Kajian Kitab Hikam Pasal 10, 'Sirr Ikhlas adalah Ruh Diterimanya Amal Disisi Allah'

 
Kajian Kitab Hikam Pasal 10, 'Sirr Ikhlas adalah Ruh Diterimanya Amal Disisi Allah'

LADUNI.ID, Jakarta - Kajian Kitab Al-Hikam Pasal 10, tentang 'Sirr Ikhlas adalah Ruh Diterimanya Amal Disisi Allah'

Oleh: Asy-Syaikh Al-Habib Shohibul Faroji Azmatkhan

Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari dalam Kitab Al-Hikam pasal 10 berkata:

اَلْأَعْمَالُ صُوَرٌ قَائِمَةٌ، وَأَرْوَاحُـهَا وُجُوْدُ سِرِّ اْلإِخْلاَصِ فِيهَا

"Amal perbuatan manusia adalah bentuknya yang tampil, sedangkan ruh yang menghidupkannya adalah hadirnya sirr ikhlas (cahaya ikhlas) padanya."

Penjelasan (Syarah)

Dikisahkan, suatu hari ketika Rasulullah SAW sedang berkumpul bersama para sahabatnya, datang seorang wanita kafir membawa beberapa biji buah jeruk sebagai hadiah. Rasulullah SAW menerimanya dengan senyuman gembira. Lalu mulailah jeruk itu dimakan oleh Rasulullah SAW dengan tersenyum, sebiji demi sebiji hingga habislah semua jeruk tersebut. Ketika wanita itu meminta izin untuk pulang, salah seorang sahabat segera bertanya mengapa tidak sedikit pun Rasulullah menyisakan jeruk tadi untuk sahabat lainnya.

Rasulullah SAW pun menjawab: "Tahukah kamu, sebenarnya buah jeruk itu terlalu asam sewaktu saya merasakannya pertama kali. Kalau kalian turut makan, saya takut ada di antara kalian yang akan mengernyitkan dahi atau memarahi wanita tersebut. Saya takut hatinya akan tersinggung. Sebab itu saya habiskan semuanya."

Akhlak yang agung seperti ini tidak dapat dipoles di permukaan, tetapi semata-mata karena ada cahaya ikhlas yang sudah tertanam di dalam hati Rasulullah.

Sikap dan perilaku adalah cerminan hati. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW bersabda:

"Aku pernah bertanya kepada Malaikat Jibril tentang hakikat ikhlas. Lalu Malaikat Jibril berkata, 'Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah', lalu Allah berfirman, '(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku, yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku." Hadits Qudsi

Sirr secara bahasa artinya adalah 'rahasia.' Secara hakikat sirr adalah cahaya khusus yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang Dia cintai, sebagaimana diungkap dalam hadits di atas.

Tidak ada amal-amal yang agung dapat tegak kecuali Allah telah menanamkan ruh berupa cahaya ikhlas yang dapat menghidupkan amal tersebut. Sebagaimana akhlak-akhlak yang tinggi yang ditampilkan oleh para nabi, rasul serta hamba-Nya yang Dia cintai adalah karena ada ruh-ruh yang menghidupkannya; dan itu berupa sirr (cahaya) ikhlas yang menyala di dalam hati mereka.

Amal ialah, geraknya badan lahir atau hati. amal itu digambarkan sebagai tubuh/jasad. sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. yakni., badan tanpa ruh berarti mati. amal lahir atau amal hati itu bisa hidup hanya dengan adanya ikhlas. Allah berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." QS. Al-Bayyinah: 5.

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas)kepada-Nya." QS. Az-zumar: 2.

Imam Hasan Al-Bashari, barkata, "Aku pernah bertanya kepada shahabat Hudzaifah r.a. tentang ikhlas, beliau menjawab: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW ikhlas itu apa, beliau menjawab: Aku pernah menanyakan tentang ikhlas itu kepada malaikat Jibril a.s dan beliau menjawab: Aku pernah bertanya tentang hal itu kepada Allah Rabbul 'Izzati, dan Ia menjawab: "Ikhlas ialah Rahasia di antara rahasia-rahasia-KU yg Kutitipkan di hati hamba-KU yang Aku cintai."

Ikhlas itu berbeda-beda /bertingkat sesuai dengan perbedaan orang yang beramal.

Keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, dan amal perbuatan itu telah bersih dari pada riya' yang nampak ataupun yang tersembunyi, sedang tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya, dan supaya diselamatkan dari neraka-Nya.

Keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Allah, yang beramal hanya karena mengagungkan Allah, karena hanya Allah dzat yang wajib di Agungkan, tidak karena pahala atau selamat dari siksa neraka.

Rabi'ah al-'Adawiyyah bermunajat pada Allah: "Ya Allah, aku beribadah kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta atau mengharap surgamu. Tetapi aku beribadah karena aku ikhlas semata-mata karena Mu." Perkataan ini masih menganggap dirinya yang beribadah (mengaku bisa beribadah).

Keikhlasan orang -orang yang sudah Ma'rifat kepada Allah. Mereka selalu melihat kepada Allah, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas kehendak Allah, mereka tidak merasa kalau bisa beramal, kecuali diberi pertolongan oleh Allah, bukan karena daya kekuatan dirinya sendiri.

Kesimpulan
Kunci menjadi kekasih Allah dan diterimanya semua ibadah kita adalah dengan menanam kan Cahaya Ikhlas dalam hati kita hanya karena Allah saja.

Referensi, Asy-Syaikh Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Atho'illah As-Sakandari, Kitab Al-Hikam, Pasal 10.

(*)