Memahami Makna Hadis dengan Membedakan antara Sarana yang Bisa Berubah dan Tujuannya yang Tetap

 
Memahami Makna Hadis dengan Membedakan antara Sarana yang Bisa Berubah dan Tujuannya yang Tetap

LADUNI.ID - Kaedah berikutnya dalam memahami makna hadis ialah: "AT-TAMYIZ BAINA AL-WASIILAH AL-MUTAGAYYIRAH WA AL-HADAF ATS-TSAABIT LI AL-HADITS. Artinya: "Membedakan antara sarana yang bisa berubah dan tujuan yang tetap". 

Misalnya, Rasulullah SAW. bersabda: "LAULAA AN ASYUQQA 'ALAA UMMATI LA AMARTUHUM BI AS-SIWAAK". Artinya: "Seandainya tidak menyusahkan umatku, niscaya aku perintahkan (wajibkan) bersiwak". (HR. Bukhari dari Abu Hurairah). 

Dalam hadis lainnya riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, dijelaskan "Aku perintahkan bersiwak setiap hendak wudhu atau shalat. Dalam riwayat Bukhari dari Hudzaifah. Rasulullah SAW. bersiwak setiap bangun tidur di waktu malam.

Atas dasar hadis inilah para ulama berkesimpulan bahwa bersiwak adalah sunnat muakkad sunnat yang hampir wajib. 
Bagaimana caranya bersiwak? 

Dalam prakteknya Nabi SAW. biasanya bersiwak atau gosok gigi menggunakan ranting pohon arak atau arjun. 
Apakah siwak sarana atau tujuan? 

Siwak adalah sarana, bukan tujuan. Adapun tujuan bersiwak dijelaskan dalam hadis Nabi lainnya: AS-SIWAAKU MATH-HARATUN LI AL-FAMI MARDHAATUN LI AR-RABBI. Artinya: "Siwak itu membersihkan mulut-gigi mendapatkan ridha Allah. (HR. Bukhari dari Aisyah).

Berdasarkan kaedah tersebut di atas, bahwa siwak sebagai alat atau sarana, maka ia bisa berubah sesuai perubahan perkembangan zaman, budaya dan ilmu. Oleh karena itu, bersiwak sekarang boleh juga dengan alat yang lainnya selama tujuannya sama. Misalnya sikat gigi yang sudah banyak diproduksi dan dijual di beberapa toko, seperti pepsodent, oral B, dan lain-lain. Selama alat tersebut tidak merusak, melukai, atau mengganggu kesehatan. 

Demikian juga dalam memahami masalah pakaian, makanan, minuman, obat-obatan, sarana peribadatan, pendidikan, dakwah, peralatan perang, dan lain-lain. Semua ini bisa berubah sesuai perubahan perkembangan zaman, budaya, dan ilmu pengetahuan selama tidak bertentangan dengan syariat. Misalnya sekarang pakaian batik, pakaian jas, dasi, topi, kopiah; dan lain-lain, walaupun Nabi SAW. tidak pernah pakai baju batik, jas, dasi atau topi bukan berarti kita menyalahi dan bertentangan dengan sunnah Nabi. Mengikuti sunnah Nabi SAW. sesuai tujuannya walaupun sarananya berbeda. Begitu juga sarana peribadatan, pendidikan, dakwah, kesehatan sekarang berbeda dengan yang dipakai Nabi SAW. Tujuannya yang sama dan tidak berubah, misalnya pakaian untuk menutup aurat dan keindahan, obat untuk kesembuhan, pendidikan untuk kecerdasan, kesehatan untuk kesembuhan. 

Kaedah seperti inilah yang dipakai dalam memahami makna hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim bahwa Nabi SAW. makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jarinya sesudah makan, tanpa menggunakan sendok atau garfu. 

Sebaiknya tidak dipahami secara terbalik. Sarana dijadikan tujuan dan tujuan dijadikan sarana sehingga ngotot pokoknya harus sama dengan pada zaman Nabi. Kecuali ada penjelasan Nabi SAW. mengenai keutamaan tertentu dan celaan apabila meninggalkannya. Misalnya makan dengan tangan kiri, walaupun ini sarana, tapi karena Nabi SAW. mencela makan dengan tangan kiri, maka harus dengan tangan kanan. 

Di sinilah pentingnya metodologi pemahaman hadis. Mudah-mudahahan bermanfaat. Wallahu A'lam bi ash-Shawwab.

Oleh: Dr. Wajidi Sayadi, M.Ag

Dosen IAIN Pontianak