Ramalan Gus Dur

 
Ramalan Gus Dur

LADUNI.ID, Jakarta - Begitu lulus dari Fakultas Adab di Baghdad (1970), Gus Dur pergi ke Belanda. Dari negeri Kincir itu, dia menulis surat panjang kepadaku tentang rencana pulang bersama. Yang masih aku ingat, dalam suratnya itu antara lain dia menulis:

"Begitu sampeyan lulus, segera cari utangan dan nyusul saya ke Belanda. Aku sudah carikan pekerjaan yang sesuai bakat sampeyan di bagian advertensi. Gajinya cukup besar. Saya sendiri sudah bekerja dengan gaji yang lebih besar lagi. Ngepel kapal.”

“Nanti kita bisa menabung dan beberapa bulan saja kita sudah bisa membeli mobil seken (bekas). Dengan mobil itu nanti kita pulang via darat ke Indonesia. Kawan-kawan dari negara-negara yang kita lewati sudah saya beritahu tentang rencana ini. Dengan demikian nanti kita bisa berkesempatan luas untuk bicara dan berdiskusi terutama tentang Indonesia. Kalau sudah sampai tanah air, kita tidak akan punya banyak kesempatan bertemu..."

Hampir bersamaan dengan suratnya, aku terima surat dari ayahku yang menyuruhku mengawani ibuku yang tahun itu naik haji tidak dengan ayah. Ketika hal ini aku sampaikan kepadanya, dia dengan tegas menjawab: "Dahulukan ibu sampeyan. Kita nanti bikin rencana alternatif, misalnya setelah sampai tanah air, kita menjaga murasalah, minimal sebulan sekali. Wassalam."

Begitulah, akhirnya Gus Dur lebih memilih pergi dari Belanda ke Jerman dan Perancis untuk memuaskan kesukaannya membaca di perpustakaan. Dan aku pergi ke Saudi untuk mengawani ibuku berhaji.

Pada tahun 1971, ternyata dia sudah lebih dahulu sampai Indonesia dan menikah. Aku menyusul kemudian. Dan seperti 'ramalan'nya, kami tidak lagi punya banyak kesempatan untuk bertemu. Hanya surat-suratan; ini pun tidak bisa seperti yang dia harapkan minimal sebulan sekali. Jika sewaktu-waktu aku ke Jakarta, aku berusaha mencuri sedikit waktu berharganya. Atau dia mampir menemuiku sebentar di hotel tempatku menginap.

Hal ini terutama dikarenakan kesibukannya yang semakin lama semakin padat sebagai pemimpin umat dan bangsa. Hingga dia wafat setelah seminggu rawuh di Rembang. Semoga Allah menempatkannya di tempat penuh rahmat di sisi-Nya. Lahul Faatihah.

Sumber: KH. Ahmad Mustofa Bisri