Hukum Menyadarkan Suami yang Lalai Shalat Lima Waktu Menurut Prof. Habib Quraish Shihab

 
Hukum Menyadarkan Suami yang Lalai Shalat Lima Waktu Menurut Prof. Habib Quraish Shihab

LADUNI.ID, Jakarta – Tulisan ini merupakan tanya jawab dari 101 persoalan perempuan yang tulis oleh Prof. Habib Quraish Shihab. Di dalam tulisan ini akan menjelaskan tentang hukum menyadarkan suami yang lalai shalat lima waktu menurut Prof. Habib Quraish Shihab.

***

Suami saya tidak menjalankan ibadah shalat 5 waktu. Selalu saja punya alasan untuk tidak melakukannya. Sementara saya berusaha menunjukkan bahwa saya bisa shalat 5 waktu meskipun jam kerja saya tidak fleksibel. Setiap membahas masalah ini suami saya selalu mengatakan bahwa istri tidak boleh mengajarkan suami. Dan ia selalu bilang, kalau saya menjalankan ajaran Islam, maka artinya saya tidak boleh mendikte suami, karena ialah pemimpin saya, bukan sebaliknya. Bagaimana menurut Bapak?

Tidak benar apa yang diucapkan oleh suami Anda itu. Suami istri adalah dua sosok yang seharusnya saling membantu, dan saling membimbing. Al-Qur’an memerintahkan suami istri untuk saling bermusyawarah (QS. ath-Thalaq (65): 6)

اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ (٦)

Artinya: Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

Benar bahwa suami berfungsi sebagai “pemimpin rumah tangga”, tetapi kepemimpinan itu bukanlah berarti kesewenangan. Ia adalah “pemenuhan kebutuhan, perhatian, pemeliharaan, dan pembelaan”. Kepemimpinan siapa dan terhadap siapa pun tidak boleh mengantar kepada kesewenang-wenangan.

Bukankah “musyawarah” merupakan anjuran al-Qur’an dalam menyelesaikan setiap persoalan, termasuk persoalan yang dihadapi keluarga? Jangan bosan mengingatkan dengan baik dan sopan tentang shalat.

Al-Qur’an suci berpesan, bahwa:

وَأْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلٰوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاۗ لَا نَسْـَٔلُكَ رِزْقًاۗ نَحْنُ نَرْزُقُكَۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوٰى (١٣٢)

Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thaha 20: 132).

Demikian, wa Allah A'lam.

Sumber: M. Quraish Shihab. M. Quraish Shihab​ Menjawab 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda Ketahui. Ciputat Tanggerang: Lentera Hati, 2011.