Membumikan Dimensi Spiritual Literasi

 
Membumikan Dimensi Spiritual Literasi

LADUNI.ID, EDUKASI -Bu­daya literasi menciptakan ketergan­tu­ngan pada bahan bacaan sebagai re­ferensi menjawab berbagai persoalan ke­hi­dupan. Seperti mesin pencari in­formasi, bahan bacaan bahkan bisa men­jadi konsultan pribadi dalam me­ngatasi persoalan.

Seperti ketergantungan orang pada me­sin pencari informasi digital, mem­baca harusnya menjadi ketergantu­ngan kita guna mendapatkan pengeta­huan yang diperlukan. Budaya literasi tidak hanya menjadikan membaca se­bagai fashion atau gaya hidup

Apakah yang akan dilakukan se­seorang yang mengalami ke­gagalan dalam bisnis, rumah tangga atau gagal mencapai prestasi yang diinginkan? Kebanyakan orang melakukan 'sele­brasi' kegagalan dengan banyak membuang waktu untuk ber­sedih hati, kecewa dan meratapi nasib. 

Sedikit orang 'mera­ya­kan' kegagalan dengan membaca buku yang dibutuhkan, yakni buku teori sukses atau buku bangkit dari kegagalan. Masyarakat li­terasi akan menjadikan bahan ba­caan (literatur) sebagai kebutuhan se­perti orang membutuhkan mesin pen­cari informasi dalam gadget di geng­gaman mereka.

Karena itulah minat baca harus kita lihat sebagai dimensi spiritual, bukan se­mata-mata watak dan kemalasan se­seorang. Dengan meletakkan minat baca pada dimensi spiritual, kita akan m­e­yakinkan masyarakat membaca se­bagai kebutuhan saat kita sedih, meng­hadapi kesulitan atau bahkan saat kita mempersiapkan menghadapi kebahagiaan.

Kita mungkin pernah mendengar ki­sah sukses seseorang yang pernah ja­tuh dari bisnis. Beberapa di antara me­reka mengaku, kisah suksesnya di­mulai dari inspirasi positif setelah mem­baca literatur (buku, majalah, ko­ran, artikel) atau menon­ton taya­ngan televisi dan situs berbagi video di internet. Ini menjelaskan, literatur me­rupakan 'konsultan' yang kita bu­tuh­kan untuk menjawab apa pun per­soa­lan yang kita hadapi.

Menempatkan membaca sebagai kebutuhan spiritual akan mendorong gaya hidup masyarakat yang ulet dan pembelajar. Bukan masyarakat yang gampang mengeluh dan meratapi na­sib tanpa mencari solusi. 

Masyarakat literasi adalah masyarakat yang mem­budayakan gemar membaca dan men­jadikan bahan bacaan sebagai ke­butuhan mengisi pengetahuan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan kehidupan.

Perlu Penyadaran

Pemerintah melalui pengelola per­pus­takaan dan penggerak literasi harus membangun sistem gerakan yang lebih gencar dengan menitik­be­ratkan program mengubah pola pikir ma­­syarakat terkait kebutuhan mem­ba­ca. 

Infrastruktur dan fasilitas pen­du­kung memang penting, namun tak kalah penting ba­gaimana meyakinkan masyarakat bahwa membaca merupa­kan kebutuhan yang sama halnya de­ngan kebutuhan orang mendengar khot­bah di rumah ibadah, kebutuhan bela­jar, bahkan sama dengan kebutu­han makan dan minum. Membaca ada­lah kebutuhan makanan otak dan pikiran manusia.

Masyarakat perlu diberi penyada­ran bahwa membaca meru­pakan pro­ses belajar mandiri bagi diri sendiri. De­ngan belajar akan menambah ke­kayaan wawasan berpikir, penge­ta­huan, keterampilan dan informasi lain­nya. 

Dengan wawasan berpikir, pe­ngetahuan dan keterampilan, akan mengembang­kan daya kreatif dalam menyelesaikan problem ekonomi, sosial, budaya dan lainnya. Dengan adanya penjelasan yang intens akan adanya hubungan minat baca dengan persoalan kehidupan , diharapkan minat membaca dapat dimotivasi.

***Hadhe PK