Asal-Usul Terciptanya Kalimat Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq

 
Asal-Usul Terciptanya Kalimat Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq

LADUNI.ID, Jakarta - Foto ini diambil saat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU, KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal (Mustasyar PBNUwaktu itu) mendoakan Gus Dur, dan Gus Dur pun mengamini doa beliau.

Untuk diketahui, KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal adalah santri langsung dari Hadlratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy'ari dan KH. Raden Asnawi Kudus, juga sahabat karib dari KH. Wahid Hasyim (Ayahanda Gus Dur).

Tahukah kalian bahwa KH. Ahmad Abdul Hamid inilah yang menciptakan kalimat: Billahit Taufiq Wal Hidayah dan Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq, yang biasanya diucapkan atau ditulis sebelum salam penutup.

Pada mulanya, kalimat Billahit Taufiq Wal Hidayah yang beliau ciptakan itu sebagai penutup ceramah, pidato dan surat menyurat  bagi kalangan warga NU, tapi akhirnya kalimat penutup itu ditiru dan digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam dari berbagai organisasi dan pergerakan, sehingga kekhasan untuk warga NU sudah tidak ada lagi.

Oleh karena itu, beliau menciptakan kalimat baru: Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq yang dirasa cukup sulit ditirukan oleh warga non-NU.

***

Sebagaimana ditulis oleh Zainuddin Assyarifie bahwa kiprah Kiai Hamid di lingkungan NU dimulai dari tingkat daerah sampai PBNU. Beberapa posisi penting di NU yang pernah didudukinya adalah adalah Rais Syuriyah PCNU Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH. Sahal Mahfudh), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU.

Ketokohannya tak banyak ditulis di media massa, namanya tak sering disebut dalam panggung-panggung nasional, atau didengungkan di berbagai kajian sejarah ke-NU-an kita, tapi kiprah dan produktivitasnya dalam berkarya tak bisa diremehkan begitu saja.

Sejak tahun 1930-an, Kiai Achmad Abdul Hamid telah terlibat dalam penulisan dan penerbitan majalah Berita NO (Nahdlatoel Oelama-red). Bahkan dalam sebuah tulisan, K.H. Sahal Mahfudz menyebut kiai Achmad Abdul Hamid sebagai sosok yang begitu rapi dalam menyimpan dokumen-dokumen penting NU, salah satu yang sangat rapi disimpannya adalah dokumen-dokumen Buletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nahdatoel Oelama).

Kecintaannya terhadap dunia tulis menulis juga ditunjukkannya dengan menulis dan menerjemahkan kitab-kitab yang kebanyakan ditulis dengan bahasa Jawa dalam tulisan Arab pegon. Terbilang lebih dari 20 kitab yang telah ditulisnya, meliputi bidang akidah, sejarah Islam, syari’ah, ke-NU-an maupun tuntunan dakwah Islam. Salah satu karyanya yang cukup fenomenal adalah terjemahan Qanun Asasi Hadlratus Syeikh Hasyim Asy’ari yang diterjemahkannya atas perintah dari Sekretaris Jenderal PBNU kala itu, K.H. Saifudin Zuhri.

Terjemahan tersebut telah dimulai oleh KH. Mahfudz Shiddiq tetapi tidak selesai sehingga PBNU meminta kiai Achmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Achmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.

Kiai Achmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.(*)