Hukum Perkawinan dengan Calon Suami yang Menalak Istri Pertama secara Lisan Menurut Prof. Quraish

 
Hukum Perkawinan dengan Calon Suami yang Menalak Istri Pertama secara Lisan Menurut Prof. Quraish

LADUNI.ID, Jakarta – Tulisan ini merupakan tanya jawab dari 101 persoalan perempuan yang tulis oleh Prof. Habib Quraish Shihab. Di dalam tulisan ini akan menjelaskan tentang hukum perkawinan dengan calon suami yang menalak istri pertama secara lisan menurut Prof. Habib Quraish Shihab.

***

Saya seorang janda (suami meninggal), suatu hari saya diperkenalkan dengan seorang laki-laki. Sepertinya saya cocok, ternyata laki-laki tersebut sudah sepuluh tahun tidak berhubungan intim dengan istrinya dan sudah tidak serumah, kalimat cerai hanya diucapkan secara lisan, bolehkah saya menikah dengan laki-laki tersebut yang saya tahu memang belum bercerai lewat hukum, apakah dalam Islam sudah terbilang mereka cerai secara agama, apa perlu laki-laki itu minta izin dengan si istri apabila dia mau menikah? Mohon penjelasannya, Pak.

Mardiyanti, Pegawai Swasta, Yogjakarta

Kalau kita merujuk ke pendapat ulama-ulama masa lampau maka kita dapat menyimpulkan bahwa mereka menilai Talak perceraian telah jatuh begitu ucapan talak diucapkan oleh suami. Bahkan di antara ulama itu ada yang berkata: “Talak jatuh, baik ucapan itu diucapkan serius maupun bercanda.”

Tapi ada juga ulama yang memperketat syarat jatuhnya talak, antara lain bahwa ia baru jatuh bila diucapkan secara sadar dan disaksikan oleh dua orang saksi. Pandangan ini kemudian dianut oleh Undang-Undang Perkawinan kita di Indonesia, sehingga perceraian baru jatuh bila disahkan oleh pengadilan.

Ada kasus di mana suami telah mengucapkan talak terhadap istrinya secara sadar dan serius, bahkan menyatakan hal tersebut di Pengadilan Agama, bahkan telah disahkan, tetapi di tingkat banding keputusan tersebut digugurkan, sehingga perceraian dinyatakan batal demi hukum.

Dari sini, maka jika Anda bermaksud menikahi lelaki yang telah menceraikan istrinya secara lisan, tapi belum dikukuhkan oleh Pengadilan Agama, maka tentu saja, demi hukum yang berlaku di Indonesia, Anda harus mendapatkan kepastian terlebih dahulu dari pihak yang berwenang.

Soal apakah izin istri diperlukan atau tidak dalam kasus yang Anda kemukakan ini, pengadilanlah yang akan memutuskan, apalagi ia tidak pernah lagi berhubungan intim dengan istrinya. Demikian, wa Allah A'lam.

Sumber: M. Quraish Shihab. M. Quraish Shihab​ Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui. Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2011.