Khutbah Jum’at: Peran Akhlak dan Etika dalam Berbangsa dan Bernegara

 
Khutbah Jum’at: Peran Akhlak dan Etika dalam Berbangsa dan Bernegara

Khutbah Pertama

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ

فَيَايُّهَا الإِخْوَان، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمْ: الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ ، وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. صَدَقَ اللهُ العَظِيمْ

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Mengawali khutbah ini khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan kepada kita semua jama’ah shalat jum’at untuk senantiasa berupaya meningkatkan ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan cara melaksanakan semua kewajiban dengan segenap keteguhan hati dan kemantapan jiwa, dan menjauhkan diri dari seluruh yang diharamkan dengan penuh ketabahan dan kesabaran.           

Baca juga: Meredam Islamofobia dengan Kode Etik Dakwah Nabi Muhammad SAW

Jama’ah Shalat Jum’at Yang Dirahmati Allah SWT

Secara bahasa Akhlak atau budi pekerti disamakan dengan kata “Moral” atau “Ethic”, yang sama-sama berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Mores” dan “Ethicos”, yang  bermakna adat kebiasaan.  Imam Al-Ghazali di dalam kitab “Ihya’ Ulumuddin” mendefinisikan akhlak ini sebagai suatu perangai atau watak dan tabiat yang menetap kuat didalam jiwa seseorang, dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.

Baca juga: Khutbah Jum’at: Agama Itu Nasihat

Jadi, apabila tabiat atau perangai seseorang itu baik, maka akan lahir akhlak yang baik atau Akhlakul Karimah, dan sebaliknya  jika tabit atau perangai seseorang itu buruk, maka akan lahir akhlak tercela atau Akhlakul Madzmumah. Dengan demikian, peran akhlak sangat penting dalam kehidupan manusia, terlebih karena manusia itu adalah makhluk sosial, yang selalu berinteraksi dengan sesama. Oleh sebab itu sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tapi juga membutuhkan peran orang lain maka jagalah perangai kita.

Baca juga: Menjadi Pemimpin Ideal dalam Prespektif Sifat Wajib Rasul

Begitu pula akhlak sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seorang warga negara Indonesia pastilah mengenal sila kedua dari Pancasila yang menyatakan bahwa konsep kemanusiaan bangsa Indonesia didasarkan pada dua pilar, yakni adil, dan beradab.

Namun saat ini sangat disayangkan, kita dihadapkan ketika berbicara masalah politik tak ada ruang sedikitpun untuk membicarakan etika dan sopan santun. Padahal jelas sekali, ajaran Pancasila mengamanatkan setiap anak bangsa untuk memperhatikan etika, akhlak, dalam segala kehidupan. Disisi lain lain bangsa Indonesia adalah bangsa orang-orang yang beragama, tentunya jadikan agama sebagai petunjuk bukan sebagai alat politik.

Jama’ah Shalat Jum’at Yang Dirahmati Allah SWT

Mengenai pentingnya akhlak yang baik, Rasulullah SAW menyatakan dengan terang bahwasanya, tidaklah ia diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang saleh. Abu Hurairah meriwayatkan:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ (رواه أحمد)

“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Susungguhnya tidaklah aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak yang baik/saleh”. (HR. Ahmad).

Hadits tersebut pada hakikatnya memberikan informasi kepada kita sebagai umat Islam, bahwasanya peran akhlak sangat mendominan dalam kehidupan, baik dalam individual, maupun dalam kehidupan berbangsa bernegara, sehingga Rasulullah SAW mengibaratkan bahwa ia tidaklah diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul kecuali bertujuan untuk menyempurnakan akhlak umatnya.

Demikian pula Al-qur’an menggambarkan pentingnya akhlak, sehingga Nabi Muhammad SAW dipuji oleh Allah SWT karena mempunyai akhlak dan budi pekerti yang sangat agung. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Qalam ayat 4:

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam [68]:4)

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Sayidina Hasan radliallahu anhu menyebutkan orang yang tidak beretika, akhlak tidak mempunyai akal.

لا ادب لمن لا عقل له، ولا مروة لمن لاهمة له، ولا حياء لمن لا دين له

“Tak ada etika, akhlak,  bagi yang tak punya akal, tak ada kemuliaan bagi yang tak berusaha bersungguh-sungguh, tak ada rasa malu bagi yang tak punya keyakinan agama.”

Begitu sangat pentingnya akhlak, sehingga sayidina Hasan sampai mengatakan demikian. Sementara ayahanda beliau sayidina Ali bin Abi Thalib radliallahuanhu, karamallahu wajhahu, menyatakan hanya orang berakal yang mampu beragama secara benar,

لا دين لمن لا عقل له

“Tak ada agama bagi orang yang tak berakal.”

Namun sangat disayangkan melihat fenomena orang yang kelihatannya sangat beragama, tapi beragama tanpa akal, memperlihatkan akhlak yang madzmumah, tercela.

Dalam hadits lain juga disebutkan pentingnya mendahulukan akhlak:

عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ دَخَلْنَا عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍوبن العاص، حِينَ قَدِمَ مَعَ مُعَاوِيَةَ إِلَى الْكُوفَةِ فَذَكَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَخْيَرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ خُلُقًا (رواه البخاري ومسلم)

“Diriwayatkan dari Masruq, menuturkan; ketika Abdullah bin Amr bin Ash r.a. dan Muawiyah datang ke kota Kufah, kami menghadap beliau, kemudian beliau ingat sabda Rasulullah SAW, “Janganlah jadi orang yang buruk budi pekertinya!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik budi pekertinya.” (HR. Bukhari: 5569 dan Muslim: 4285).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Maka alangkah baiknya, kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW sudah semestinya meniru Nabi Muhammad SAW sebagai teladan kita dalam pergaulan sehari-hari. Tidak mudah mencela dan menghina orang lain. Sebab disisi lain Allah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa rahmat bagi dunia, bukan sebagai tukang laknat bagi orang lain. Sebagaimana Rasulullah bersabda,

إنّيْ لَمْ أُبْعَثْ لَعَّانًا؛ وَلَكِنْ بُعِثْتُ دَاعِيًا وَرَحْمَةً، اللَّهُمَّ اهْدِ قَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Sesungguhnya aku tidak diutus menjadi tukang laknat, akan tetapi aku diutus untuk mengajak kebaikan dan rahmat. Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku karena sesungguhnya mereka belum tahu.” (al Hadist).

Bahkan para ulama telah memformulasikan konsep akhlak ini sebagai nur atau cahaya dari Allah, maksudnya adalah bahwa perangai yang dibarengi dengan akhlak yang baik adalah cahaya yang bersinar, yang menerangi kegelapan. Diungkapkan oleh Syekh Najmuddin Amien al-Kurdi di dalam “Tanwirul Qulub fi Mu’amalati ‘Allamil Ghuyub,” beliau menegaskan bahwa setiap maksiat yang dilakukan adalah penghalang tercapainya ilmu manfaat, karena ilmu itu pada dasarnya adalah nur atau cahaya yang dihujamkan dalam hati, sedang maksiat justru mematikan nur tersebut.

Hal senada juga disebutkan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam kitab “Adab al-Alim wa al-Muta’allim,” setidaknya ada tiga kedudukan akhlak:

Pertama: Akhlak sebagai amalan utama.
Kedua: Akhlak sebagai media untuk menerima nur dan ilmu dari Allah SWT
Ketiga: Akhlak sebagai sarana mencapai ilmu yang bermanfaat.

Maka dari itu jadikan akhlak terpuji sebagai pakaian kita kita dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan individual mupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terlebih masalah politik dan sebagainya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Dari pemaparan khutbah ini, dapat kita pahami bahwa akhlak terpuji mencerminkan perilaku diri orang tersebut. Dengan akhlak inilah kita berharap seluruh komponen di negeri ini akan berperilaku dengan akhlak yang terpuji, diamanapun berada, di pasar, di kantor atau bahkan di acara-acara keagamaan.  

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَا ئِزِيْنَ الْآمِنِيْنَ، وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ الصَّا بِرِيْن. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحًا وَقَالَ إِنَّنِى مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّا حِمِيْنَ

 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ

فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ

 

 

_____________________________________
Disunting oleh: Ustadz Syarif Cakhyono
Sekretaris PCNU Jakarta Timur