Sholat Istikharah, Solusi Terbaik Memecahkan Segala Masalah

 
Sholat Istikharah, Solusi Terbaik Memecahkan Segala Masalah
Sumber Gambar: KibrisPdfsandipo

LADUNI.ID, Jakarta - Di antara sholat sunah yang dianjurkan Rasulullah SAW adalah sholat Istikharah. Sholat Istikharah adalah adalah sholat sunnah yang fungsinya untuk memohon petunjuk Allah SWT atas segala kebimbangan seseorang dalam mengambil keputusan atau dalam memilih di antara dua hal yang sulit yang sama-sama baiknya dengan cara melakun shalat dua rakaat dan berdoa kemudian biarkan kelapangan hati yang memutuskan dan perlu diketahui bahwa sholat Istikharah bukan dikhususkan untuk mencari petunjuk dalam memilih pasangan hidup atau dengan isyarat mimpi sebagimana kebiasaan yang dilakukan oleh sebagai masyarakat Indonesia pada umumnya.

Secara lughawi (etimologi) sebagaimana yang disebutkan Ibnu Mandzur (w. 711 H) dalam Lisanu al-Arab, kata Istikharah mempunyai arti:

طلَبُ الخِيرةِ في الشيءِ

“Meminta pilihan pada sesuatu” berasal dari bahasa Arab :

استخِرِ اللهَ يَخِرْ لك

“Kau memohon pilihan pada Allah SWT , maka Allah SWT memilihkan untukmu”.

Sedangkan secara istilah (termonologi) menurut Syaikh Ibnu Hajar al-Asqalaniy (w. 852 H) dalam Fathu al-Bari Syarhi Shahih Bukhariy, istikharah adalah:

طلب خير الأمرين لمن احتاج إلى أحدهما

“Berusaha memilih yang terbaik salah satu di antara dua hal” dengan cara shalat dan berdoa. Sementara Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ali al-Kharsyiy al-Malikiy (w. 1101 H) dalam kitabnya Hasyiyah al-Kharsyiy ala Mukhtashar Sayyid Khalil mendefinisakan:

طَلَبُ الاخْتِيَارِ . أَيْ طَلَبُ صَرْفِ الْهِمَّةِ لِمَا هُوَ الْمُخْتَارُ عِنْدَ اللَّهِ وَالأَوْلَى , بِالصَّلاةِ , أَوْ الدُّعَاءِ الْوَارِدِ فِي الِاسْتِخَارَةِ

Istikharah secara Istilah adalah berusaha memilih artinya memohon pada Allah SWT agar sudi mengarahkan keinginannya pada suatu yang terpilih dan lebih utama menurut Allah SWT dengan cara mengerjakan sholat dan doa istikharah yang telah diajarkan Rasulullah SAW.

Dalam Hasyiyah I’anatu at-Thalibin Syaikh Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyatiy (w. 1300 H) menambahkan: Yang dimaksud Istikharah adalah:

طلب الخير فيما يريد أن يفعله، ومعناها في الخير الاستخارة في تعيين وقته.

“Berusaha memilih yang terbaik pada apa yang diinginkan untuk dikerjakan, sedangkan arti yang terbaik dalam Istikharah adalah terbaik dalam menentukan waktunya”.

Adapun dalil yang menunjukkan kesunahan sholat Istikharah adalah hadits riwayat

1- Bukhari dari Jabir ra:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَمَا يُعَلِّمُنَا السُّورَةَ مِنْ الْقُرْآنِ يَقُولُ إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي قَالَ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abu al-Mawaliy dari Muhammad bin al-Munkadir dari Jabir bin ‘Abdullah radliallahu ‘anhua berkata: “Rasulullah SAW mengajari kami sholat istikharah dalam setiap urusan yan kami hadapi sebagaimana Beliau mengajarkan kami Al-Qur’an, yang Beliau bersabda: “Jika seorang dari kalian menghadapi masalah maka ruku’lah (sholat) dua raka’at yang bukan shalat wajib kemudian berdo’alah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي

“Ya Allah aku memohon pilihan kepadaMu dengan ilmuMu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu dan memohon kepada-Mu dengan karunia-Mu yang Agung, karena Engkau Maha berkuasa sedang aku tidak berkuasa, Engkau Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui karena Engkaulah yang Maha Mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; “Di waktu dekat atau di masa nanti maka takdirkanlah buatku dan mudahkanlah kemudian berikanlah berkah padanya. Namun sebaliknya, Ya Allah bila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk untukku, bagi agamaku, kehidupanku dan kesudahan urusanku ini atau Beliau bersabda; Di waktu dekat atau di masa nanti maka jauhkanlah urusan dariku dan jauhkanlah aku darinya dan tetapkanlah buatku urusn yang baik saja dimanapun adanya kemudian paskanlah hatiku dengan ketepan-Mu itu”. Beliau bersabda: Dan sebutlah keperluannya. (HR. Bukhari no. 1096)

2- Ahmad dan at-Tirmidzi Saad bin Abi Waqqash ra:

مِن سَعادةِ ابنِ آدمَ كثرةُ استِخارةِ اللهِ تعالى ، ورِضاه بما قَضى اللهُ لهُ ومِن شَقاوةِ ابنِ آدمَ ترْكُه استِخارةَ اللهِ وسَخَطُه بما قضَى اللهُ له

“Termasuk kemuliaan bani Adam adalah ia mau beristikharah kepada Allah SWT, dan termasuk kedurhakaannya adalah manakala ia tidak mau beristikharah kepada Allah SWT.” (Ahmad no. 1441 dan at-Tirmidzi no. 2151).

Sebagian ulama berkata:

ﻣَﻦ ﺃُﻋﻄﻲ ﺃﺭﺑﻌًﺎ ﻟﻢ ﻳُﻤﻨﻊ ﺃﺭﺑﻌًﺎ : ﻣَﻦ ﺃُﻋﻄﻲ ﺍﻟﺸُّﻜﺮ ﻟﻢ ﻳُﻤﻨﻊِ ﺍﻟﻤﺰﻳﺪَ، ﻭﻣَﻦ ﺃُﻋﻄﻲ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔَ ﻟﻢ ﻳُﻤﻨﻊِ ﺍﻟﻘﺒﻮﻝَ، ﻭﻣَﻦ ﺃُﻋﻄﻲ ﺍﻻﺳﺘﺨﺎﺭﺓَ ﻟﻢ ﻳُﻤﻨﻊِ ﺍﻟﺨِﻴَﺮَﺓَ، ﻭﻣَﻦ ﺃُﻋﻄﻲ ﺍﻟﻤﺸﻮﺭﺓَ ﻟﻢ ﻳُﻤﻨﻊِ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏَ.

“Barang siapa yang diberikan empat perkara, tidak akan terhalang dari empat perkara, Barang siapa yang diberikan sifat syukur tidak akan terhalang dari tambahan nikmat, barang siapa yang diberikan taubat, tidak terhalang dari penerimaan taubatnya, siapa yang diberikan istikharah tidak terhalang dari kebaikan dalam pilihannya, siapa yang diberikan masyurah (bermusyawarah) tidak terhalang dari kebenaran.”

Adapun tata cara dan syarat shalat Istikharah sama dengan sholat pada umumnya. Syaikh Muhammad bin Umar Nawawiy al-Jawiy (w.1316 H) dalam kitabnya Nihayatu az-Zain fi Irsyadi al-Mubtadi’in mengatakan: “Tata cara mengerjakan sholat Istikharah adalah bila seorang mempunyai sebuah keinginan (yang membimbangkan), hendaklah sholat 2 rakaat dengan niat sholat Istikharah semisal:

أصلي سنة الإستخارة ركعتين لله تعالى

“Saya niat sholat sunah istikharah dua raka’at karena Allah.”

Pada rakaat pertama: Membaca surat Al-Fatihah dan Surah Al-Kafirun ((قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ) pada rakaat kedua: Membaca surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) kemudian setelah salam membaca do’a berikut:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ

(Sebutkan keinginannya seperti hendak menjual sesuatu, membeli, mencari pasangan hidup atau lainnya)

خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ

(Sebutkan keinginannya….)

شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِهِ.

(Sebutkan keinginannya…..).

 

 

___________

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 09 April 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
Editor : Sandipo

Referensi:

✍️ Syaikh Muhammad bin Umar Nawawiy al-Jawiy| Nihayatu az-Zain fi Irsyadi al-Mubtadi’in| Daru al-Kutub al-Ilmiyah hal104-104
✍️ Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyatiy al-Bakriy| Hasyiyah I’anatu ath-Thalibin 438| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 438
✍️ Syaikh Ibnu Hajar al-Asqalaniy| Fathu al-Bari Syarhi Shahih Bukhariy| al-Maktabah Malik Fahad al-Wathaniyah juz 11 hal 187
✍️ Syaikh Muhammad bin Abdullah bin al-Kharsyiy al-Malikiy| Hasyiyah al-Kharsyiy ala Mukhtashar Sayyid Khalil| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 1 hal 69
✍️ Syaikh Jamaluddin Abu al-Fadhal Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandzur al-Anshariy al-Afriqiy al-Mishriy| Lisanu al-Arab| Daru al-Kutub al-Ilmiyah juz 4 hal 310