Syajaratul Ma’arif Bagian 2c: Tata Cara Berakhlak dengan Nama dan Sifat Allah SWT

 
Syajaratul Ma’arif Bagian 2c: Tata Cara Berakhlak dengan Nama dan Sifat Allah SWT

LADUNI.ID, Jakarta - Tulisan ini adalah kelanjutan isi dari kitab Syajaratul Ma’arif Bagian Kedua yang ditulis sebelumnya (klik DI SINI), karangan Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam, berisi tentang “Tata Cara Berakhlak dengan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah”. Selamat membaca.

***

Berakhlak dengan Hikmah dan Hukum

Al-Hakim, jika diambil dari kata hikmah maka buah dari mengetahuinya adalah perasaan segan dan pengagungan.

Adapun cara berakhlak dengannya adalah dengan mengetahui hukum yang ada di dalam Al-Qur‘an dan Sunnah, Allah SWT berfirman,

 يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ (٢٦٩)

Yu’tii alhikmata man yasyaau waman yu/ta alhikmata faqad uutiya khayran katsiiran wamaa yadzdzakkaru illaa uluu al-albaabi

Artinya: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269).

Namun, jika diambil dari kata “ihkam dan itqan” maka buah dari pengetahuannya adalah mengagungkan Tuhan yang menebarkan hikmah pada semua lapisan.

Adapun cara berakhlak dengannya adalah dengan memperbaiki kondisi jiwamu dan perbuatanmu yang akan membuat baik dunia dan akhiratmu.

Berakhlak dengan Sifat Wudd

Al-Waduud adalah Dzat Yang memperlakukan hamba-hambaNya dengan buah-buah cinta.

Buah dari mengetahuinya adalah mengharapkan cinta-Nya dengan berlaku taat pada-Nya.

Adapun berakhlak dengannya adalah dengan mencintai Tuhannya dan mencintai para rasul-Nya, orang-orang yang saleh dari hamba-hambaNya.

Berakhlak dengan Al-Haq

Jika dia dimaknai Pemilik Kebenaran, maka buah dari mengetahuinya adalah rasa segan dan takut pada-Nya.

Dan berakhlak dengannya adalah dengan mengikuti al-haq (kebenaran) dan menjadi orang-orang yang membela kebenaran dalam Segala hal.

Berakhlak dengan Kekuatan

Al-Qawiyy maknanya adalah Al-Matiin (Yang Mahakuat). Adapun buah dari mengetahuinya adalah lahirnya rasa sungkan, pengagungan, kebersandaran pada kekuatan-Nya.

Sedangkan berakhlak dengan-Nya adalah hendaknya menjadikan dirimu kuat dalam memegang agamamu, kokoh dalam keyakinanmu, senantiasa teguh dalam ketataan pada Tuhanmu.

Berakhlak dengan wilayah-wilayah Syar’iyah

Al-Wali, buah dari mengetahuinya adalah kebergantungan pada pengaturan-Nya dan ridha dengan takdir-Nya.

Sementara berakhlak dengannya bagi orang-orang yang menda-patkan ujian dengan kekuasaan itu adalah hendaknya dia rajin memperjuangkan apa yang diserahkan padanya dan senantiasa memberikan nasehat semampu dia untuk sesuatu yang mendatangkan maslahat dan menolak semua hal yang sekiranya hanya akan mendatangkan mafsadat

Berakhlak dengan sifat Taqdim dan Ta’khir

Al-Mugaddim Al-Muaakhir (Yang Mengawalkan dan Yang Mengakhirkan), buah dari mengetahuinya adalah rasa segan pengagungan dan bersandar penuh padanya dalam mengawalkan dan mengakhirkan. Dengan harapan semoga engkau menjadi orang terdepan dalam ketaatan.

Adapun berakhlak dengan keduanya dilakukan dengan mengedepankan apa yang Allah perintahkan untuk dikedepankan dan mengakhirkan apa yang Allah perintahkan untuk diakhirkan yaitu dengan mengedepankan yang baik-baik atas yang rendahan, mengedepankan halhal ketaatan yang paling wajib daripada yang hanya sekadar wajib, yang paling utama atas yang utama, yang sempit atas yang luas, dan hendaknya engkau mengedepankan hal-hal yang taqarrub dan ketaatan di awal waktu. Karena sesungguhnya Allah memuji orang-orang yang yang bersegera melakukan kebaikan.

Berakhlak dengan AI-Barr (Kebaikan)

Al-Barr: Al-Mun’im (Pemberi Nikmat)

Adapun buah dari marifat atasnya adalah mengharapkan segala macam nikmat.

Adapun berakhlak dengannya hendaknya engkau berbuat baik kepada setiap orang yang mampu engkau beri kebaikan dengan harta yang paling engkau sukai, dan yang berharga dalam pandangan matamu. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah berfirman,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ (٩٢)

Lan tanaaluu albirra hattaa tunfiquu mimmaa tuhibbuuna wamaa tunfiquu min syay-in fa-inna allaaha bihi 'aliimun.

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92).

Berakhlak dengan Taubah

At-Tawwab, jika dimaksudkan bahwa itu adalah Yang memberikan taufik untuk taubah, maka buah dari marifatnya adalah mengharapkan taubat-Nya atasmu.

Adapun cara berakhlak dengannya adalah hendaknya engkau menganjurkan pada orang-orang yang berbuat dosa untuk bertaubat dan mendorongnya untuk kembali kepada Allah.

Jika itu dimaksudkan sebagai Penerima Taubah, maka hendaknya engkau menerima maaf setiap orang yang berlaku jahat padamu, dan dia telah merasa menyesal atas tingkahnya yang terlalu berani atasmu.

Berakhlak dengan Makna Yang Maha Memberi Kekayaan (Al-Mughni)

Al-Mughni, buah dari mengetahuinya adalah munculnya harapan darimu dengan apa yang ada di tangan-Nya daripada apa yang ada di tangan manusia.

Sementara cara berakhlak dengannya adalah hendaknya kamu mencukupi setiap orang yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan baik berupa ilmu atau yang lainnya. Misalnya, mengingatkan orang yang lalai, mengajari orang yang bodoh, meluruskan orang yang menyimpang, memudahkan orang yang mengalami kesulitan.

Berakhlak dengan Adh-Dharr dan An-Naf’u

Adh-Dharr An-Naafi’: Buah dari mengetahuinya adalah takut akan bahaya dan mengharapkan manfaat.

Adapun cara berakhlak dengan keduanya adalah dengan memberikan manfaat pada setiap orang yang engkau diperintahkan untuk memberikan manfaat padanya, dan memberikan mudharat pada orang yang diperintahkan agar engkau memberikan padanya, baik dengan hukuman had atau dengan dibunuh dan lainnya “Mahkhluk itu adalah keluarga Allah dan orang yang baik di antara mereka adalah yang paling baik pada keluarganya.” (Hadits dhaif).

Maka, tugasmu adalah memberikan semua manfaat pada setiap orang dekat atau orang jauh.

Berakhlak dengan Memberikan Hidayah pada Yang Sesat

An-Nur dan Al-Hadi (Mahacahaya dan Pemberi Petunjuk): Mengetahuinya membuahkan harap agar Dia memberikan cahaya pada hatimu, dan menghiasai semua organ tubuhmu dengan kilatan-kilatan hidayah-Nya.

Sedangkan berakhlak dengannya adalah hendaknya engkau menjadi cahaya dari sekian cahaya Allah 4€, yang menjadi penunjuk jalan pada jalan Allah %. Karena, “Demi Allah, Jika engkau mampu memberikan hidayah pada satu orang saja maka itu jauh lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah yang paling baik.” (HR. Al-Bukhari 2942, Muslim 2406 dari Sahl bin Saad).

Berakhlak dengan Al-Qadhbu wa Al-Basth

Al-Qabidh Al-Basith (Yang Maha Menahan dan Maha Memberi); buah dari mengetahuinya adalah rasa khawatir dari ditahannya manfaatmanfaat dunia dan akhirat, dan harapan diberikannya semua kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.

Berakhlak dengan Al-Basth adalah hendaknya engkau menebarkan kebaikanmu pada setiap orang yang menghajatkan, sampai pada binatang sekalipun, pada anjing dan binatang-binatang kecil sebab “Pada setiap jantung yang basah (hidup) itu ada pahala” (HR. Al-Bukhari 2363, Muslim 2244 dari Abu Hurairah ra.).

Adapun cara berakhlak dengannya adalah hendaknya engkau menahan untuk memberikan sesuatu kepada orang-orang yang tidak pantas untuk itu, baik berupa harta, kekuasaan, ilmu, hikmah. Janganlah engkau berikan harta-harta itu pada orang-orang yang pandir sehingga mereka akan merusakkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau berikan hikmah pada orang yang tidak pantas menerimanya, sehingga dengan demikian engkau telah menzhalimi hikmah itu.”

Berakhlak dengan Mengeluarkan Hibah (Pemberian Cuma-Cuma)

Al-Wahhab (Sang Maha Pemberi); buah dari mengetahuinya adalah adanya harapan terhadap semua pemberian dan karunia-Nya.

Cara berakhlak dengannya adalah dengan banyak memberikan pemberian (hibah) yang didahulukan daripada ayah, ibu, anak-anak baik yang lelaki ataupun perempuan.

Berakhlak dengan Al-Juud dan Al-Karam

Al-Jawwad Al-Karim (Yang Maha Pemurah), buah mengetahuinya adalah keinginan yang kuat untuk mendapatkan kemurahan-Nya.

Adapun cara berakhlak dengannya bagi siapa yang ingin sampai pada sifat ini maka hendaknya ia bersikap pemurah pada setiap orang yang berbuat baik dalam bidang ilmu, harta, kedudukan, hikmah, kebajikan dan bantuan.

Berakhlak dengan Ijabah

Al-Mujiib: Buah dari mengetahuinya adalah munculnya harapan akan dijawabnya doamu karena Dia Mahatahu akan kebutuhanmu pada-Nya dan bersandarmu pada-Nya dan bahwa sesungguhnya Dia Maha Mendengar doa-doamu, Mahatahu atas semua musibah yang menimpamu, Mahaawas atas semua kebahagiaan dan deritamu.

Adapun cara berakhlak dengannya adalah dengan merespon semua seruan Tuhannmu agar engkau bisa bertaqarrub pada-Nya, dan dengan menjawab setiap orang yang menyerukan pada kebaikan dengan ketaatan dan ibadah pada-Nya.

Berakhlak dengan Al-Majd

Al-Majiid (Yang Mahamulia), yang berlimpah kemuliaan-Nya, yang sempurna dan keagungan-Nya dalam Dzat dan sifat-Nya.

Adapun buah dari pengetahuan tentangnya adalah munculnya rasa segan dan pengagungan.

Cara berakhlak dengan adalah dengan semua hal yang mungkin bisa berakhlak dengannya dari semua hal yang telah disebutkan, karena sesungguhnya dia mencakup semua sifat sebagaimana mencakupnya Dzul Jalal wa al-Ikram.

Inilah isyarat-isyarat tentang bagaimana cara berakhlak dengan sifatsifat Allah itu dan tidaklah akan sampai berakhlak dengan sifat-sifat itu kecuali bagi mereka yang senantiasa melakukannya dengan terus menerus dan memasuki ladangnya, menerimanya dengan lapang dada. Oleh sebab itulah, Allah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa memperbanyak zikir agar kita bisa merasakan indahnya kondisi jiwa, baiknya ucapan dan perbuatan-perbuatan.

Jika tersingkap keluasan rahmat-Nya maka akan berbuahkan harap (raja’)

Jika tersingkap kedahsyatan siksa-Nya maka akan membuahkan rasa rakut.

Jika tersingkap keagungan-Nya maka akan membuahkan tazhim dan pengagungan.

Jika tersingkap sifat keindahan-Nya maka akan membuahkan cinta yang khusus untuk keindahan.

Jika tersingkap ketunggalan dalam perbuatan maka akan membuahkan tawakkal pada Sang Maha Dermawan dan Pemurah.

Jika tersingkap semua sifat maka sirnalah semua semesta karena hati telah dipenuhi dengan nur Sang Maha Rahman dan keagungan Sang Maha Dayyan.

Jika wanita-wanita yang melihat Yusuf lenyap dalam ketampanan Yusuf bin Yaqub, maka bagaimana bayanganmu tatkala menyaksikan keindahan Yang Membolak balik hati dan Sang Mahatahu yang ghaib. Maka janganlah engkau mengira wahai orang-orang yang tertipu bahwa Adam makan dari buah pohon, dan Yaqub menangis atas kehilangan Yusuf dan Rasulullah menangis atas kematian Ibrahim (anaknya) dalam kondisi mereka sedang berada dan tenggelam dalam sifat-sifat ini. Sesungguhnya semua ini dan hal-hal yang serupa dengannya terjadi pada mereka dalam kondisi mereka sedang lalai dari memperhatikan sifat-sifat ini. Kita telah tahu bahwa Rasulullah; Jika turun padanya wahyu maka raut wajahnya berubah menjadi merah, dan berkeringatlah keningnya serta bersuara Seperti anak unta. (HR. Al-Bukhari 1789, Muslim: 1180: Ya’la bin Umayyah ra, dengan lafazh serupa dengannya).

Di antara cara berakhlak yang paling utama adalah hendaknya engkau berbuat baik kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Dia telah berbuat baik kepadamu, dan hendaklah engkau menebarkan nikmat kepada mereka sebagaimana Allah telah memberikan nikmat kepadamu. Allah SWT berfirman,

فَاَمَّا الْيَتِيْمَ فَلَا تَقْهَرْۗ (٩)

Fa-ammaa alyatiima falaa taqhar

Artinya: “Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS. Adh-Dhuha: 9)

Yakni perlakukan mereka sebagaimana Kami memperlakukanmu, karena sesungguhnya Kami telah dapatkan kamu sebagai anak yatim maka Kami lindungi kamu.

وَاَمَّا السَّاۤىِٕلَ فَلَا تَنْهَرْ (١٠)

Wa-ammaa alssaa-ila falaa tanhar

Artinya: “Dan terhadap orang yang minta-minta[1], janganlah kamu menghardiknya.” (QS. Adh-Dhuha: 10)

Yakni perlakukan orang-orang yang kekurangan dan memintameminta sebagaimana Kami telah memperlakukan kamu, karena sesungguhnya telah Kami dapatkan engkau kekurangan lalu Kami cukupkan.

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ࣖ (١١)

wa-ammaa bini'mati rabbika fahaddits

Artinya: “Dan terhadap nimat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya[2] (dengan bersyukur).” (QS. Adh-Dhuha: 11)

Yakni katakan kepada mereka apa yang telah Kami berikan nikmat kepadamu berupa hidayah Kami agar mereka bisa mengambilnya, karena sesungguhnya Kami dapatkan engkau dalam keadaan bingung lalu Kami berikan hidayah kepadamu.

 

[1] Orang miskin yang minta sedekah, atau orang bodoh yang minta ilmu pengetahuan.
[2] Karunia berupa pengetahuan kenabian, Al-Quran dan agama Islam hendaknya disebar luaskan kepada yang lain.


Sumber: Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Syajaratul Ma’arif Tangga Menuju Ihsan, penj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.