Biografi Ummu Sulaim binti Malhan

 
Biografi Ummu Sulaim binti Malhan
Sumber Gambar: Ilustrasi (foto istimewa)

Daftar Isi Biografi Ummu Sulaim binti Malhan

1.    Riwayat Hidup
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Kisah-kisah
2.1  Memeluk Islam
2.2  Pernikahan Kedua
2.3  Seorang Istri yang Menunaikan Hak-hak Suaminya
2.4  Cerita Anas Tentang Abu Thalhah
2.5  Ujian Keluarga Ummu Sulaim
2.6  Melahirkan Abdullah

3.    Keistimewaan
3.1  Turunnya Ayat Al-Qur'an Tentang Keluarga Ummu Sulaim

4.    Chart Silsilah Sanad

5.    Referensi

Nama lengkapkapnya adalah Rumaisha Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Naja al-Anshaiyah al-Khazrajiyah.

1 Riwayat Hidup

1.1 Lahir

Tidak diketahui secara pasti kapan dan tahun kelahirannya Ummu Sulaim binti Malhan karena minimnya sumber informasi.

1.2 Wafat

Tidak diketahui secara pasti tanggal, bulan, tahun kematiannya Ummu Sulaim binti Malhan karena minimnya sumber informasi.

2. Kisah-kisah

2.1 Memeluk Islam

Ketika nur nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid mulai muncul sehingga menyebabkan orang-orang yang berakal sehat dan memiliki fitrah lurus untuk bersegera masuk islam, tak terkecuali bagi Ummu Sulaim binti Malhan. Beliau adalah salah satu golongan pertama yang memeluk Islam dari golongan Anshar.

Ummu Sulaim binti Malhan yakin dengan keputusan memeluk Islam adalah sebuah kebenaran yang harus ditegakkan, oleh karenanya beliau tidak memperdulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya di dalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala yang beliau buang tanpa ragu. Dengan begitu orang yang pertama harus beliau hadapi adalah suaminya Malik bin Dinar.

Ketika itu suaminya baru saja pulang dari bepergian dan melihat istrinya sudah memeluk Islam. Malik berkata dengan kemarahannya yang begitu memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”

Maka dengan penuh keyakinan dan dengan tegar Ummu Sulaim menjawab , “Tidak, bahkan aku telah beriman,” “Demi Allah, orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan kau tidak meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i VI/144).

2.2 Pernikahan Kedua

Setelah Malik bin Nadhr wafat dibunuh oleh musuhnya, Ummu Sulaim kemudian berjanji bahwa dirinya tidak akan menikah sebelum anaknya Anas bin Malik tumbuh dewasa. Kematian suami pertamanya membuat Ummu Sulaim dikenal dengan mahar pernikahan yang mulia dan terbaik, sebab mahar nikahnya adalah Islam. Selain itu beliau juga dikenal dengan wanita yang baik dan memiliki akhlak yang baik.

Berdasarkan kebaikan dan akhlak mulia Ummu Sulaim, rasa takjub dan cinta mulai tumbuh di hati seorang Abu Thalhah. Beliau berniat untuk menikahi Ummu Sulaim dan sudah menyiapkan mahar berupa harta yang banyak. Dan pada saat itu Abu Thalhah belum masuk Islam.

Kemudian Abu Thalhah menghadap Ummu Sulaim dan mengutaran keinginannya menikah dengan beliau, namun siapa sangka bahwa Ummu Sulaim justru menolak Abu Thalhah dan menawarkan kepadanya apabila ingin menikah maka terlebih dahulu harus masuk Islam.

Tanpa terasa lisan Abu Thahah mengulang-ulang, “Aku berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam sebagai mahar. Oleh karena itu, Tsabit meriwayatkan hadis darri Anas : “Aku belum penah mendengarr seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).

Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thahah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.

2.3 Seorang Istri yang Menunaikan Hak-hak Suaminya

Ummu Sulaim adalah contoh seorang istri yang menunaikan hak-hak suami istri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga contoh terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan orang da’iyah.

Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama, yakni Ummu Sulaim. sehingga, pada gilirannya beliau minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.

2.4 Cerita Anas Tentang Abu Thalhah

Anas bin malik yang menceitakan bagaimana pelrakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmenya tehadap Al-Qur’an sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran: 92).

Seketika Abu Thalhah bediri menghadap Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah berfiman di dalam kitabnya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling aku sukai adalah kebunku, untuk itu aku sedekahkan ia untuk Allah dengan harapan mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesukamu ya Rasulullah.”

“Bagus… bagus… itulah harta yang menguntungkan… itulah harta yang mnguntungkan…. Aku telah mendengar apa yang kamu katakan dan aku memutuskan agar engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu.”

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada anak kerabatnya dan Bani dari pamanya.”

Allah memuliakan kedua orang suami istri ini dengan seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu Umair. Suatu ketika anak tersebut bemain-main dengan seekor burung lalu burung tersebut mati. Hal itu menjadikan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada saat itu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam melewati dirinya maka beliau berkata kepada anak tesebut untuk meghibur dan bermain dengannya, “Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?” (Al-Bukhari VII/109).

2.5 Ujian Keluarga Ummu Sulaim

Allah berkehendak untuk menguji keduanya denga seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, petama kali yang dia kerjakan setelah mengucapkan salam adalah bertanya tentang kesehatan anaknya, dan beliau belum merasa tenag sebelum melihat anaknya.

Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di tempat tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.”

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”

Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulim mendekati beliau dan memperssiapkan makan malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.

Ketika Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena beliau tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.

Ketika di akhir malam beliau berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.” Kemudian Ummu Sulim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan ketika titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimua dengan meninggalnya anakmu.”

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”

Beliau mengulangi kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.

Keesokan harinya beliau pergi menghadap Rasullah Shallallahu alaihi wassalam dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”

2.6 Melahirkan Abdullah

Setelah Abu Umair wafat, Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Ketika Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, selanjutnya Anas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam mengunyah kurma dan mentahkik bayi tersebut (yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi). Anas berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “Namanya Abdullah.”

Ubadah, salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Al-Qur’an.”

3. Keistimewaan

3.1 Turunnya Ayat Al-Qur’an Tentang Keluarga Ummu Sulaim

Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua yang manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata, Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beiau menjawab, Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda, Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya’. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata, Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab, Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu’. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda, Sungguh Allah takjub terhadap fulan dan fulanah’.”

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”

Di akhir hadis disebutkan, maka turunlah ayat: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Al-Hasyr: 9).

Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam Al-Quran yang senantiasa dibaca. Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama pasukan kaum muslimin.

Anas berkata, “Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam berperang bersama Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”

Begitulah, Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli jannah.

4. Chart Silsilah Sanad

Berikut ini chart silsilah sanad guru Ummu Sulaim dapat dilihat DI SINI.

5. Referensi

Kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi.

 

Lokasi Terkait Beliau

    Belum ada lokasi untuk sekarang

List Lokasi Lainnya