Biografi KH. Habibullah Zaini

 
Biografi KH. Habibullah Zaini

Daftar Isi Profil KH. Habibullah Zaini

  1. Kelahiran
  2. Wafat
  3. Pendidikan
  4. Teladan

 

Kelahiran

KH. Habibullah Zaini lahir pada bulan Agustus 1954. Beliau merupakan putra ketiga dari empat saudara, dari pasangan KH. Zaini Munawwir (Krapyak) dan Nyai Qomariyah Abdul Karim (Lirboyo).

Saudara-saudara beliau diantaranya, putra pertama wafat saat masih kecil, putra kedua, almarhum H. Thoha Zaini, putra ketiga adalah KH. Habibulloh Zaini dan putra bungsunya adalah almarhum Hasan Zaini.

Wafat

Beliau wafat pada hari Senin, 16 Jumadil Tsaniyah 1441 H/ 10 Februari 2020 kdi RS Darmo Surabaya. 

Pendidikan

Sejak kecil, KH. Habibullah Zaini belajar di bawah asuhan orang tua dan para gurunya di Pesantren Lirboyo, kediri pada waktu itu diasuh oleh KH. Mahrus Aly. Setelah itu  melanjutkan nyantri di Pesantren Tanggir, Tuban. Usai nyantri di Pesantren Tanggir, beliau pulang kembali ke Lirboyo, menikah dan melanjutkan pengabdiannya sebagai dzurriyyah Lirboyo, mengajar dan mengasuh santri.

Teladan

KH. Habibullah Zaini adalah sosok yang bersahaja dan mencintai ilmu. Kebersahajaan beliau dapat dilihat dari sikap hidupnya sehari-hari. Dari cara berpakaian, cara dahar, cara berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemuinya. Beliau juga selalu berhati-hati dalam persoalan fiqh, akhlak dan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kesederhanaan dan akhlak beliau sungguh tampak saat berdekatan dengan beliau. Ketawadluan beliau juga akan dapat terlihat dari melihat bagaimana sikap tubuh beliau kala beliau berada satu majelis dengan kiai-kiai yang lain.

Saya teringat saat beliau mengantar saya ke Kajen, ketika saya menikah. Waktu itu, bapak saya sudah wafat. Karena beliau adalah satu-satunya adek kandung bapak saya yang masih ada, maka beliaulah yang membimbing dan masrahke saya ke Kajen. Sikap tawadlu’ beliau terlihat bagaimana pada saat momen makan bersama kiai-kiai yang lain di ndalem KH. Sahal Mahfudh.

Walau di Lirboyo beliau dihormati oleh ribuan santri, tapi ketika berada dalam kesempatan dahar siang di Kajen, Kiai Habibulloh justru berinisiatif mengambilkan nasi (nanduki) kiai-kiai lain yang berusia lebih lanjut.

Tawadlu’ beliau juga sungguh terlihat saat berada dalam majelis ngaji Kamis Legian yang diselenggarakan oleh pengasuh Pesantren Lirboyo untuk para alumni pada tahun-tahun terakhir ini. Kala badan dalam kondisi sehat, Kiai Habibulloh, bersama dengan dzurriyyah yang lain selalu tampak ikut mengaji, menyimak dengan takzim pengajian kitab al Hikam Kamis Legi yang diampu KH. Anwar Mansur tsb.

Pribadi beliau yang pendiam, akan terlihat berbeda saat “madep dampar” (sebuah istilah yang lazim digunakan di Lirboyo untuk aktifitas mengaji Kitab Kuning untuk para santri). Saya teringat saat beliau sempat pulih dari gerah panjangnya. Ketika saya sowan dan bertanya kepada beliau:

Pak Abib sampun mulai ngaji malih?”

“Iyo”, jawab beliau dengan senyum memenuhi wajahnya.

Saat itu saya dapat mengerti, “madep dampar” adalah kebahagian beliau. Ketika kecil, dalam kenangan saya, beliau adalah salah satu dzurriyyah Lirboyo yang kuat dalam mbalah kitab. Beliau memiliki kebiasaan ngaji posonan sejak pertengahan bulan Rojab hingga pertengahan bulan Ramadlan, dengan mengkhatamkan satu kitab besar.

Di saat sehatnya, jadwal ngaji posonan beliau adalah pagi hingga Dzuhur. Ba’da dzuhur hingga ba’da Ashar. Kemudian Ba’da Tarawih hingga menjelang tengah malam. Dan suara beliau tetap ajeg tiap kali membacakan kitab-kitab tsb untuk para santri.

Dikisahkan dari keponakan beliau Ning Hj Tutik Thaha Zaini, beliau adalah sosok yang sangat sederhana dan bersahaja. Semuanya dapat tercermin dari cara berpakaian, cara dahar (makan), cara berkomunikasi dengan orang-orang yang ditemuinya.  Beliau juga merupakan sosok yang wara’, selalu berhati-hati dalam persoalan fikih, akhlaknya yang mulia sungguh tampak saat berdekatan dengan beliau.

Dan ketawadluan beliau juga dapat terlihat dari bagaimana sikap beliau kala berada dalam satu majlis dengan kiai-kiai yang lain. Sewaktu menjadi wali nikah Ning Tutik dengan gus Rozin Sahal Mahfudh Kajen, sikap tawadlu’ beliau terlihat pada saat momen makan bersama di ndalem KH. Sahal Mahfudz.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya