Jangan Hina Gus Dur, Seluruh Wali di Bumi Kenal Gus Dur!

 
Jangan Hina Gus Dur, Seluruh Wali di Bumi Kenal Gus Dur!
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Pada suatu ketika, Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Seggaf, Bukit Duri, Tebet pernah memanggil dua muridnya yang paling senior. Mereka dipanggil mengenai penghinaan yang dilakukannya kepada Gus Dur yang pada saat itu telah menjadi Presiden RI ke-4.

Dalam banyak sumber, khususnya dari penuturan Ustadz Anto, yang ketika itu hadir di pengajian hari Senin pagi, Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman bertanya kepada jamaah yang hadir tentang dua murid seniornya. Dan keduanya yang hadir mengaji sama-sama menyahut, "Maujud ya habib."

Lalu Habibana Al-Walid berkata, "Ente berdua jangan pulang dulu ya, ana ada perlu."

Dikisahkan, saat itu Habibana Al-Walid menegur murid seniornya tersebut.

"Ente berdua kalau jadi muballigh gak usah kata-kata kotor sama orang. Apalagi sama cucunya KH. Hasyim Asy'ari itu. Ente tahu yang namanya Gus Dur itu siapa? Biar ente paham ya... seluruh Auliya'illah min Masyariqil Ardhi ila Maghoribiha, kenal dengan Gus Dur. Dan ente ini siapa, berani mencela-mencela dia?! Dan ana sangat malu kalau ada murid atau orang yang pernah belajar sama ana menghina Gus Dur dan juga menghina lainnya. Kalau ente belum bisa jadi seperti Gus Dur, diam lebih baik! Kalau sudah bisa jadi seperti Gus Dur, ngomong dah sana sampe berbusa-berbusa."

Sejak saat itu, kedua murid senior Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Seggaf, Bukit Duri, Tebet, bungkam dan tidak berani lagi untuk menghina Gus Dur. Kalau sudah gurunya yang menegur tentu hal ini tidak boleh dilanggar dan harus dipatuhi. 

Kedekatan dan keistimewaan Gus Dur di mata para habaib tidak bisa diragukan. Gus Dur adalah sosok yang sangat dekat dan akrab dengan para habaib, khususnya dengan keluarga Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, Kwitang. 

Jika ditelusuri lebih jauh, kita akan tahu betapa dekatnya keluarga Gus Dur dengan keluarga Habib Ali Kwitang. Sementara Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman As-Seggaf Tebet termasuk juga muridnya Habib Ali Kwitang. Sehingga wajar ada pernyataan tegas seperti dikisahkan di atas terkait larangan menghina Gus Dur bagi murid Habibana Al-Walid. Sebab, ternyata Gus Dur juga pernah mengaji sejumlah kitab, langsung kepada Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, yang juga merupakan guru dari Habibana Al-Walid Habib Abdurrahman As-Seggaf Tebet itu.

Kisah mengenai kedekatan Gus Dur dengan Habib Ali Al-Habsyi Kwitang sudah terdengar masyhur sejak dulu. Gus Dur waktu kecil sering diajak ayahnya, KH. Abdul Wahid Hasyim, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama. Dikabarkan Gus Dur sempat mengkhatamkan sekitar 9 kitab di hadapan Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Jadi keabsahan Gus Dur sebagai murid dari Habib Ali Al-Habsyi Kwitang tidak diragukan sama sekali. 

Sewaktu masih menjabat sebagai presiden, Gus Dur pernah hadir di Majelis Ta'lim Kwitang. Beliau datang ba'da Shubuh tanpa pengawalan ketat. Saat itu Gus Dur duduk ikut pembacaan Asmaul Husna sampai selesai.

Melihat kedatangan presiden tanpa pengawalan ketat itu, Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al-Habsyi kaget dan kemudian mendekatinya.

"Aduh Pak Presiden, kalau ke sini kasih kabar dong," kata Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al-Habsyi.

"Mending begini bib, kalo kasih kabar ya nanti kasihan jamaah bisa jadi repot," jawab Gus Dur enteng saja.

Dalam kesempatan lain, setahun sebelum Gus Dur wafat, beliau dikabarkan akan berziarah saat agenda Maulid di Kwitang. Lalu Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Ali Al-Habsyi berkata, "Kalau ada yang tahu Gus Dur kemari, cepat kabarin ana ya."

Tapi, ternyata dari pihak Gus Dur tidak ada kabarnya. Saat itu, putri Gus Dur, Yenni Wahid waktu dihubungi juga tidak menjawab. Dan ternyata Gus Dur nyarkub di jam 11 malam, menurut penuturan pengurus Masjid Ar-Riyadh Kwitang. Memang begitulah Gus Dur. Sosok yang sangat bersahaja, meski beliau bukan sembarang orang, tapi tidak pernah mau merepotkan orang lain.

Kedekatan Gus Dur dengan Habib Ali Al-Habsyi Kwitang

Perlu diketahui bahwa tatkala organisasi NU akan masuk ke Batavia (sekarang Jakarta), para Ulama NU terlebih dulu meminta restu Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang. Ketika itu Habib Ali lalu memerintahkan kepada KH. Ahmad Marzuki bin Mirshod untuk melihat perkembangan NU, khususnya di daerah Jombang. Hal ini dilakukan untuk melihat NU secara lebih dekat.

Sekembalinya KH. Ahmad Marzuki bin Mirshod dari Jombang, beliau menyampaikan kepada Habib Ali Kwitang perihal Organisasi NU yang didirikan oleh Para Ulama Ahlussunah wal Jamaah di Jawa Timur itu. Setelah mendapatkan penjelasan dan informasi seputar NU, lalu Habib Ali memerintahkan kepada segenap muridnya untuk membantu perjuangan NU dan terjun langsung dalam organisasi tersebut. Di antara para Ulama Betawi yang merupakan para murid dari Madrasah Unwanul Falah (Madrasah yang didirikan oleh Habib Ali Al-Habsyi) yang terjun di dalam NU adalah KH. Naim (ayah KH. Abdul Hay Naim ), KH. Abdullah Syafi'i, KH. Thohir Rohili, KH. Ahmad Mursidi, KH. Ali Sibro Malisi dan para ulama lainnya, bahkan juga seluruh murid dan putra dari KH. Ahmad Marzuki pun turut serta.

Dikisahkan, bahwa KH. Hasyim Asyari bila datang ke Betawi, sering kali beliau menyempatkan diri untuk datang dan hadir di Pengajian Hari Minggu paginya Habib Ali Al-Habsyi di Kwitang. KH. Hasyim Asyari juga mengingatkan kepada para putranya, bila ke Betawi, agar tidak lupa untuk menemui dan meminta nasihat serta doa dari Habib Ali Al-Habsyi. 

Saat KH. Wahid Hasyim ditunjuk sebagai Menteri Agama oleh Bung Karno, hubungan KH. Hasyim semakin erat. Kedekatannya dilanjutkan oleh putranya, KH. Wahid Hasyim yang sering bersilaturrahmi kepada Habib Ali Al-Habsyi. Bahkan sang cucu, KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, juga pernah mengaji dan membaca kitab sampai khatam langsung di depan Habib Ali Al-Habsyi.

Mengenai kisah ngajinya Gus Dur kepada Habib Ali Al-Habsyi tersebut, pernah disampaikan langsung oleh Gus Dur sendiri dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW pada sekitar tahun 1990-an di daerah Comal. 

"Saya ini waktu kecil dibawa ayah saya menemui Habib Ali Kwitang. Saya tanya kepada ayah saya, siapa Beliau? apa sama dengan Mbah yang ada di kampung. Lalu ayah saya bilang, 'beliau adalah Habib Ali Al-Habsyi cucunya Kanjeng Nabi SAW, yang merupakan ulama besar di Tanah Betawi dan menjadi guru besar ulama untuk orang Betawi.' Mendengar begitu ya saya bilang sama ayah saya dan meminta izin untuk ngambil barakah dari beliau dan ingin membaca kitab. Ya walaupun itu kitabnya kitab kecil (maksudnya tidak tebal) yang penting saya pernah membacanya di depan Habib Ali. Ya, Alhamdulillah biar begini saya ini sudah khatam buanyak kitab walau kitabnya itu ndak besar, di hadapan seorang ulama besar dari keluarganya Rasulullah SAW."

Keberlanjutan Hubungan NU dan Habaib 

Hubungan NU dengan habaib sejak dulu telah berlangsung dengan baik. Belum lagi tatkala PBNU dibawah kepemimpinan KH. Idham Chalid, hubungan ini terasa semakin erat. Bahkan, saking dekatnya Habib Ali Al-Habsyi pernah menganggap KH. Idham Chalid selayaknya anaknya sendiri.

Beberapa kali Habi Ali Al-Habsyi pernah mengahadiri berbagai acara NU, seperti Rapat Akbar dan Musyawarah Nasional yang diadakan di Betawi. Sebaliknya, rombongan para kyai dari Jawa, bila NU mengadakan acara di Betawi selalu akan menyempatkan hadir di majelisnya Habib Ali Al-Habsyi di Kwitang, sebagaimana yang pernah dipimpin oleh KH. Wahab Chasbullah dan di dampingi oleh KH. Bagir Marzuqi.

Hubungan baik ini terus berlanjut sampai sekarang. Ketika KH. Abdurrahman Wahid menjadi presiden, dikabarkan beliau menyempatkan diri untuk mengambil keberkahan dan berziarah ke Makam Habib Ali Al-Habsyi di Kwitang. Habib Ali Kwitang merupakan guru Gus Dur, karena di masa kecil, Gus Dur pernah membaca kitab langsung di hadapan beliau sebagaimana dikisahkan di atas. 

Lalu bagaimana mungkin hubungan ini dirusak oleh generasi belakangan yang tak mengerti sejarah? Apalagi dengan terus membenturkan NU dengan habaib. Na'udzubillah min Dzalik. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 08 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim