Divide et Impera: Cara Kompeni Merusak Sumber Sejarah Nusantara

 
Divide et Impera: Cara Kompeni Merusak Sumber Sejarah Nusantara

Foto: Halaman pertama Babad Kadhiri edisi Palmer van den Broek tahun 1902.

 

LADUNI.ID, Jakarta - Untuk merusak sumber-sumber primer sejarah Nusantara, kompeni bikin cerita-cerita mitos tentang sejarah Wali Songo yang negatif, lalu disebar dalam bentuk Naskah Babad seperti Babad Kedhiri, Darmogandhul,  kisah-kisah Sabda Palon dan lain-lain yang anti-wali.

Caranya piye mitos dan hoax itu dibikin?

Pejabat kompeni di tahun 1830an pasca Perang Diponegoro mendatangi seorang dalang di Kediri. Lalu dalang itu menggunakan ilmu batin memanggil roh-roh untuk berceritera sesuai pesanan kompeni.

Yang krusial bagi kuasa kompeni untuk dimasukkan ke dalam cerita mitos-mitos Babad itu adalah cerita sebab-sebab jatuhnya Majapahit di tangan muslim, cerita hancurnya agama asli Jawa dan munculnya Demak penyebar Islam penghancur peradaban Jawa.

Mengapa demikian? Karena banyak aktor perlawanan terhadap Kompeni adalah kader-kader santri-santri Nusantara dari warisan Wali Songo. Dan Kompeni ingin berkuasa terus dengan keserakahannya dan juga mau dicintai rakyat Jawa.

Maka disebarkanlah cerita-cerita mitos:

Raja Brawijaya dan keluarganya moksa atau menghilang agar tidak dijamah orang Muslim. Para Wali Songo digambarkan dengan cerita-cerita cabul porno, haus kekuasaan dan diejek-ejek orang Jawa sendiri.

Dimunculkan pula tokoh fiktif Sabdo Palon yang bikin ramalan orang Jawa akan membalas kepada Wali Songo.

Raja Demak haus darah. Sunan Giri serakah dan tukang jagal. Sunan Kudus tukang fatwa pembunuh yang bengis dan seterusnya.

Dan ternyata kampanye Kompeni ini efektif! Lha wong cerita-cerita mitos dibungkus dalam cerita babad dalam tulisan Hanacaraka dalam bentuk tembang macapat, didendangkan para dalang tiap malam di desa-desa. Ya pasti percoyolah wong Jowo.

Sumber-sumber primer yang dulunya mereka baca mulai diragukan kredibilitasnya. Kaum elitnya mulai bicara Jawa versus Islam. Massa akar rumput digiring pada ideologisasi Javaism, lalu diterjemahkan Kejawen, bukan ngajawi model Wali Songo.

Itulah cara Kompeni divide et impera...

Kini kader-kader Kompeni tidak lagi kampanye pakai mitos-mitos tentang Sabda Palon dan seterusnya. Kader-kader mereka yang profesor dan doktor sudah banyak. Cukup tanamkan saja satu pola berpikir untuk merusak sumber-sumber primer Sejarah Nusantara ini: sumber babad itu mitos, takhayul, syirik dan seterusnya.

Terlebih lagi sudah banyak generasi muda yang lupa dan gak bisa lagi baca hanacaraka. Klop sudah!

Jadi mereka bicara sejarah Wali Songo dan Islam Nusantara, ya cukup pakai sumber-sumber Kompeni divide et impera atau nonton youtube hatei tentang khilafah nusantara.

***

*) Oleh KH Ahmad Baso