Hukum Shalat di Tempat Bekas Kucing

 
Hukum Shalat di Tempat Bekas Kucing
Sumber Gambar: Foto Pixabay / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu syarat sah shalat adalah harus dalam keadaan suci, baik itu badan kita dan tempat shalatnya. Maka menjaga tempat shalat dari najis merupakan kewajiban bagi kita agar shalat yang kita kerjakan sesuai dengan syariat yang dianjurkan. Lalu bagaimanakah dengan orang yang memelihara kucing di rumahnya atau ada Masjid yang biasa di dalamnya digunakan tidur kucing? apakah sah shalat kita jika tempatnya bekas tidur kucing?

Mengenai persoalan di atas, ada beberapa penjelasan yang menerangkan tentang status kucing.

Baca Juga: Hukum Orang Shalat namun Sedang Junub

Pertama hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ibnu Majah

ﻭَﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ - ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ - ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ اﻟْﻬِﺮَّﺓِ: «ﺇِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻴْﺴَﺖْ ﺑِﻨَﺠَﺲٍ, ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻫِﻲَ ﻣِﻦَ اﻟﻄﻮاﻓﻴﻦ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ». ﺃَﺧْﺮَﺟَﻪُ اﻷَْﺭْﺑَﻌَﺔُ, ﻭَﺻَﺤَّﺤَﻪُ اﻟﺘِّﺮْﻣِﺬِﻱُّ. ﻭَاﺑْﻦُ ﺧُﺰَﻳْﻤَﺔَ

"Dari Abu Qatadah RA bahwa Rasulullah SAW menjelaskan tentang kucing: "Kucing tidak najis. Kucing adalah hewan yang sering berkeliaran di sekitar kalian"

Dalam hadits di atas Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kucing tidak termasuk ke dalam golongan hewan najis. Imam Nawawi memberikan tanggapan terhadap hadits ini dalam Kitab Al-Majmu'

ﻭَﻫَﺬَا اﻟْﺤَﺪِﻳﺚُ ﻋُﻤْﺪَﺓُ ﻣَﺬْﻫَﺒِﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻃَﻬَﺎﺭَﺓِ ﺳُﺆْﺭِ اﻟﺴِّﺒَﺎﻉِ ﻭَﺳَﺎﺋِﺮِ اﻟْﺤَﻴَﻮَاﻥِ ﻏَﻴْﺮَ اﻟْﻜَﻠْﺐِ ﻭَاﻟْﺨِﻨْﺰِﻳﺮِ

"Hadis ini adalah pegangan Madzhab kita tentang kesucian bekas tinggalan hewan buas dan hewan lainnya, kecuali anjing dan babi"

Imam Nawawi juga mencantumkan riwayat di bawah ini

ﻭَﺭَﻭَﻯ ﺃَﺑُﻮ ﺩَاﻭُﺩ ﻭَاﺑْﻦُ ﻣَﺎﺟَﻪْ ﻫَﺬَا اﻟْﺤَﺪِﻳﺚُ ﺃَﻳْﻀًﺎ ﻣِﻦْ ﺭِﻭَاﻳَﺔِ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻭَﻓِﻴﻪِ ﺯِﻳَﺎﺩَﺓٌ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔُ ﻭَﻗَﺪْ ﺭَﺃَﻳْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ اﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﺘَﻮَﺿَّﺄُ ﺑِﻔَﻀْﻠِﻬَﺎ

"Oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah melalui jalur Aisyah dengan tambahan: "Aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berwudhu dengan sisa air yang diminum oleh kucing"

Baca Juga: Hukum Membunuh Kucing dan Anjing

Dari keterangan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa kucing merupakan hewan yang tidak najis, karena Rasulullah SAW pernah berwudhu dengan air yang diminum oleh kucing. Namun menjadi pengecualian ketika pada bagian kucing tersebut terlihat ada hal najis seperti darah, air kencingnya, kotoran (BAB) dan sebagainya, maka hukumnya menjadi najis. Imam Nawawi menjelaskan sebagai berikut:

ﺃَﻧَّﻬَﺎ ﺇﺫَا ﻏَﺎﺑَﺖْ ﺛُﻢَّ ﻭَﻟَﻐَﺖْ ﻓَﻘَﺪْ ﺗَﻴَﻘَّﻨَّﺎ ﻃَﻬَﺎﺭَﺓَ اﻟْﻤَﺎءِ ﻭَﺷَﻜَﻜْﻨَﺎ ﻓِﻲ ﻧَﺠَﺎﺳَﺔِ ﻓَﻤِﻬَﺎ ﻓَﻼَ ﻳَﻨْﺠُﺲُ اﻟْﻤَﺎءُ اﻟْﻤُﺘَﻴَﻘَّﻦُ ﺑِﺎﻟﺸَّﻚِّ ﻭَﺇِﺫَا ﻟَﻢْ ﺗَﻐِﺐْ ﻭَﻭَﻟَﻐَﺖْ ﻓَﻬِﻲَ ﻧَﺠَﺎﺳَﺔٌ ﻣُﺘَﻴَﻘَّﻨَﺔٌ.

"Jika kucing ini pergi kemudian datang dan meminum air, maka kita yakin bahwa air tersebut adalah suci dan kita meragukan najisnya mulut kucing, maka sisa air yang dijilat oleh kucing tersebut tidak najis. (Kecuali) bila kucing yang mulutnya masih ada darahnya tadi tidak pergi dan menjilat air maka dihukumi najis secara pasti"

Lalu bagaimana dengan bulu kucing yang menempel pada tempat shalat? sedangkan ada hadits yang meyatakan bahwa "Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai". Apakah sah shalat ditempat yang terdapat bulu kucing?

Ketentuan hukum dalam hadits tersebut terdapat pengecualian yaitu ketika bagian yang terpotong adalah rambut atau bulu. Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut, tapi terdapat perinciannya yaitu jika bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan lain yang dagingnya halal dimakan. Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis. Seperti bulu yang rontok pada hewan tikus, anjing, keledai, atau hewan lainnya yang dagingnya haram dimakan.

Untuk bulu kucing, para ulama tetap mengkategorikan sebagai benda yang najis. Namun, najis tersebut dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit. Bahkan ditoleransi pula dalam jumlah banyak khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan buli kucing, seperti dokter kucing dan pegawai salon kucing yang setiap saat harus berinteraksi dengan kucing.

Baca Juga: Waktu yang Diharamkan untuk Melaksanakan Shalat

Hal ini dijelaskan dalam kitab Hasyiyah Al-Baijuri ala Ibni Qasim Al-Ghazi sebagai berikut:

 (وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها
(قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين

"Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’   Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu. Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu"

Kesimpulan dari beberapa keterangan di atas adalah kucing tidaklah termasuk hewan yang najis, bahkan air bekas minum kucing bisa digunakan untuk berwudhu selama itu tidak terdapat hal najis seperti darah, air kencing kucing dan kotorannya. Meski kucing adalah hewan yang tidak najis, namun status hukum bulu kucing adalah najis yang ma'fu atau ditoleransi jika itu sedikit bahkan jika itu banyak, namun jika banyak hanya dikhususkan kepada orang yang tidak bisa terlepas aktifitasnya dari kucing seperti dokter kucing dan petugas salon kucing.

Maka dari itu kita boleh mengurus kucing, namun hendaklah kita selalu menjaga dan mengusahakan agar bulu kucing tidak menempel di tempat yang biasa kita gunakan untuk shalat. Hal ini lakukan semata-mata untuk menjaga ibadah shalat kita agar terhindar dari hal-hal yang mengurangi nilai shalat kita.

Wallahu A'lam


Referensi:
Disarikan dari berbagai sumber