Biografi KH. Ahmad Dahlan Achyad, Wakil Ketua Rais Akbar Nahdlatul Ulama Pertama

 
Biografi KH. Ahmad Dahlan Achyad, Wakil Ketua Rais Akbar Nahdlatul Ulama Pertama

Daftar Isi Biografi KH. Ahmad Dahlan Achyad

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-guru
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Menjadi Pengasuh
4.    Kiprah di Nahdlatul Ulama
5.    Karya Beliau

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1  Lahir
KH. Ahmad Dahlan Ahyad lahir pada tanggal 30 Oktober 1885 M bertepatan dengan 13 Muharram 1303 H di Kebondalem Surabaya. Beliau adalah putra keempat dari enam bersaudara dari pasangan KH. Muhammad Ahyad dan Nyai Hj. Mardliyah.

Nasab beliau dari jalur ayah KH. Ahyad merupakan keturunan ketujuh bersambung dengan Sayyid Sulaiman yang dimakamkan di Mojoagung Jombang. Dengan begitu, ayah Kyai Dahlan masih rintisan darah dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon.

Karena Sayyid Sulaiman adalah putra dari Syekh Abdul Rahman Al-Syaibani, yang menikah dengan Nyai Syarifah Khadijah, Putra Maulana Sultan Hasanuddin Banten, dan cucu dari Sunan Gunung Jati. Sedangkan ibu Nyai Mardliyah (ibu Kyai Dahlan) adalah adik KH. Abdul Kahar saudagar kaya nan terkenal dari Kawatan Surabaya juga cukup dekat dengan Kyai-Kyai NU.

1.2 Wafat
Kyai Dahlan Ahyad berpulang pada 20 November 1962 di usia 77 tahun

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
KH. Ahmad Dahlan Ahyad bermula dari ayahanda beliau sendiri yakni Kyai Achyad, pemangku Pesaantren Kebondalem. Melalui restu orangtua beliau nyantri ke Syaikhona Kholil Bangkalan.  

Kemudian melanjutkan pengembaraan ilmu ke Kyai Mas Bahar Sidogiri Pasuruan. Sayangnya hingga saat ini, masih belum ditemukan data yang akurat apa saja yang beliau pelajari di Pesantren Kebondalem.

Hanya saja Wasid sedikit menafsirkan bahwa, di Pesantren Kebondalem (milik ayahanda beliau sendiri) Dahlan muda belajar dasar-dasar agama, praktik shalat dan ibadah lainnya. Sedangkan di Pesantren Kademangan Dahlan muda belajar ilmu Nahwu, Fikih dan Sharaf. Sedangkan di Pesantren Sidogiri Dahlan muda belajar materi tafsir, hadits dan hisab.

2.1 Guru Beliau

  1. Kyai Muhammad Achyad (ayah)
  2. Syaikhona Kholil Bangkalan,
  3. Kyai Mas Bahar Sidogiri Pasuruan.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Perjalanan kehidupan Kiai Dahlan meninggalkan jejak yang patut untuk direfleksikan. Kyai Dahlan adalah sosok ‘ulama’ yang konsisten berjuang didunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan dari posisinya sebagai pemangku Pesantren Kebondalem juga sebagai pendiri perkumpulan Tasiwrul Afkar. Selain sebagai sosok yang konsisten berjuang didunia pendidikan, Kyai Dahlan begitu teguh membentengi bangsa ini dari gerakan Wahabi.

3.1 Menjadi Pengasuh Pesantren
Setelah lama beliau mengembara mencari ilmu dari pesantren ke pesantren, Kyai Dahlan kembali ke kampung halaman untuk melanjutkan estafet pesantren milik ayahanda beliau. Sayangnya hingga kini tidak ditemukan data yang valid kapan Kyai Dahlan mulai menjadi pengasuh pesantren Kebondalem secara resmi.

4. Kiprah di Nahdlatul Ulama
Pada tahun 1926 M berdirilah organisasi secara resmi untuk benar-benar menghalau Wahabi, yakni Nahdlatul Ulama’. Organisasi akbar ini dipimpin oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari (Rais Akbar) sedangkan Kyai Dahlan sebagai wakil ketua dan KH. Wahab Chasbullah sebagai sekretaris (Katib Awal). Kedudukan Kyai Dahlan sebagai orang nomor dua di NU kala itu cukup berpengaruh.

Dua tahun kemudian, digagas sebuah misi ke tanah haram untuk menghadap raja Abdul Aziz bin Sa’ud agar tidak lagi menerapkan egoisme dalam bermadzhab. Misi tersebut dikenal dengan nama Komite Hijaz. Melalui misi tersebut hingga kini keleluasaan bermadzhab tetap berlangsung di tanah haram.

Kepedulian beliau terhadap ideologi semakin terlihat tatkala Kyai Dahlan mendapat amanah sebagai Ketua MIAI pada tahun 1937. Di Majelis ini peran Kyai Dahlan begitu besar. Kyai Dahlan sebagai tuan rumah saat dirintisnya MIAI pada tanggal 12-15 Rajab 1358 H atau 18-21 September 1937 M.

Dimasa senjanya saat Kiai Dahlan berumur 65, dia tetap berkomitmen untuk agamanya. Tahun 1956-1959, Kyai Dahlan tercatat sebagai ketua Pengadilan Agama di Gresik. Sayangnya hingga saat ini masih belum ditemukan apa saja perannya saat menjabat sebagai ketua Pengadilan Agama di Gresik.

Hal ini dibuktikan dengan posisinya sebagai Wakil Rais Akbar NU pada periode pertama. Usaha selanjutnya selain menjadi pejabat elite NU periode pertama untuk menghalau gerakan Wahabi.

Meskipun berbeda ideology bahkan cenderung bertentangan, Kyai Dahlan tidak serta-merta menunjukkan respon yang radikal atau menggunakan tindakan kekerasan agar Wahabi tidak leluasa menyebarkan pahamnya.

5. Karya Beliau
Ketika memangku pesantren Kebondalem, beliau menuliskan karya Tadzkirat Al-Naf’ah dicetak tahun 1353 H atau bertepatan tahun 1935 M. Karya ini membahas bab sholat khususnya shalat Jumat.

Sebenarnya penulisan kitab ini dilatar belakangi oleh kondisi keberagamaan Kota Surabaya yang sedang diintervensi oleh Wahabi. Sebab era 1930 Kota Surabaya adalah salah satu dari kota yang menjadi tempat bertarungnya beragam ideologi (keagamaan).

Dengan hadirnya kitab ini seolah Kyai Dahlan ingin berpartisipasi menggerus ideologi yang menyimpang tersebut dan kembali meluruskannya. Hanya saja kitab ini berisi satu topik pembahasan yakni shalat Jumat.

Pada tahun 1913 – 1932 M, Kyai Dahlan menjadi pembimbing haji. Pada tahun tersebut umur Kyai Dahlan cukup muda yakni antara 27 sampai dengan 47 tahun. Periode umur yang produktif tersebut dia gunakan dengan optimal. Sebagai pembimbing haji tentunya Kyai Dahlan tahu betul keterpurukan bangsa ini yang saat itu dalam cengkraman kolonialisme.

Lebih-lebih kerasnya ideologi trasnasionalis radikal (Wahabi) semakin menjadikan Kyai Dahlan prihatin dan ingin segera membentengi ideologi bangsa ini. Alhasil, pada tahun 1914 Kyai Wahab mempunyai gagasan untuk mendirikan studi club yang hendak dijadikan sebagai media diskusi perkembangan islam Ahlussunnah wal Jama’ah, gagasan ini beliau ungkapkan pada Kyai Dahlan. Dengan antusias, Kyai Dahlan menyambut ide cemerlang tersebut.

Dari ide tersebut terlahirlah Taswirul Afkar. Perkumpulan ini menjadi titik awal perjuangan ‘Ulama-ulama’ mengawal ideologi aswaja di bumi Nusantara ini dari gerakan transnasionalis radikal (Wahabi). Dikatakan titik awal karena setelah perkumpulan ini terbentuk, muncullah gerakan selanjutnya.

 

Lokasi Terkait Beliau

List Lokasi Lainnya