dengan riyadhah dan mujahadah. Seperti sigat riya, iri, dengki, hasad, ujub, sombong, gila harta, gila hormat dan kedudukan.

Mantan Grand Syekh Universitas al-Azhar itu menjelaskan, bahwa bila kita sudah membersihkan hati dari sifat-sifat buruk tersebut, atau yang bertentangan dengan predikat ke-hambaan, maka hati akan mudah menerima seruan Al-Haq. Ketika engkau berhasil mengeluarkan sifat sifat burukmu, lalu menyisakan sifat-sifat baik, tawadhu, khusyuk dihadapan-Nya, mengagungkan-Nya, menjaga hukum-hukum-Nya, takut kepada-Nya, ikhlas dalam menyembah-Nya, maka di saat datang seruan padamu "Wahai hamba-Ku," maka engkau pun akan menjawab "Aku datang kepada-Mu, Tuhan.”

Engkau pun akan tulus dan ikhlas menjawab seruan sifat-sifat yang bertentangan itu telah hilang. Kau pun akan dekat dengan-Nya sehingga Dia akan menjagamu dari dosa (mahfuzh) dan memudahkan segala amalmu yang kelak akan kaunikmati hasilnya. Ada perbedaan makna antara Mahfuzh (terjaga) dari dosa dengan lafal Ma'shum (terlindungi dari dosa). Mahfuzh itu diberikan Allah kepada para wali, sedangkan Ma'shum hanya diberikan kepada Rasul-Nya.

Bedanya adalah Ma'shum sama sekali tidak pernah menyentuh dosa, sedangkan Mahfuzh terkadang melakukan kesalahan dan kekeliruan, tapi tidak selamanya demikian. Saat keliru, seseorang yang telah Mahfuzh akan langsung bertobat.

Ketahuilah bahwa di mata ahli thariqah, menjauhi sifat buruk dan memiliki sifat mulia merupakan hakikat dan tujuan dari suluk. Hal itu tidak akan bisa diraih kecuali orang itu diberi taufik dan bimbingan Allah untuk mengenali dirinya sendiri dan mengetahui sifat sifat buruknya. Sebab, siapa yang mudah mengenali dirinya dan sifat buruknya, ia akan waspada dan berusaha menghindari sifat sifat itu.

(Syekh Ibnu Atha'illah dalam Al-Hikam, syarah Syekh Abdullah Asy-Syarqawi)