Menurut Hadis, Kebanyakan Penghuni Neraka adalah Perempuan

 
Menurut Hadis, Kebanyakan Penghuni Neraka adalah Perempuan

LADUNI.ID, Allah Swt tak pernah membeda-bedakan hamba-Nya lewat jenis kelamin ataupun strata sosial. Di sisi Allah hanya yang bertaqwa yang paling tinggi derajatnya.
Namun dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari, Muslim dan Tirmidzi diceritakan bahwa penghuni neraka terbanyak adalah dari golongan perempuan:

وَقمْتُ عَلَى بَابِ النَّارِ، فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ

Artinya: “Saya (Rasulullah Saw) berdiri di depan pintu neraka. Kebanyakan orang yang masuk neraka adalah perempuan.”

Hal ini tentu menjadi pertanyaan bagi kita seolah-olah ada sekat dan pembeda antara laki-laki dan perempuan. Pun dengan adanya hadits tersebut, perempuan seolah-olah menjadi kaum yang patut disalahkan.

Secara letterlijk hadits ini bisa saja digunakan sebagai legitimasi kaum laki-laki untuk menghardik kaum perempuan dan merendahkannya. Lantas benarkah perempuan adalah kaum mayoritas penghuni neraka? Apa sebab-sebab yang menjadikan mereka sebagai kaum mayoritas penghuni neraka?

Al-Mubarakfury dalam kitabnya Tuhfathul Ahwadzi mencoba menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam hadits di atas bukan berarti secara kuantitas penghuni neraka adalah perempuan, melainkan hadits tersebut hanya sebagai anjuran bagi para perempuan untuk menjaga agamanya agar terhindar dari api neraka.

Hal ini juga menjadi bukti kepedulian Rasulullah terhadap para perempuan dan bukan bermaksud untuk memarjinalkannya. Sehingga Rasulullah pun memberikan beberapa kiat-kiat bagi para perempuan agar tidak terjerumus ke dalam api neraka. 

Kiat-kiat dan imbauan Rasulullah tersebut dicantumkan dalam riwayat hadits lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhari. Dalam Sahih Bukhari, Imam Bukhari membuat satu bab khusus yang memuat alasan mengapa perempuan dikatakan sebagai kaum mayoritas penghuni neraka. Bab tersebut diberi judul bab Kufran al-`Ashîr wa Kufrun Dûna Kufrin.

Dalam bab tersebut Bukhari mencantumkan hadis riwayat Abu Said al-Khudri yang menyaksikan Rasulullah Saw bersabda kepada beberapa Sahabiyah (sahabat perempuan):

قَالَ: يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أّهْلِ النَّارِ فَقُلنَ: وَبِمَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللِّعَنَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ

Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: ‘Wahai para perempuan sekalian bersedekahlah! Karena sesungguhnya aku diperlihatkan bahwa mayoritas penghuni neraka adalah kalian (kaum perempuan).’ Kemudian para perempuan itu bertanya: ‘Mengapa ya Rasulullah?’ Rasul pun menjawab: Kalian sering melaknat dan berbuat kufur kepada suami.”

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari-nya menjelaskan bahwa kufur dalam hal ini bukanlah kufur yang menjadikan manusia keluar dari Islam. Akan tetapi yang dimaksud kufur kepada suami adalah mengingkari nikmat yang telah diberikan oleh suami dan meninggalkan kebaikan yang telah dilakukan sehingga menjadikan istri tersebut tidak taat.

Hal ini mengingat kewajiban istri untuk taat kepada suami adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw:

لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

Artinya, “Jika saya (diperbolehkan) memerintah seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka saya akan memerintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya.”

Dalam Faidul Bari dijelaskan bahwa hadits terkait penghuni neraka tersebut muncul karena para perempuan jahiliyah sering melaknat dan mengkufuri suaminya. Sehingga hal ini sebagai bentuk pendidikan yang diupayakan Rasulullah agar para perempuan di masa Rasul tidak melakukan perbuatan yang sama.

Jelas sudah bahwa inti dari hadits tersebut bukan bermaksud untuk memarjinalkan perempuan atau merendahkan perempuan. Yang diinginkan Rasul dalam hadits tersebut adalah agar perempuan umat Rasul tidak meniru perilaku perempuan jahiliyah, yakni suka melaknat dan mengkufuri suaminya.

Jika para perempuan zaman sekarang masih tetap melakukan hal yang sama: melaknat dan mengingkari kenikmatan dan kebaikan yang telah diberikan suaminya, maka hukum Allah berupa neraka adalah sebuah keniscayaan. Wallahu A’lam.

Sumber : NU Online