Inilah 6 Orang Budak yang Menjadi Ulama Besar

 
Inilah 6 Orang Budak yang Menjadi Ulama Besar

LADUNI.ID, Jakarta - Di masa tabi’in, banyak bermunculan para ulama yang berasal dari mereka yang berstatus budak. Berikut enam di antaranya adalah:

1. Abu Aliyah

Abu Aliyah juga merupakan seorang ulama mufassir dari kalangan tabi’in, yang merupakan budak dari seorang perempuan dari Bani Riyah. Hidup di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan dia masih muda, kemudian masuk Islam di masa Abu Bakr Ash Shiddiq. (Siyar A’lam, 4/207)

Abu Aliyah Aliyah hafal Al Qur`an dan berguru ilmu qiraat kepada Ubai bin Ka’b. Dan ia pernah menyatakan,”Hendaklah kalian memplajari Al Qur`an lima ayat, lima ayat, karena hal itu lebih memudahkan bagi kalian untuk menjaganya, sebagaimana Jibril menurunkan lima ayat, lima ayat. (Siyar A’lam, 4/211)

2. Ikrimah

Ikrimah adalah seorang ulama tafsir dan seorang faqih di masa tabi’in. Ikrimah tidak berasal dari bangsa Arab, namun dari bangsa Barbar. Ada yang mengatakan bahwasannya Ikrimah adalah budak milik Hishin bin Abu Al Hurr Al Anbari, yang dihibahkan kepada Ibnu Abbas. (Siyar A’lam An Nubala`, 5/ 12).

Ikrimah memperoleh ilmu Al Qur`an dan fiqih dari Ibnu Abbas, dimana ia pernah mengatakan,”Ibnu Abbas mengikat kakiku dengan tali, agar aku belajar Al Qur`an dan Sunnah.” Bahkan Ikrimah sudah diperintahkan oleh Ibnu Abbas untuk berfatwa, dimana ia berkata,”Aku belajar selama empat puluh tahun, aku berfatwa di depan pintu, sedangkan Ibnu Abbas di dalam rumah. (Siyar A’lam An Nubala`, 5/14)

Meski sudah menjadi ulama besar, namun ia belum merdeka hingga Ibnu Abbas wafat. Akhirnya putra Ibnu Abbas, Ali bin Abdillah menjualnya kepada Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah dengan harga empat ribu dinar. Akhirnya Ikrimah berkata kepada Ali bin Abdillah,”Tidak ada kebaikan pada dirimu, apakah kamu menjual ilmu ayahmu dengan empat ribu dinar?” Akhirnya Ali bin Abdillah pun meminta pembatalan jual-beli, dan Ikrimah pun dibebaskan. (Siyar A’lam, 5/ 16)

3. Mujahid

Mujahid adalah seorang imam di kalangan para mufassirin, berbadan gelap, budak dari Sa`ib bin Abi Sa`ib Al Makhzumi. Mujahid banyak belajar Al Qur`an dan fiqih kepada Ibnu Abbas Radhiyallahu`anhu. Mujahid pernah mengatakan,”Aku membaca di hadapan Ibnu Abbas Al Qur`an 30 kali, setiap ayat aku tanyakan kepadanya sebab turunya dan bagaimana.” (Siyar A’lam, 4/450)

Karena ilmunya dalam tafsir, seorang ulama besar yang bernama Sufyan Ats Stauri sampai berkata,”Hendaklah kalian mengambil tafsir dari empat orang: Mujahid, Sa`id bin Jubair, Ikrimah, dan Dhahhak.” (Siyar A’lam, 4/451)

Al A`masy pernah juga menyatakan,”Mujahid seperti pekerja angkut, namun ketika ia berbicara, seakan-akan mutiara keluar dari mulutnya.” (Siyar A’lam, 4/453)

Abu Nu’aim menyatakan bahwasannya Imam Mujahid wafat pada tahun 102, dalam keadaan sedang bersujud. (Siyar A’lam, 4/455)

4. Atha' bin Abi Rabah

Atha` bin Abi Rabah merupakan budak Bani Fahr, fatwa di Makkah kembali kepada dua orang, Mujahid dan Atha`. Atha` sendiri berkulit hitam, berhidung pesek, melihat dengan satu mata, tangannya buntung, pincang, kamudian buta. (Al Aqd Ats Tsamin, 5/206).

Bahkan di masa Bani Umayah, mereka menyerukan, ketika ibadah haji berlangsung,”Tidak boleh berfatwa, kecuali Atha’ bin Abi Rabah. Jika tidak ada Atha’, maka Abdullah bin Abi Najih. (Siyar A’lam An Nubala`, 5/82).  Atha` sendiri juga meriwayatkan Hadits dari para sahabat, termasuk Aisyah, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan lainnya. Semoga Allah merindhai semuanya. (Siyar A’lam An Nubala`, 5/79)

5. Nafi' Budak Ibnu Umar

Jika Atha’ adalah mufti di Makkah, maka Nafi’ adalah mufti di Madinah. Ia merupakan budak Ibnu Umar dan periwayat ilmunya. (Siyar A`lam An Nubala`, 5/ 95)

Suatu saat, Nafi` bersama tuannya, Ibnu Umar bertemu dengan Abdullah bin Ja`far. Saat itu, Abdullah ingin membeli Nafi’ dengan harga sepuluh ribu. Ibnu Umar pun enggan menjualnya, dan ia pun memerdekakan Nafi’. (Siyar A`lam An Nubala`, 5/ 97)

Bagi para muhaddits, sesungguhnya riwayat Imam Asy Syafi’i dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar disebut sebagai rantai emas, karena keilmuan seluruh periwayat dari rangkainan sanad itu. (Qiladah An Nahr, 2/52)

6. Thawus bin Kaisan

Thawus bin Kaisan merupakan seorang faqih juga hafidz Hadits dari Yaman. Thawus termasuk keturunan penduduk Persia, dimana Kisra mempersiapkan mereka untuk merebut Yaman. Ia lahir di masa pemerintah Ustman bin Affan Radhiyallahu anhu. Thawus sendiri mengambil ilmu dari Ibnu Abbas, bahkan ia merupakan murid seniornya. (Siyar A’lam An Nubala, 5/ 38, 39)

Disamping sebagai seorang ulama, thawus juga seorang yang zuhud, dimana ia selalu berdoa,”Ya Allah, cegahlah aku dari banyak harta dan banyak anak.” (Siyar A’lam An Nubala`, 5/ 44).

Keteguhan Thawus bin Kaisan dalam menjaga kesucian iman dan Ilmu, patut menjadi teladan bagi setiap umat Islam, terutama elite ulama yang memiliki kedekatan dengan para penguasa.

Soal kemantapan iman, kejujuran kata-kata, kezuhudan terhadap dunia, dan keberanian dalam menyerukan kalimat yang benar kendati harus ditebus dengan harga yang mahal, Thawus adalah teladan yang sangat mengesankan.

Bagaimana tidak, mesti berkali-kali penguasa setingkat gubernur memberikan hadiah demi mengurangi kritikan tajam Thawus terhadap lingkaran kekuasaan, Ia tidak segan menolak dan mengembalikan hadiahnya secara langsung. Bagi Thawus, kebaikan secara total dapat terwujud bila dimulai dari penguasa.

Thawus juga merupakan seorang ahli ibadah, dimana suatu saat ia melaksanakan shalat di waktu musim dingin. Kemudian Muhammad bin Yusuf, saudara Hajjaj lewat, sedangkan Thawus dalam keadaan sujud. Kemudian Muhammad bin Yusuf pun menutupi tubuh Thawus dengan kain, sedangkan Thawus masih tetap dalam sujudnya. Setelah Thawus melakukan salam, ia melihat ada kain, namun ia biarkan, dan ia pun pergi ke rumahnya.

(Siyar A`alam An Nubala`, 5/38).