KH. Husein Muhammad: Gus Dur Sastrawan Besar dan Nama Alissa

 
KH. Husein Muhammad: Gus Dur Sastrawan Besar dan Nama Alissa

LADUNI.ID, Jakarta - Nama Gus Dur atau Abdurrahman Wahid tak muncul dalam deretan sastrawan Indonesia, sebagaimana karibnya; Gus Mus atau Musthafa Bisri, atau Ahmad Tohari. Ini mungkin hanya soal waktu belaka atau soal pilihan apa yang paling mendesak bagi Gus Dur untuk segera diselesaikan pada hari-harinya yang padat itu. Hasratnya untuk menulis novel terus terpendam dalam palung hatinya.

Greg Barton, penulis Biografi Gus Dur, menginformasikan kepada kita tentang pikiran-pikiran Gus Dur yang memukau, dekonstruktif dan melompat atau melampaui. Ia tak hendak terbelenggu dalam terma baku sastra formalistik yang acap kali kering-kerontang dari ruh transenden.

Gus Dur mengatakan: “Kehidupan kita juga tidak hanya diarahkan oleh kepastian-kepastian kebenaran ideologis, kebenaran yang formal. Kita juga ternyata memerlukan ketidakpastian, kegalauan dan kesenduan.”

Dalam sebuah novel berbahasa Perancis –yang dalam bahasa Indonesia diberi judul “Gerbang yang tertutup”, dikisahkan seorang gadis bernama Alissa. Dia mencintai sepupunya. Kegalauan gadis Alissa terombang-ambing oleh rasa cinta, rasa takut dan rasa bimbang yang akhirnya justru menghaluskan perasaannya. Membawa diri kepada kesadaran bahwa di balik semua itu, yang mengacaukan, membingungkan dan menggalaukan, tampak yang abadi. Yaitu Tuhan. Karena itulah hanya orang-orang yang mendapati kebesaran Tuhan dalam konteks ini, maka bagi merekalah jalan untuk membuka gerbang yang tertutup ini menjadi sangat luas. Sedemikian besar pengaruh ketokohan dan sosok Alissa dalam diri saya, sehingga nama itu saya berikan untuk putri pertama saya. Dari sini kita dapat memahami seni dan budaya berfungsi agar hidup kita tidak terlalu serba pasti dan tidak serba benar”.

Usai upload ini di FB, Gus Mus rupanya membaca. Beliau memberi komentar begini:

Allahu yarham Gus Dur punya novel bagus sekali tentang kehidupan kiai dan dunia pesantren. Sudah pernah diceritakan secara lisan kepadaku ketika di Mesir. Dari waktu ke waktu aku berusaha mendorongnya untuk mewujudkannya dalam tulisan. Namun ternyata usahaku kalah dengan kesibukan-kesibukan keummatannya yang berdesak-desak berlomba minta perhatiannya. Lahul Fãtihah”.

Aku merespon: “Gus Mus: alhamdulillah. Ini yang belum aku tahu. Jika saja mengetahuinya, aku akan menuliskannya dalam buku "Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus", dan pengantar buku bagus yang Gus Mus serahkan kepadaku itu yang sedang aku tulis. Nah, benar juga dugaanku, bahwa beliau bukan tidak mampu menulis novel atau puisi atau naskah drama, seperti Taufiq al-Hakim, misalnya, tetapi kesibukan luar biasa beliau melayani umat lah soalnya. Syukron Jazilan, ya Sayydi al-Syeikh Ahmad Mustofa Bisri”.(*)

***

Penulis: KH. Habib Husein Muhammad