Bulan Rajab #4: Shalat Raghaib Malam Jum’at Pertama Rajab

 
Bulan Rajab #4:  Shalat Raghaib Malam Jum’at Pertama Rajab

 

LADUNI.ID, HIKMAH- BULAN RAJAB merupakan bulan memperbanyak ibadah termasuk shalat sunah. Namun, ada juga beberapa ibadah di bulan Rajab yang masih terjadi perbedaan pendapat ulama. Salah satunya yang masih menjadi kontroversi yakni shalat Raghaib. Shalat sunah ini pelaksanaannya pada malam Jumat pertama dalam bulan Rajab. Waktu pelaksannaannya antara shalat Magrib dan Isya. Jumlah rakaatnya sebanyak 12 rakaat. Setiap dua rakaat dipisah dengan salam. Para ulama menganjurkan bacaan yang dibaca dalam setiap rakaat berupa surah Al-Fatihah tiga kali dan Al-Ikhlas 12 kali.

Penulis mencoba menyimpulkan bahwa shalat Raghaib hukumnya dapat diklasifikasi kepada beberapa kesimpulan. Pertama, haram karena tergolong bid’ah qabihah, ini menurut para ulama sebagaimana pendapat Imam Ramli, Imam Nawawi dan lainnya. Kedua, boleh sesuai dengan pendapat Ibnu Hajar Asqalani, Syekh Abdul Qadir dan ulama yang sependapat dengan mereka. Juga berdasarkan hikayah dari al-Kurdy tentang khilafiyah status hadis shalat Raghaib. Dengan demikian status fasid atas qaul al-Ghazali juga bisa ditinjau ulang dan menjadi khilafiyah, secara tersirat didukung pula oleh Ibnu Shalah (557-643 H).

Ibnu Shalah yang merupakan seorang muhadits kenamaan dan pengarang Muqaddimah Ibnu Shalahdan kitabnya hingga kini masih banyak dikaji, meski dalam banyak fatwanya menganggapnya sebagai bid’ah, tapi belakangan beliau memperbolehkannya. Walaupun hal ini sangat ditentang keras oleh Syekh ‘Izzzudin (pengarang Qawa’idul Ahkam) yang lantas mengarang kitab At Targhib ‘an Shalat Raghaib Al Maudu’ah.

Menanggapi fenomena tersebut, Ibnu Sahlah menjawabnya dengan mengarang kitab Ar Radd ‘ala Targhib, terkakhir sang “saingan” beliau sosok ulama ternama Syekh ‘Izzuddin membalasnya dengan menuliskan sebuah kitab berjudul Tafnid Radd. Begitulah para ulama dahulu dalam menyikapi perbedaan dengan ilmiah, bukan dengan adu jotos dan permusuhan yang merugikan kedua pihak.

Ketiga, boleh dengan metode menjalankan shalat sunah mutlak ataupun shalat sunah lainnya. (Kitab Asy-Syarqawi:I:309).

Setidaknya kupasan singkat ini berkenaan dengan fenomena kontroversial shalat Raghaib mampu menjadi pencerahan untuk kita semua dan saling menghargai dan menghormatinya. Wallahu Muawaffiq Wa Musta’an.[]

**Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi asal dayah MUDI Samalanga,