Memaknai Hadist dengan Mengetahui Kapasitas Nabi Saw

 
Memaknai Hadist dengan Mengetahui Kapasitas Nabi Saw

LADUNI.ID - Bagian dari metode memahami makna hadis adalah mengerti kapasitas Nabi SAW. ketika bersabda atau melakukan suatu perbuatan. Terkadang kapasitas Beliau sebagai Rasul yang bertugas tabligh menyampaikan risalah menjelaskan wahyu dalam al-Qur'an kepada umat, menjelaskan tentang akidah, ibadah, akhlak, halal dan haram. Dalam konteks ini semua umat Islam wajib mengikutinya. 

Dalam kaitan inilah, Allah menegaskan dalam al-Qur'an: "Apa saja yang disampaikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarang kepadamu, maka tinggalkanlah. (QS. al-Hasyr, 59: 7).

Dalam ayat lain, "Dan tiadalah yang diucapkan itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya." (QS. an-Najm, 53: 3).

Berbeda halnya ketika kapasitas Beliau sebagai manusia biasa. Dalam hadis Sahih Bukhari diriwayatkan bersumber dari Jabir bin Abdullah. Ketika ayahnya meninggal dunia dan banyak hutangnya. Jabir mengusulkan kepada Nabi SAW. agar meminta kepada para sahabatnya yang pernah memberi hutang kepada ayahnya agar "diputihkan" atau dianggap lunas hutangnya dengan ikhlas saja. Nabi SAW. meminta kepada para sahabatnya agar mengikhlaskan hutang ayah Jabir. Ternyata para sahabat tidak ada yang mau mengikuti permintaan Nabi SAW. Apakah mereka berdosa karena tidak taat? Tidak, sebab kapasitas Beliau bukan sebagai Rasulullah SAW. sebagaimana yang dikemukakan di atas, melainkan sebagai manusia biasa, sebagai sahabat atau rekan, bisa diikuti atau bisa juga tidak. Tergantung konteks, kelayakan dan keperluannya. Perbedaan kapasitas seperti ini akan berimpliksi terhadap pengamalan hadis. 

Oleh: Dr. Wajidi Sayadi, M.Ag

Dosen IAIN Pontianak