Mengurai Pandangan Imam Al-Ghazali tentang Empat Golongan Manusia

 
Mengurai Pandangan Imam Al-Ghazali tentang Empat Golongan Manusia
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Imam Al-Ghazali atau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali At-Thusi As-Syafi'i adalah sosok ulama yang sangat produktif. Tidak kurang dari 228 kitab telah ditulisnya, yang meliputi berbagai disiplin ilmu; tasawuf, fiqih, teologi, logika, hingga filsafat.

Karena kredibelitas itu, beliau dikenal dengan gelar Hujjatul Islam (kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah). Beliau adalah ulama yang sangat dihormati di dua kepemimpinan besar Islam, yaitu Dinasti Saljuk dan Abbasiyah, yang mana keduanya merupakan pusat kebesaran Islam pada zamannya.

Salah satu kitab karya Imam Al-Ghazali yang paling masyhur dan banyak dikaji oleh berbagai kalangan adalah Ihya' Ulumuddin. Kitab ini merupakan kitab paling penting bagi kalangan pesantren. Pembahasan di dalamnya sangat mendalam tetapi diuraikan dengan sangat menarik oleh Imam Al-Ghazali. 

Salah satu pandangan menarik di dalam Kitab Ihya' Ulumuddin adalah pernyataan Imam Al-Ghazali yang menukil dari Syaikh Kholil bin Ahmad tentang empat golongan manusia. Manusia itu terbagi menjadi empat golongan sebagaimana berikut ini:

قَالَ الْخَلِيْلُ بْنُ أَحْمَدَ، اَلرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ، رَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذَلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوْهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلَا يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذَلِكَ نَائِمٌ فَأَيْقِظُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذَلِكَ مُسْتَرْشِدٌ فَأَرْشِدُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَلَا يَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذَلِكَ جَاهِلٌ فَارْفِضُوْهُ

"Syaikh Al-Kholil bin Ahmad berkata: “Manusia itu ada empat, (1) Seseorang yang mengetahui dan sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang berilmu, maka ikutilah. (2) Seseorang yang mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang tidur, maka bangunkanlah. (3) Seseorang yang tidak mengetahui dan sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang yang mencari petunjuk atau bimbingan, maka tunjukkanlah atau bimbinglah. (4) Seseorang yang tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang bodoh, maka tolaklah (hentikanlah)."

Golongan pertama adalah Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri, yakni  "seseorang yang berilmu, dan dia mengerti bahwa dirinya berilmu."

Orang seperti ini bisa disebut sosok yang alim (berilmu), karena itu sangat dianjurkan untuk diikuti. Apalagi bagi orang awam (buta) yang masih memerlukan pengetahuan, maka sudah selayaknya orang awam duduk bersama dengan golongan ini, agar dapat memperbaiki diri. 

Golongan pertama adalah manusia yang sangat baik. Manusia yang memiliki kemapanan ilmu, dan memahami bahwa dirinya itu berilmu, maka ia akan menggunakan ilmunya tersebut. Ia berusaha semaksimal mungkin agar ilmunya benar-benar bermanfaat bagi dirinya, orang sekitarnya, dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Golongan ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses di dunia dan akhirat.

Golongan ini menyadari bahwa dirinya menguasai ilmu dan mengamalkan ilmunya. Misalnya orang berilmu itu tahu bahwa kata "Islam" itu serumpun dengan "As-Silmu" yang berarti damai. Kemudian, dengan pemahaman ini dia berupaya untuk bersikap santun, merangkul semua pihak, dan menebarkan kasih sayang kepada para penghuni bumi. Ketika dimusuhi dan dicaci maki pun, orang berilmu tersebut memaafkan pihak yang memusuhi dan memakinya. Orang berilmu semacam itulah yang termasuk ulama yang layak diikuti.

Golongan kedua adalah Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri, yakni "seseorang yang berilmu, tapi dia tidak memahami kalau dirinya mengetahui."

Golongan ini diumpamakan orang yang tengah tertidur. Manusia yang memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Golongan ini sering di jumpai di sekeliling pergaulan manusia. Adakalanya ditemukan golongan yang sebenarnya memiliki potensi yang luar biasa, tapi ia tidak memahami kalau memiliki potensi baik.

Golongan kedua ini bukan termasuk manusia ideal. Manusia kedua itu sebenarnya berilmu, tapi dia tidak benar-benar menerapkan ilmunya dengan baik. Misalnya dia tahu bahwa "Allahu Akbar" berarti Allah Maha Besar. Seyogyanya dia sadar bahwa hanya Allah yang Maha Besar. Mengucapkan kalimat takbir "Allahu Akbar" selain Allah itu kecil. Sebagaimana pada saat shalat, sepatutnya pengucap  "Allahu Akbar" mengucapkan kata-kata baik, bertindak tertib, penuh kerendahan hati (sebagaimana tercermin dalam rukuk dan sujud), berhati teduh, berpikiran jernih dan menebar damai. Mengeratkan hubungan dengan Allah (sebagaimana tampak pada gerakan dan ucapan salam di akhir shalat). Tetapi ternyata ia tidak tahu akan hal itu. Maka perlu untuk disadarkan kembali. 

Golongan ketiga adalah Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri, yakni "seseorang yang tidak mengetahui (tidak berilmu), tapi dia memahami alias sadar diri kalau dirinya tidak berilmu."

Golongan ini masih tergolong manusia baik. Sebab, manusia yang bisa menyadari kekurangannnya. Ia bisa mengintropeksi dirinya dan bisa menempatkan dirinya di tempat yang sepantasnya. Karena dia tahu bahwa dirinya tidak berilmu, maka dia belajar. Maka, dengan belajar itu, sangat diharapkan suatu saat dia bisa berilmu dan tahu kalau dirinya berilmu. Manusia seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat.

Golongan ketiga ini, adalah manusia yang memang tidak tahu. Namun, dia menyadari bahwa dirinya tidak tahu, sehingga dia selalu belajar dan siap bertanya kepada siapapun yang layak untuk ditanya tentang ilmu. Hasilnya, manusia yang tak berilmu semacam ini lambat laun menjadi manusia yang berilmu.

Sudah selayaknya ketika manusia berilmu bertemu dengan orang golongan ketiga ini, sepatutnya orang berilmu itu berkenan mengajarinya, karena orang golongan ketiga ini adalah pembelajar yang perlu diajari untuk perbaikan masa kini dan masa depan.

Golongan keempat adalah Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri, yakni "seseorang yang tidak memahami (tidak berilmu), dan dia tidak tahu (dan tidak mau tahu) kalau dirinya tak berilmu."

Golongan keempat adalah manusia paling buruk. Dia adalah orang bodoh, tapi tidak menyadari kebodohannya. Seharusnya orang bodoh belajar pada orang yang alim. Tapi orang bodoh yang tidak menyadari dirinya bodoh, ia adalah orang yang enggan belajar. Dia merasa puas dengan kondisi dirinya. Cenderung menolak untuk diajari, bahkan sering berlagak tahu, meski aslinya cuma tidak paham atau tak tahu. Golongan semacam itu adalah manusia bodoh yang tidak bisa diubah dan tidak mau berubah menjadi baik.

Golongan ini adalah manusia yang paling buruk. Manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal ia tidak tahu apa-apa. Ia susah disadarkan. Kalau diingatkan, ia akan membantah, sebab merasa tahu atau merasa lebih tahu. Kalau sudah begitu, maka susah dicari kebaikannya. Karenanya, golongan seperti ini dinilai tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat.

Demikianlah empat golongan manusia dalam pandangan Imam Al-Ghazali yang dinukil dari Syaikh Kholil bin Ahmad. Untuk itu mari kita introspeksi diri masing-masing. Termasuk dalam golongan manakah diri kita? Wallahu 'Alam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 28 Agustus 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Asimun ibnu Mas'ud

Editor: Hakim