Urgensi Penguatan Ekosistem Literasi

 
Urgensi Penguatan Ekosistem Literasi

 

LADUNI.ID, KOLOM-  Sensus Perpustakaan Nasional tahun 2018 menyimpulkan sebaran perpustakaan belum merata dan berkeadilan. Disparitas antarwilayah sangat tinggi. Keberadaan perpustakaan masih didominasi di pulau Jawa dengan sebaran 48%. Sedangkan daerah Maluku dan Irian Jaya dengan sebaran baru 2%.

Ketersediaan perpusta­kaan sebanyak 164.610 unit yang tersebar di Indonesia juga belum dikelola sesuai dengan standar nasional atau baru 19% sesuai standar, rasio buku dengan penduduk 1.600:1 atau 0,16% sangat jauh dari standar Unesco/IFLA dengan rasio 1:2 (satu orang 2 judul buku perkapita), rasio ketercukupan tenaga juga sangat rendah yakni 1:21.668 orang, sedangkan alokasi anggaran baru teralokasi sebesar Rp.2.938 perkapita penduduk.

Kondisi ini menunjukkan diperlukan upaya penguatan ekosistem literasi melalui ‘multi-stakeholder partnerships’ atau pelibatan seluruh komponen bangsa pemerintah, dunia usaha dan masyarakat secara integratif, dengan memperhatikan, hal-hal sebagai berikut:

Pertama, literasi sebagai isu nasional perlu diselaraskan dan diitegrasikan dalam dokumen perencanaan jang­ka menegah dalam RPJMN, RPJMD provinsi dan bupaten/kota dan pembangu­nan desa sebagai upaya akselerasi literasi yang integratif lingkup nasional.

Kedua, literasi dalam menjawab persolan bangsa tidak dibangun secara sekto­ral, namun kegemaran membaca harus dibangun secara holistik, integratif dan spasial melalui satuan keluarga, pendidikan, dan masyarakat serta penguatan stake­holders yang melibatkan seluruh komponen bangsa. Unsur yang harus diperkuat juga adalah konten atau bacaan yang berkualitas baik tercetak maupun digital.

Ketiga, pembentukan pokja nasional literasi atau sekretariat nasional bersama penanggulangan dan pembangunan budaya literasi. Kelopok kerja ini merupakan satuan gugus tugas untuk melakukan koordinasi, konsolidasi, supervisi dan pemantuan dan evaluasi dari berbagai kementerian/lembaga secara nasional.

Keempat, jaminan kesinambungan program dan anggraran maka isu literasi perlu menjadi indikator makro pembangu­nan nasional yang didukung dari APBN, dan APBD juga dari Alokasi Dana Desa (ADD) berdasarkan Permendes No. 16/2018 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, disamping sumber relawan/pilantropi dan Coorporate Sosial Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta. Untuk tahun 2019, pemerintah telah melakukan peningkatan akses publik per­pustakaan dengan melaksanakan pem­bangunan, renovasi, modernisasi sara dan parasarana perpustakaan, pengadaan TIK dan pengembangan koleksi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Perpustakaan.

Dengan demikian pembangunan budaya literasi masyarakat diarahkan pada pengu­atan dimensi literasi melalui; pertama, peningkatan konektivitas melalui keter­sediaan infrastruktur perpustakaan yang modern dan terjangkau; kedua, peningkatan rasio bacaan dengan perkapita penduduk; ketiga, peningkatan akses internet dan sumber digital; keempat, mendorong pembudayaan kegemaran membaca masyarakat baik dari satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat sejak dini; kelima, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga perpustakaan.

Membangun budaya literasi bersifat tindakan afirmatif dan diarahkan pada ikhtiar kolektif bangsa sehingga seluruh kompenan baik pemerintah pusat, daerah, dunia usaha (penerbit), industri media cetak dan elektronik, pengarang/penulis, satuan pendidikan, masyarakat, dan keluarga saling terpadu untuk akselerasi budaya literasi untuk Indonesia maju.

***Adin Bondar, sumber: analisadaily