Kisah Humor Gus Dur yang Paling ‘Gila’

 
Kisah Humor Gus Dur yang Paling ‘Gila’

LADUNI.ID, Jakarta - Kisah ini mungkin humor yang paling “mabok” dari Gus Dur. Tunjukkan ke saya kalau ada presiden yang berbuat lebih daripada cerita ini, dalam arti GILA-nya.

Informasi ini didapat dari situasi yang agak membahayakan, yaitu ketika saya mewawancarai pemimpin tertinggi (istilah mereka: chairman) MILF (Mindanao Islamic Liberation Front), Ibrahim Murod, seorang insinyur listrik, di Camp Abu Bakar di dekat Cotabato, Mindanao. Tempat itu merupakan persembunyian para pemimpin MILF ketika berkonfrontasi dengan militer Filipina. Camp ini pernah dibombardir oleh presiden Estrada di awal tahun 2000-an karena tentara MILF merebut sebuah kota dan membunuh beberapa tentara Filipina. Menurut siaran resmi pemerintah Filipina, MILF ini punya 12.000 orang tentara bersenjata di luar simpatisan rakyat biasa. Karena itu, selalu diperhitungkan oleh pemerintah Filipina.

Ketika saya melakukan wawancara itu situasinya cukup gawat karena hubungan MILF dengan pemerintah Filipina hanya didasarkan pada ceasefire (genjata senjata) sementara selama masih dalam peace-talk (pembicaraan damai) pascakonfrontasi, yaitu setelah dua tahun sebelumnya pada Oktober 2008, sebuah perjanjian damai yang ditandatangani di KL, semua stake-holders sudah berada di di hotel masing-masing untuk siap datang ke upacara penandatanganan perjanjian tersebut, termasuk dari OKI yang menjadi penengah, perwakilan PBB dan beberapa Dubes termasuk Dubes AS, untuk menyaksikan penandatanganan perjanjian itu dari kedua belah pihak. Tiba-tiba pernjanjian itu dibatalkan oleh Mahkamah Agung Filipina. Buyaaar … dan terjadi kekerasan beberapa saat di Mindanao.

Saya bertemu Ibrahim Murod dengan diantar oleh seorang pemimpin redaksi radio lokal yang memiliki hubungan dekat dengan pemimpin MILF (pro juga sih), tentu saja melalui berbagai check point sebelum sampai ke ruangan, hanya berduaan.

Ada dua kelompok Islam yang kuat di Mindanao, yaitu MNLF (Mindanao National Liberation Front) dan MILF. Waktu itu MNLF dalam posisi damai dengan pemerintah Filipina sejak 1979, sementara MILF (pecahannya) sebalikya. Sekarang ini, setelah terjadi perjanjian damai MILF dengan pemerintah Filipina pada Oktober 2012, justru sebaliknya, MILF damai dengan pemerintah, MNLF sebagian melakukan sebaliknya.

(Saya menulis buku tentang peran civil society dalam perdamaian Mindanao dan Pattani, sudah terbit empat tahun yang lalu)

Nah, dari Chairman Ibrahim Murod itulah saya dapat humor Gus Dur ini.

Ketika Gus Dur sulit meyakinkan pemimpin tertinggi GAM di Swedia, yakni Hasan Tiro dkk, untuk berdialog damai dengan pemerintah RI, maka Gus Dur menelepon Hasyim Salamat, Chairman MILF ketika itu, di mana Ibrahim Murod sebagai Deputy-nya. Gus Dur menelepon untuk meminta tolong agar Hasyim Salamat bersedia ke Swedia menemui Hasan Tiro untuk meyakinkan atau membujuk bahwa Presiden Indonesia serius untuk mencari jalan damai dan berdialog dengan GAM. (Hasyim Salamat pernah kenal Gus Dur ketika keduanya sama-sama belajar di Universitas Al Azhar Mesir).

Dengan kata lain, Presiden Gus Dur menggunakan segala saluran yang mungkin (bahkan yang hampir tidak mungkin juga) untuk melakukan dialog dan mencari jalan damai. Memang Hasyim Salamat tidak bisa berangkat ke Swedia karena waktu itu sudah sakit-sakitan dan Ibrahim Murod itulah yang berangkat ke sana.

Ente tanya humornya di mana? Mana bukan humor kalau “pemberontak” di negara lain diminta untuk menfasilitasi atau membujuk dialog dengan “pemberontak” di negaranya sendiri…? Ini presiden GILA bro … Super GILA … deh …

Catatan kaki:

Ibrahim Murod menceritakan kepada saya bahwa belum pernah menemukan pemimpin Islam yang memiliki perhatian begitu besar dan sayangnya kepada mereka, selain Presiden Gus Dur.

Beberapa kali secara rahasia dia bersama pemimpin “pemberontak” Pattani dipanggil oleh Gus Dur ke Istana, Jakarta. Mereka dikirimi tiket, tinggal berangkat dan di Jakarta dijemput langsung ke pintu pesawat hanya oleh satu orang dan langsung ke kamar makan di Istana (pernah buka puasa doang). Makan dan ngobrol ngalor-ngidul, hanya ditemani satu-dua orang ajudan, tidak ada pejabat tinggi (mereka bilang tanpa protokoler apapun—murni kekeluargaan dan antarpribadi). Mereka kadang menginap kadang tidak, setelah itu langsung balik ke negerinya. Tidak selalu bicara politik, kadang hanya ngobrol saja. Tapi Gus Dur sering mem-mpuk-mpuk pundak mereka, seolah ngeneng-ngenengi, bahasa Jawa-nya.

Oleh karena itu, tidak heran ketika Gus Dur berpulang, MILF sangat berduka dengan menulis khusus di laman web-nya dan Chairman MNLF, Nur Misuari (kalau datang ke Jakarta selalu minta bertemu saya hanya sekedar ngobrol), malah datang ke makam Gus Dur di Jombang dan mengibarkan bendera MNLF di atas pusara Gus Dur. … Heran ? Saya selalu meneteskan air mata kalau menceritakan peristiwa seperti ini.


*) Cerita ini dikisahkan oleh Dr Ahmad Suaedy dan ditulis oleh Akhmad Musta’in