Mata Uang Picis Demak Abad ke-15

 
Mata Uang Picis Demak Abad ke-15

LADUNI.ID, Jakarta - Banyak kini yang sibuk nyari di mana kraton Demak, tapi lupa bahwa ada mata uang Demak yang lebih penting  dicari: karena memberi tambahan data tentang sejarah  para Wali Songo di Nusantara, terutama peran mereka dalam penciptaan aksara pegon dan konstruksi ilmu ekonomi Nusantara.

Ini mata uang picis Demak koleksi Museum Uang Sumatera di Medan. Mata uang ini beredar di era transisi kuasa dari Majapahit ke Kesultanan Demak 1470-an. Koin ini terbuat dari tembaga dan timah, yang merupakan mata uang rakyat pesisir masa itu, sebagai alternatif atas koin picis Majapahit yang juga dari bahan yang sama.

Pada foto kiri tertulis pada koin itu jelas tertulis:

سلطان دمق فقرن الفـَـاتح

Sultan Demak Pangeran al-Fatih (Raden Patah).

Pada koin kanan beberapa kata tidak jelas. Tapi ada satu kata tertulis sangat-sangat jelas: فقرن (Pangeran)...  ق = ng (mengikuti model penulisan aksara Persia-Mongolia) kemungkinan kelanjutannya adalah Pangeran Demak.

Pada bagian lain yang posisinya terbalik, pada koin tertulis kemungkinan adalah ungkapan shalawat atas Baginda Nabi: محمد صل وسلم عليه

Kehadiran koin Demak ini memberi bukti baru akan masa awal kemunculan aksara pegon yang dipakai para Wali dalam kegiatan literasi dan tulis-menulis peradaban Islam Nusantara. Ini bukti tertua adanya tulisan pegon pernah dipakai, dari abad 15! Artinya dari masa Majapahit tulisan pegon ini sudah tersebar di masyarakat bersamaan dengan maraknya beberapa pesantren di pesisir utara Jawa. Ketika mata uang Demak muncul, tulisan ini pun mulai dilembagakan secara resmi sebagai aksara negara.

Mata uang ini tidak menyebut kata khalifah… Catat!

Mata uang ini sangat strategis bagi konstrksi ilmu ekonomi Nusantara, karena memberi kondisi bagi praktik permodalan transaksi ekonomi musyarakah atau bagi hasil, sebagai landasan penciptaan sistem sosial-politik yang egaliter dan adil di Nusantara. (Baca buku Islam Nusantara, jilid 1, bab 9).

Antonio Galvao, pengembara Portugis dari tahun 1544, memberikan pengamatannya di Maluku setelah mengetahui beredarnya mata uang Demak ini: sejak masuknya orang-orang Muslim dari Jawa itu (murid-murid Kangjeng Sunan Giri), orang-orang Maluku mulai mengenal “mata uang, tulisan, agama baru, musik, hukum dan hal-hal baik lainnya” –bersamaan dengan maraknya penanaman rempah-rempah!  

Selain di Maluku, mata uang Demak juga masuk ke Sumatera, seperti tersimpan kini di Medan.

Sebutan Sultan untuk Raja Demak ini pada koin tersebut sekaligus mengoreksi beberapa penilaian orientalis seperti de Graaf yang tidak percaya raja Demak punya gelar Sultan.

Yuk, ngaji lagi sejarah Demak yang berberkah bagi Nusantara ini.

***

Penulis: Ahmad Baso
Editor: Muhammad Mihrob