Gerakan Literasi Spritual

 
Gerakan Literasi Spritual

LADUNI. ID, KOLOM -Gerakan literasi nasional meng­harapkan aktivitas mem­baca men­jadi kebiasaan bagi masyarakat. Mem­baca menjadi gaya hidup sehari-hari. Praktiknya, upaya mencapai ha­ra­pan yang diinginkan memang tidak mu­dah.

Gerakan literasi na­sional yang dicanangkan pemerintah dan di­implementasikan dalam berbagai ben­tuk program kegiatan di tingkat dae­rah belum menyentuh dampak yang diharapkan.

Program gerakan masih sebatas seremonial yang dimu­lai dari acara deklarasi, festival-fes­tivalan hingga penghargaan-peng­har­gaan seperti Rekor MURI.

Sementara indikator keberhasilan yang ditandai oleh terciptanya gaya hidup masyara­kat gemar membaca belum terlihat.

Gerakan literasi nasional yang dikemas lewat tiga basis program meliputi Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Gerakan Literasi Keluarga (GLK) dan Gerakan Literasi Masya­ra­kat (GLM) gaungnya belum terasa.

Sejak diluncurkan pada tahun 2015, baru GLS yang gencar melaksanakan lewat berbagai program yang terinte­grasi dengan kegiatan belajar menga­jar di sekolah.

Setidaknya di beberapa se­kolah telah menerapkan GLS de­ngan program membaca limabelas me­nit sebelum belajar, perpustakaan kelas dan festival literasi.

Sejumlah komunitas pecinta litera­si dan beberapa institusi pemerintah ke­­mudian memang mendukung gera­kan literasi yang menyasar ke keluar­ga dan masyarakat.

Mereka memba­ngun taman bacaan dan menggelar ber­­bagai program menum­buhkan mi­nat membaca. Sayangnya memang baru segelintir kecil yang menunjuk­kan kepedulian dengan keterbatasan­nya.

Tentu saja kita masih mengha­rap­kan dukungan dan peran pemerin­tah pusat atau daerah guna tercapai­nya peningkatan minat baca dan bu­daya literasi di tengah masyarakat. Para rela­wan penggerak literasi de­ngan keterbatasannya tidak mungkin ber­­diri sendiri dan memerlukan duku­ngan pemerintah.

Minat baca adalah aspek psiko­logis yang merujuk kepada kebutuhan sifat rasa ingin tahu. Membaca adalah jembatan untuk menemukan jawaban dan referensi pengetahuan untuk menjawab berbagai persoalan mau­pun mengatasi berbagai tantangan ke­hidupan. Kalau begitu, minat baca dapat dilihat sebagai dimensi spiritual sebagai akses untuk memenuhi kebu­tu­h­an gizi pengetahuan yang diperlu­kan akal dan pikiran kita.


***Hadhe PK