Biografi Ratu Kalinyamat ( Pahlawan Maritim Wanita dari Jepara)

 
Biografi Ratu Kalinyamat ( Pahlawan Maritim Wanita dari Jepara)

Daftar Isi Biografi Ratu Kalinyamat ( Pahlawan Maritim Wanita dari Jepara)

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Riwayat Keluarga Ratu Kalinyamat
1.3  Nasab Ratu Kalinyamat
1.4  Wafat
2.  Sanad Ilmu dan Pendidikan Ratu Kalinyamat  
2.1  Guru-guru Ratu Kalinyamat
3.  Penerus Ratu Kalinyamat
3.1  Anak-Anak Ratu Kalinyamat
4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Ratu Kalinyamat
4.1  Peranan Ratu Kalinyamat dalam Bidang Politik
4.2  Peranan Ratu Kalinyamat dalam Bidang Ekonomi
4.3  Peranan Ratu Kalinyamat dalam Hubungan Internasional
4.4  Kesimpulan
5.  Keteladanan Ratu Kalinyamat
6.  Referensi

 

Laduni.ID, Jakarta - Ratu Kalinyamat adalah seorang Raja perempuan atau Ratu yang bertempat tinggal di Kalinyamat, suatu daerah di Jepara yang sampai sekarang masih ada. Kalinyamat kira-kira 18 kilo meter dari Jepara masuk ke pedalaman, di tepi jalan ke Jepara- Kudus. Pada abad  ke-16. Ratu Kalinyamat sebagai kepala daerah Jepara telah memainkan peranan penting tidak  hanya  pada  level  lokal  atau  regional,  tetapi  pada  level  internasional. Peranan beliau  meliputi  berbagai  aspek  kehidupan,  baik  dalam  bidang  politik, ekonomi, sosial budaya, mau pun hubungan internasional.

Pada tanggal 8 November 2023 beliau ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional. Hal itu dibuktikan dengan keluarnya surat dari Kementrian Sekretariat Negara RI, Cq Sekretariat Militer Presiden, dengan nomor surat R-09/KSN/SM/GT/.02.00/11/2023. Perihal terkait penyampaian Informasi Calon Penerima Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2023.

Surat itu di tanda tangani Sekretaris Militer Presiden Laksda TNI Hersan, SH, M.Si, MTr, Opsia dan ditembuskan ke Sekretaris Negara. Surat itu juga ditujukan ke Menteri Sosial Cq.Kementrian Sosial Jl.Salemba Raya Nomor 28 Jakarta Pusat 10430.

1   Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir

Ratu Kalinyamat lahir sekitar tahun 1520 an. Beliau adalah putra dari Sultan Trenggana. Beliau terlahir dengan nama Retna Cempaka ada juga yang menuturkan beliau terlahir dengan nama Raden Ayu Wuryani

1.2 Riwayat Keluarga Ratu Kalinyamat

Beliau menikah dengan Pangeran Hadirin atau Raden Toyib putra dari Sultan Ibrahim dari Aceh. Sayang pernikahan beliau tidak di karuniai Putra. Tetapi beliau mengambil anak angkat dari saudara-saudaranya diantaranya adalah :

  1. Pangeran Timur, adiknya yang terkecil yang kelak menjadi Adipati Madiun yang dikenal dengan nama Adipati Madiun.
  2. Pangeran Arya, Putra Maulana Hasanudin yang kelak menjadi Adipati di Jepara|
  3. Pangeran Pangiri, Putra Pangeran Pawata yang kelak menjadi Bupati Demak

1.3 Nasab Ratu Kalinyamat 

Jika diambil dari garis keturunan kakek beliau adalah cucu dari Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi dengan silsilah sebagai berikut :

  1. Prabu Brawijaya V Bhre Kertabhumi
  2. Raden Patah
  3. Raden Trenggono
  4. Ratu Kalinyamat

Jika diambil dari garis keturunan Nenek beliau adalah masih keturunan dari Rasulullah SAW, dengan Silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Husain Jamaluddin Al-Akbar/ Syekh Jumadil Kubro
  22. As-Sayyid Ibrahim Asmoroqondi
  23. As-Sayyid Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel
  24. Dewi Murtasimah atau Asyiqah Istri Raden Patah
  25. Raden Trenggono
  26. Ratu Kalinyamat

Jika diambil dari garis keturunan dari ibu beliau masih keturunan dari Rasulullah SAW dengan urutan Silsilah sebagai berikut :

  1. Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
  2. Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib
  3. Al-Imam Al-Husain
  4. Al-Imam Ali Zainal Abidin
  5. Al-Imam Muhammad Al-Baqir
  6. Al-Imam Ja’far Shadiq
  7. Al-Imam Ali Al-Uraidhi
  8. Al-Imam Muhammad An-Naqib
  9. Al-Imam Isa Ar-Rumi
  10. Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
  11. As-Sayyid Ubaidillah
  12. As-Sayyid Alwi
  13. As-Sayyid Muhammad
  14. As-Sayyid Alwi 
  15. As-Sayyid Ali Khali’ Qasam
  16. As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath
  17. As-Sayyid Alwi Ammil Faqih 
  18. As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan
  19. As-Sayyid Abdullah
  20. As-Sayyid Ahmad Jalaluddin
  21. As-Sayyid Ali Nuruddin
  22. As-Sayyid Maulana Mansur
  23. Ahmad Sahuri alias Raden Sahur alias Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban ke-8)
  24. Sunan Kalijaga alias Raden Said 
  25. Kanjeng Ratu Pembayun
  26. Ratu Kalinyamat

1.4 Wafat

Ratu Kalinyamat wafat pada tahun 1579. Dan dimakamkan komplek pemakaman Masjid Mantingan. Desa Mantingan, Kec. Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah

2  Sanad Ilmu dan Pendidikan Ratu Kalinyamat

Beliau dibesarkan dan dididik oleh ayahanda Sultan Trenggana dan Kakek beliau Sunan Kalijaga

2.1 Guru-guru Ratu Kalinyamat 

  1. Sultan Trenggana
  2. Sunan Kalijaga

3  Penerus Ratu Kalinyamat

3.1 Anak-anak Ratu Kalinyamat

  1. Pangeran Timur, adiknya yang terkecil yang kelak menjadi Adipati Madiun yang dikenal dengan nama Adipati Madiun.
  2. Pangeran Arya, Putra Maulana Hasanudin yang kelak menjadi Adipati di Jepara|
  3. Pangeran Pangiri, Putra Pangeran Pawata yang kelak menjadi Bupati Demak

4.  Perjalanan Hidup dan Dakwah Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat adalah putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, sultan  Demak  yang  pertama.Ratu  Kalinyamat  mempunyai  nama  asli  Retna Kencana  yang  kemudian  dikenal sebagai  Ratu  Kalinyamat.    Retna  Kencana kemudian  tampil sebagai tokoh sentral dalam penyelesaian konflik di lingkungan keluarga Kesultanan Demak. Sejak masih gadis, Ratu Kalinyamat memperoleh kepercayaan untuk memangku jabatan  Adipati  Jepara.  Kala  itu  wilayah  kekuasaannya  meliputi  Jepara,  Pati, Kudus, Rembang dan Blora. Kerajaan kecilnya mula-mula didirikan di Kriyan.

Ratu  Kalinyamat  menikah  dengan Pangeran  Hadiri. Salah  satu  versi menyebutkan bahwa beliau adalah putera Sultan Ibrahim dari Aceh, yang bergelar Sultan  Muhayat  Syah.    Waktu  kecilnya  bernama  Pangeran  Toyib.  Setelah menikah dengan Ratu Kalinyamat, beliau diberi gelar Pangeran Hadiri, yang berarti yang hadir (dari Aceh ke Jepara) Pertemuan dengan Ratu Kalinyamat terjadi karena pada waktu itu Pangeran Toyib diutus oleh Sultan Aceh  untuk menimba ilmu pemerintahan dan agama Islam  di  Kesultanan  Demak.  

Lelaki  berdarah  Persia  ini  sangat  tampan,  arif bijaksana, berwawasan Islam  luas, dan ketaatan iman, serta berani  menentang penjajah Portugis. Setelah  mengetahui  asal-usul  Raden  Toyib,  hati  Ratu Kalinyamat menjadi berdebar-debar. Beliau teringat akan ramalan  ayahnya bahwa pria yang akan menjadi pendampingnya kelak bukan berasal dari kalangan orang Jawa,  melainkan  berasal  dari  negeri  seberang.  Kemudian  Ratu  Kalinyamat bersedia diperistri oleh Raden Toyib.

Pada masa mudanya Pangeran Toyib mengembara ke negri Cina. Di sana beliau bertemu dengan Tjie Hwie Gwan, seorang Cina muslim yang kemudian menjadi ayah angkatnya. Konon, ayah angkatnya tersebut menyertainya ke Jepara. Setelah menikah dengan Ratu kalinyamat dan menjadi adipati di Jepara, Tjie Hrie Gwan diangkat menjadi patih dan namanya berganti menjadi Pangeran Sungging Badar Duwung (sungging ‘memahat’, badar ‘batu atau akik’, duwung ‘tajam’). Nama sungging diberikan karena Badar Duwung adalah seorang ahli pahat dan seni ukir. Diceritakan bahwa beliaulah yang membuat hiasan ukiran di dinding masjid Mantingan. 

Beliaulah  yang    mengajarkan  keahlian  seni  ukir  kepada  penduduk  di Jepara.  Di tengah kesibukannya  sebagi  mangkubumi  Kadipaten  Jepara,  Badar Duwung masih sering mengukir di atas batu yang khusus didatangkan dari negeri Cina. Karena batu-batu dari Cina kurang mencukupi kebutuhan, maka penduduk Jepara memahat ukiran pada batu putih.

 Pernikahan  Ratu  Kalinyamat  dengan  Pangeran  Hadiri  tidak  berlangsung lama. Hati  Ratu Kalinyamat sangat terpukul dan berduka atas kematian Pangeran Hadiri pada tahun 1549 yang dibunuh oleh utusan Arya Penangsang. Pembunuhan terjadi seusai menghadiri upacara pemakaman kakak kandungnya, Sunan Prawoto yang juga tewas di tangan Arya Penangsang. Untuk menghadapi amukan Arya Penangsang,  Ratu Kalinyamat bertapa di Gelang Mantingan, kemudian pindah ke Desa Danarasa, lalu berakhir di tempat Donorojo, Tulakan, Keling Jepara.

Dalam  perkawinannya,  Ratu  Kalinyamat  tidak  dikaruniai  putra.  Beliau merawat  beberapa anak  asuh. Salah  satu anak  asuhnya  ialah  adiknya  sendiri, Pangeran  Timur,  yang  berusia  masih  sangat  muda  ketika  Sultan  Trenggana meninggal.  Setelah  dewasa, Pangeran Timur  menjadi  adipati di Madiun  yang dikenal  dengan  nama  Panembahan  Madiun.

Dalam  Sejarah  Banten tercatat  bahwa  Ratu  Kalinyamat  juga mengasuh Pangeran  Arya,  putera  Maulana  Hasanuddin,  Raja  Banten  (1552-1570)  yang menikah dengan puteri Demak, Pangeran Ratu.  Menurut  historiografi  Banten,  Maulana  Hasanuddin  dianggap  sebagai pendiri Kesultanan Banten. Maulana Hasanuddin sendiri juga berdarah Demak. Ayahnya, Fatahillah sedang ibunya adalah saudara perempuan Sultan Trenggana. Maulana Hasanuddin menikah dengan  putri  Sultan Trenggana.

Dari perkawinannya itu lahir dua orang putra, yang pertama Maulana Yusuf dan yang ke dua Pangeran Jepara. Yang terakhir ini disebut demikian karena kelak beliau menggantikan Ratu Kalinyamat  sebagai  penguasa  Jepara. Selama  di  Jepara,  Pangeran  Arya diperlakukan sebagai putra mahkota. Setelah bibinya meninggal, beliau memegang kekuasaan di Jepara dan bergelar Pangeran Jepara.  

Masa  pemerintahannya  dan  peranannya  dalam  bidang  politik  dan  ekonomi memang tidak begitu menonjol seperti bibinya.Tidak disebutkan dengan jelas apa alasannya Pangeran Arya  dikirim ke Jepara untuk dididik oleh bibinya. Meski pun demikian, dapat diduga bahwa Ratu Kalinyamat dipandang mampu membimbing dan mendidik, memiliki wibawa, dan berpengaruh. Adakalanya pendidikan putra raja diserahkan kepada keluarga raja yang bertempat tinggal  tidak  bersama-sama Raja. Pemilihan Ratu Kalinyamat sebagai pendidik Pangeran Arya menunjukkan bahwa beliau memiliki kepribadian yang kuat.  

Di  samping  mengasuh  kedua  anak  muda  itu,  Ratu  Kalinyamat  juga dipercaya untuk  membesarkan putra-putra  Sultan  Prawata  yang  telah  menjadi yatim piatu. Sultan Prawata mempunyai tiga orang putra, dua laki-laki dan satu perempuan. Salah satu putra Sultan Prawata adalah Pangeran Pangiri, yang kelak berkuasa di Demak. Selain sebagai keponakan, kelak beliau juga menjadi menantu Sultan Pajang. Tahun meninggalnya Ratu Kalinyamat tidak  dicantumkan  dalam  kitab  kesusasteraan  Jawa.  Beliau  dimakamkan  di  dekat suaminya di pemakaman Mantingan dekat Jepara, yang mungkin dibangun atas perintahnya sendiri, sesudah beliau menjadi janda pada tahun 1549.Pengganti Ratu Kalinyamat adalah Pangeran Japara yang berkuasa dari tahun 1579 sampai tahun 1599. 

Menurut cerita Babad Tanah Jawi, beliau adalah anak angkat Ratu Kalinyamat. Akan tetapi sumber Sejarah Banten menyebutkan bahwa putra mahkota itu, yang bernama  Pangeran  Aria  atau  Pangeran  Jepara  itu  adalah  anak  angkat  Ratu Kalinyamat, putra Raja Hasanudin, Raja Banten. Pada masa inilah peranan Jepara sebagai kota pelabuhan yang penting mengalami masa kemerosotannya.

Setelah kematian Arya Penangsang, Retna Kencana dilantik menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat. Penobatan ini ditandai dengan sengkalan tahun (Candra Sengkala) “Trus Karya Tataning Bumi”  yang diperhitungkan sama dengan 10  April 1549. Selama  masa pemerintahan Ratu  Kalinyamat,  Jepara  semakin  pesat  perkembangannya.  Menurut  sumber Portugis yang ditulis Meilink-Roelofsz menyebutkan bahwa Jepara menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada abad ke-16.

Adanya  gelar  ratu  menunjukkan  bahwa  di  lingkungan  istana kedudukannya cukup tinggi dan menentukan. Lazimnya gelar itu hanya dipakai oleh orang-orang tertentu, misalnya seorang raja wanita, permaisuri, atau puteri sulung raja. Babad Demak Jilid 2 menempatkan Ratu Kalinyamat sebagai puteri sulung Sultan Trenggana. Kalau ini benar, berarti gelar ratu sudah sepantasnya melekat  padanya.  Sebagai  puteri  sulung  raja,  beliau  disebut  Ratu  Pembayun. Pernyataan ini memiliki kesesuaian dengan sumber Portugis.  

Seorang musafir  Portugis yang bernama Fernao Mendez Pinto (1510-1583) menerangkan, ketika beliau datang di Banten pada tahun 1544, datang lah utusan Raja Demak, seorang wanita bangsawan  tinggi  bernama  Nyai  Pombaya.  Besar  kemungkinan  yang dimaksudkan adalah  Ratu Pembayun. Dengan demikian gelar ratu itu diperoleh dari ayahnya, dan bukan berasal dari suaminya yang hanya seorang penguasa daerah setingkat adipati. Menurut Babad Tanah Jawi, Sultan Trenggana  mempunyai enam orang putra.

Putra sulung adalah seorang putri yang dinikahi oleh Pangeran Langgar, putra  Ki  Ageng  Sampang  dari  Madura.  Putra  ke  dua  seorang  laki-laki  yang bernama Pangeran Prawata yang kelak  menggantikan ayahnya  menjadi Sultan Demak  ke  tiga.  Putra  ke  tiga  seorang  putri  yang  menikah  dengan  Pangeran Kalinyamat. Putra ke empat juga seorang putri yang menikah dengan seorang pangeran dari Kasultanan Cirebon.  Putra ke lima juga putri menikah dengan Raden  Jaka  Tingkir  yang  kelak  menjadi  Sultan  Pajang  bergelar  Sultan Hadiwijaya. Ada pun putra bungsu adalah Pangeran Timur, yang masih sangat muda ketika ayahnya wafat.

Dalam  sumber-sumber  sejarah  Jawa  Barat,  dijumpai  nama  Ratu  Arya Japara,  atau  Ratu  Japara  untuk  menyebut  nama  Ratu  Kalinyamat.  Sementara  itu   dalam  Serat  Kandhaning  Ringgit  Purwa menyebutkan bahwa Sultan Trenggana berputra lima orang. Putra pertama hingga ke empat adalah   putri sedang putra bungsunya laki-laki. Putri sulung bernama Retna Kenya yang menikah dengan Pangeran Sampang dari Madura, putri ke dua adalah Retna Kencana yang menikah dengan Kyai Wintang, putri ke tiga adalah Retna Mirah menikah dengan Pangeran Riyo, putri ke empat seorang putri, dan putra bungsunya bernama Pangeran Prawata (Serat Kandhaning Ringgit Purwa. KGB No 7: 257). Dari sumber ini terungkap bahwa Ratu Kalinyamat memiliki nama  asli  Retna  Kencana.  Suaminya,  Kyai  Wintang mempunyai  sebutan  lain Pangeran Hadiri/Pangeran Hadirin atau  Pangeran Kalinyamat.   

Ratu Kalinyamat dapat digambarkan sebagai tokoh wanita yang cerdas, berwibawa,  bijaksana,  dan  pemberani.    Kewibawaan  dan  kebijaksanaannya tercermin dalam peranannya sebagai pusat keluarga Kesultanan Demak. Walau pun Ratu Kalinyamat sendiri tidak berputera, namun beliau dipercaya oleh saudara- saudaranya  untuk  mengasuh beberapa keponakannya.  Menurut  sumber-sumber sejarah  tradisional  dan  cerita-cerita  tutur  di  Jawa,  ternyata  beliau  menjadi  pusat keluarga Kerajaan Demak yang telah tercerai berai sesudah meninggalnya Sultan Trenggana dan Sultan Prawata.

Ratu Kalinyamat adalah seorang raja perempuan yang bertempat tinggal di Kalinyamat, suatu daerah di Jepara yang sampai sekarang masih ada. Kalinyamat kira-kira 18 kilo meter dari Jepara masuk ke pedalaman, di tepi jalan ke Jepara- Kudus.  Pada  abad  ke-16  Kalinyamat  menjadi  tempat  kedudukan  raja-raja  di Jepara. Kalinyamat adalah nama suatu daerah yang juga dipakai sebagai nama penguasanya. Th. C. Leeuwendal, Asisten Residen Jepara dalam Oudheidkundig Verslag  1930 menjelaskan  mengenai  lokasi  kraton  Kalinyamat  dengan menggunakan berita dari Diego de Couto.

Peta Karesidenan Kalinyamat terletak kira-kira 2 pal sebelah selatan Krasak dan di sebelah barat jalan besar Kudus- Jepara.Sementara  itu  P.J.  Veth  (1912)  mencatat  bahwa  Kalinyamat  pernah menjadi tempat kedudukan Ratu Jepara, suatu tempat yang ditemukan jejak-jejak atau bekas kebesaran masa lalu. Meski pun penduduk setempat dan para pegawai sama sekali tidak tahu  tempat yang tepat dari  bekas istana, tetapi setiap orang berbicara  mengenai  Ratu Kalinyamat. 
 
Di  berbagai  desa seperti  Purwogondo, Robayan,  Kriyan,  dan  tempat-tempat  lain  terdapat  legenda  mengenai  Ratu Kalinyamat. Ada dugaan Krian mungkin merupakan tempat para "rakriya" (para bangsawan). Beberapa tempat di daerah ini masih bernama Pecinan, pada hal tidak ada lagi orang Cina yang bertempat tinggal di situ. Kemudian diketahui bahwa desa Robayan dan beberapa desa lainnya masih memakai nama Kauman. Di tempat-tempat tertentu orang masih menyebutnya dengan nama Sitinggil (Siti- inggil), yang terletak di tengah-tengah tanah tegalan.

Di situ ditemukan dinding tembok dari kraton lama yang diperkirakan panjang kelilingnya antara 5-6 km persegi. Di sana sini terdapat benteng yang menonjol ke luar. Batas-batas dari kraton kira-kira meliputi sepanjang jalan besar Kudus, Jepara, Kali Bakalan, yang pada  tahun  1900-an  merupakan  garis  batas  antara  onderdistrik  Pacangaan, Welahan,  dan  Kali  Kecek.  Di  kebanyakan  tempat,  tembok-tembok  kraton  itu masih dalam kondisi yang bagus. Di suatu tempat yang disebut Sitinggil, memang ditemukan  bangunan  batu  bata  yang  ditinggikan,  sementara  di    tempat  lain menunjukkan  adanya tempat mandi. 

Dengan melalui penggalian percobaan di beberapa tempat dapat ditemukan adanya dinding-dinding benteng yang sangat berat yang memanjang sampai beberapa ratus meter. Di tempat itu juga ditemukan fondasi-fondasi yang terbuat dari batu bata yang lebih kecil ukurannya dari pada emplasemen Majapahit. Batu-batu bata ini telah diambili  dan dimanfaatkan oleh penduduk.Di samping itu P.J. Veth memperoleh temuan penting dari berita Portugis mengenai "Cerinhama" atau "Cherinhama" yang disebut sebagai ibukota sebuah kerajaan laut atau kota pelabuhan Jepara yang terletak 3 mil atau kira-kira 12,5 pal ke pedalaman.

Di tempat itu lah letak reruntuhan kraton Kalinyamat yang menjadi tempat kedudukan atau peristirahatan Ratu Jepara. Diperkirakan bahwa selama menjadi penguasa Jepara, Ratu Kalinyamat tidak tinggal di Kalinyamat, akan tetapi di sebuah tempat semacam istana di kota pelabuhan Jepara. Sumber-sumber Belanda awal abad ke-17 menyebutkan bahwa di kota pelabuhan terdapat semacam istana raja (koninghof). Hal ini berarti bahwa Ratu  Kalinyamat  sebagai  tokoh  masyarakat  bahari  memang  tinggal  di  kota pelabuhan,  sementara  itu  daerah  Kalinyamat  hanya  dijadikan  sebagai  tempat peristirahatan. 

Ratu Kalinyamat sebagai kepala daerah Jepara telah memainkan peranan penting tidak  hanya  pada  level  lokal  atau  regional,  tetapi  pada  level  internasional. Peranannya  meliputi  berbagai  aspek  kehidupan,  baik  dalam  bidang  politik, ekonomi, sosial budaya, mau pun hubungan internasional.

4.1  Peranan Ratu Kalinyamat dalam Bidang Politik

Peranan politik yang dilakukan Ratu Kalinyamat diawali ketika terjadi kemelut  di istana  Demak  pada  pertengahan  abad  ke-16  yang  disebabkan  oleh  perebutan kekuasaan  sepeninggal  Sultan Trenggana.  Perebutan  tahta  menimbulkan peperangan    berkepanjangan  yang  berakhir  dengan  kehancuran  kerajaan. Perebutan kekuasaan terjadi antara keturunan Pangeran Sekar dengan Pangeran Trenggana.  Kedua pangeran ini memang berhak menduduki tahta Kesultanan Demak. Dari segi usia, Pangeran Sekar  lebih tua sehingga merasa lebih berhak atas tahta Kesultanan Demak dari pada Pangeran Trenggana. Namun Pangeran Sekar lahir dari istri ke tiga Raden Patah, yaitu putri Adipati Jipang, sedangkan Pangeran Trenggana lahir dari istri pertama, putri Sunan Ampel.  Oleh karena itu Pangeran Trenggana merasa lebih berhak menduduki tahta Kesultanan Demak.

Pangeran Prawata, putra Pangeran Trenggana, membunuh Pangeran Sekar yang dianggap sebagai penghalang bagi Pangeran Trenggana untuk mewarisi tahta Kesultanan Demak. Pembunuhan terjadi di sebuah jembatan sungai saat Pangeran Sekar dalam perjalanan pulang dari salat Jum’at.  Oleh karena itu, beliau dikenal dengan nama Pangeran Sekar Seda Lepen. Menurut tradisi lisan di daerah Demak, pembunuhan itu  terjadi di tepi Sungai Tuntang, sedang menurut tradisi Blora Pangeran  Sekar  dibunuh    di  dekat  Sungai  Gelis. Pembunuhan    ini  menjadi  pangkal  persengketaan  di  Kerajaan  Demak. Raden  Arya  Penangsang,  putra Pangeran  Sekar berusaha  menuntut  balas  atas kematian  ayahnya,  sehingga  beliau  berusaha  untuk  menumpas  keturunan  Sultan Trenggana. Pangeran Sekar mempunyai dua orang putra, yaitu  Raden Penangsang dan Raden Mataram. Sepeninggal ayahnya, Raden Penangsang  diangkat menjadi adipati  di  Jipang  bergelar  Raden  Arya  Penangsang.  Menurut  pandangan masyarakat Blora Arya Penangsang tampangnya seram, berkumis tebal, uwang malang, paha  belalang,  namun  tidak  begitu  tinggi.  Beliau  suka  memakai  celana komprang berwarna hitam, bebedan, dan memakai destar.

Bagi  lawan-lawan  politiknya,  Arya  Penangsang    dituduh  telah  banyak melakukan kejahatan dan pembunuhan terhadap keturunan Sultan Trenggana. Beliau menyuruh Rangkut dan Gopta untuk membunuh Sultan Prawata. Sultan Prawata terbunuh  bersama  permaisurinya  pada  tahun  1549.  Beliau kemudian membunuh Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat. Pangeran Hadiri berhasil dibunuh oleh pengikut Arya Penangsang dalam perjalanan pulang dari Kudus, mengantarkan istrinya dalam rangka minta keadilan dari Sunan Kudus atas dibunuhnya Sultan Prawata oleh Arya Penangsang. Namun Sunan Kudus tidak dapat menerima tuntutan Ratu Kalinyamat karena kurangnya bukti. 

Kematian  Sultan  Prawata  dan  Pangeran  Hadiri  tampaknya  membuat selangkah lagi bagi Arya Penangsang untuk menduduki tahta Demak. Meskipun pembunuhan terhadap Sunan Prawata dan Pangeran Hadiri telah berjalan mulus, namun  Arya  Penangsang merasa  belum  puas  apabila  belum menjadi raja, karena masih ada penghalangnya yaitu Hadiwijaya. Arya  Penangsang berencana  membunuh  Hadiwijaya  namun mengalami kegagalan. Kegagalan itu mendorong pecahnya perang antara Jipang dengan Pajang. Di luar dugaan pihak Arya Penangsang, ternyata Ratu Kalinyamat  tampil  memainkan  peranan  penting  dalam  menghadapi  Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat minta kepada  Hadiwijaya untuk membunuh Arya Penangsang.    Didorong  oleh  naluri  kewanitaannya  yang  sakit  hati  karena kehilangan  suami  dan  saudara,  beliau  telah menggunakan  wewenang  politiknya selaku  pewaris  dari  penguasa  Kalinyamat  dan  penerus  keturunan  Sultan Trenggana. Ratu Kalinyamat  memiliki  sifat  yang keras hati dan  tidak  mudah menyerah  pada nasib. 

Menurut kisah yang dituturkan dalam  Babad Tanah Jawi, 

beliau mertapa awewuda wonten ing redi Danaraja, kang minangka tapih remanipun kaore (bertapa dengan telanjang di gunung Danaraja, yang dijadikan kain adalah rambutnya yang diurai). Tindakan ini dilakukan untuk mohon keadilan kepada Tuhan dengan cara menyepi di Gunung Danaraja.  Beliau memiliki sesanti, baru akan mengakhiri pertapaanya apabila Arya Penangsang telah terbunuh.

Pernyataan  Babad  Tanah  Jawi itu  merupakan  suatu  kiasan  yang memerlukan interpretasi secara kritis. Historiografi tradisional  memuat hal-hal yang digambarkna dengan simbol-simbol dan kiasan-kiasan. Dalam bahasa Jawa kata wuda (telanjang) tidak hanya berarti tanpa busana sama sekali, tetapi juga  memiliki arti kiasan yaitu tidak memakai barang-barang perhiasan dan pakaian yang  bagus.  Ratu  Kalinyamat  tidak menghiraukan  lagi  untuk  mengenakan  perhiasan  dan  pakaian  indah  seperti layaknya  seorang  ratu.  Pikirannya  ketika  itu  hanya dicurahkan  untuk membinasakan Arya Penangsang. Di Gunung Danaraja itu lah Ratu Kalinyamat menyusun strategi untuk melakukan balas dendam kepada Arya Penangsang.Peperangan  antara  Pajang  dan  Jipang  tidak  dapat  terelakkan.  Dalam peperangan itu, Arya Penangsang memimpin pasukan Jipang mengendarai kuda jantan  bernama  Gagak  Rimang  yang  dikawal  oleh  prajurit  Soreng.  Adapun pasukan  Pajang dipimpin oleh Ki Gede Pemahanan, Ki Penjawi, Ki Juru Mertani. Pasukan Pajang juga dibantu oleh sebagian prajurit Demak dan tamtama dari Butuh, pengging. Dalam peperangan itu Arya Penangsang terbunuh.Terbunuhnya Arya Penangsang itu terjadi pada tahun 1480 Saka atau 1558  Masehi  .  

Menurut  Amen Budiman  peristiwa  itu  terjadi  pada  tahun  1556, sedang  sumber  lain  mengatakan  Arya  Penangsang  gugur  pada  tahun  1554. Pertempuran dimenangkan oleh pihak Pajang dan Arya  Penangsang  gugur.  Rangkaian  peristiwa pembunuhan  para  kerabat  raja  Demak  hingga  perang  antara  Pajang  melawan Jipang itu dalam sumber tradisi terjadi pada tahun 1549. Hal itu merupakan anti klimaks dari sejarah dinasti Demak. Setelah  kematian  Arya  Penangsang,  Retna  Kencana  dilantik  menjadi penguasa Jepara dengan gelar Ratu Kalinyamat Peristiwa perebutan kekuasaan di Demak  itu  di  satu  pihak  telah memunculkan  tokoh  wanita  yang  memegang peranan penting dalam kesatuan keluarga Kesultanan Demak, serta dalam bidang politik  pemerintahan  yang  begitu  menonjol.  Sementara  itu  di  pihak  lain, memunculkan seorang tokoh baru yaitu Sultan Hadiwijaya. Fernao Mendez Pinto dalam kesaksiannya menyatakan bahwa di wilayah Kerajaan Demak terdapat delapan penguasa yang memiliki hak untuk memilih raja baru sehingga berkedudukan sebagai dewan mahkota. Daerah utama  yang merdeka di Jawa dan  Madura, salah satunya  adalah  Kalinyamat.  Kedelapan  daerah  merdeka  itu  adalah  Banten, Jayakarta, Cirebon, Prawata, Pajang, Kedu, Madura, dan Kalinyamat. Kedudukan Kalinyamat  sebagai  daerah  merdeka  ini  menempatkan  Ratu  Kalinyamat  pada posisi strategis sebagai pemegang kekuasaan di Jepara.  Karena termasuk sebagai dewan  mahkota,  maka  kedudukan  dan  pengaruh  penguasa  di  delapan  daerah merdeka di bidang politik dan pemerintahan cukup kuat. 

Sultan  Demak  untuk  menggabungkan  daerah  Prawata  dan  Kalinyamat menggambarkan  betapa  dekatnya  hubungan  antara  Sultan  dengan  penguasa Kalinyamat. Kekuasaan Ratu Kalinyamat atas wilayah Kalinyamat dan Prawata cukup  kokoh  karena  tidak  ada  ancaman  dari  pihak  mana  pun. Beliau dihormati  sebagai  kepala  keluarga  Kasultanan  Demak  yang  sesungguhnya. Sepeninggal  Sultan  Prawata,  beliau  menjadi  pemimpin  keluarga  dan  pengambil keputusan penting atas bekas wilayah Kasultanan Demak. Bagi Ratu Kalinyamat kekuasaan  Pangeran  Pangiri,  putra  Sultan  Prawata,  di  Demak  begitu  kecil. Apalagi    Pangeran  Pangiri  menjadi  anak  asuhnya  dan  dibesarkan  oleh  Ratu Kalinyamat. Sementara itu Sultan Pajang bukan merupakan hambatan bagi Ratu Kalinyamat. Ada pun kekuasaan raja-raja Banten dan Cirebon baru saja muncul. Dengan demikian, di antara pewaris dinasti Demak di wilayah pantai utara Jawa, Ratu Kalinyamat lah yang paling menonjol. Ratu  Kalinyamat  diperkirakan  memerintah  hingga  1579.  Penggantinya adalah  Pangeran  Jepara,  putra  angkat  Ratu  Kalinyamat.  Sejarah  Banten menyebutkan  bahwa putra  mahkota  Jepara  yang  bernama Pangeran  Aria  atau Pangeran    Jepara  adalah  putra  angkat  Ratu Kalinyamat,  putra  raja  Banten Hasanuddin. Pada masa itu peranan Jepara mulai mengalami kemerosotan. Pada tahun 1599 Jepara dengan susah payah ditundukkan oleh Mataram. Jepara waktu itu memiliki daya tahan yang kuat karena kota pelabuhan itu dikelilingi dengan benteng yang menghadap ke pedalaman dan dijaga ketat oleh prajurit Jepara.    

4.2 Peranan Ratu Kalinyamat dalam Bidang Ekonomi

Di  bawah  pemerintahan  Ratu  Kalinyamat,  Jepara  mengalami  perkembangan tersendiri. Kekalahan dalam perang di laut melawan Malaka pada tahun 1512- 1513 pada masa pemerintahan Pati Unus,  menyebabkan Jepara nyaris  hancur. Akan tetapi perdagangan lautnya tidaklah musnah sama sekali. Kegiatan ekonomi menjadi semakin terbengkalai pada saat wilayah Kesultanan Demak menjadi ajang pertempuran antara Arya Penangsang dengan keturunan Sultan Trenggana. Meski pun demikian, perdagangan lautnya masih dapat berlangsung, walau kurang berkembang. Setelah  berakhirnya  peperangan  melawan  Arya  Penangsang,  Jepara mengalami perkembangan tersendiri. Apabila Sultan Pajang sibuk dalam rangka konsolidasi  wilayah,  maka  Jepara  pun  sibuk  membenahi  pemerintahan  dan ekonomi yang terbengkelai selama intrik politik berlangsung. Perdagangan laut Jepara dapat berlangsung meski pun kurang berkembang. Namun  beberapa  tahun  setelah  berkuasa,  Ratu  Kalinyamat  berhasil memulihkan  kembali  perdagangan  Jepara.  

Pengembangan di bidang ekonomi  memang diutamakan oleh Ratu Kalinyamat. Di bawah  pemerintahannya, pada pertengahan abad  ke  16  perdagangan  Jepara  dengan  daerah  seberang  laut  semakin  ramai. Pedagang-pedagang dari kota-kota pelabuhan di Jawa seperti Banten, Cirebon, Demak,  Tuban,  Gresik,  dan  juga  Jepara  menjalin  hubungan  dengan  pasar internasional  Malaka.  Dari  Jepara  para  pedagang  mendatangi  Bali,  Maluku, Makasar,  dan  Banjarmasin  dengan  barang-barang  hasil  produksi  daerahnya masing-masing. Dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa  diekspor  beras  ke  daerah  Maluku dan  sebaliknya  dari  Maluku diekspor rempah-rempah untuk kemudian diperdagangkan lagi. Bersama dengan Demak, Tegal, dan Semarang, Jepara merupakan daerah ekspor beras.

Pada pertengahan abad ke-16 perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut menjadi semakin ramai. Menurut berita Portugis, Ratu Jepara itu merupakan tokoh penting di Pantai Utara Jawa Tengah dan Jawa Barat sejak pertengahan abad ke-16. Di bawah  kepemimpinan Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara lebih diarahkan pada penguatan sektor perdagangan dan angkatan laut. Kedua bidang ini  dapat berkembang  baik berkat adanya kerjasama dengan beberapa kerajaan maritim seperti Johor, Aceh, Banten, dan Maluku. Meskipun  daerahnya  kurang subur, namun  di  wilayah  kekusaan  Ratu Kalinyamat terdapat empat kota pelabuhan sebagai pintu gerbang perdagangan di pantai utara Jawa Tengah bagian timur yaitu Jepara, Juana, Rembang, dan Lasem. Oleh karena itu wajar apabila Ratu Kalinyamat dikenal sebagai orang yang kaya raya. Kekayaannya diperoleh melalui perdagangan internasional, terutama dengan Malaka dan Maluku. Jepara merupakan pensuplai beras yang dihasilkan di daerah pesisir. Selain berperan sebagai pelabuhan transito juga menjadi pengekspor gula, madu, kayu, kelapa, kapok, dan palawija. Apalagi dengan berlakunya sistem comenda dalam pelayaran dan perdagangan pada waktu itu, membuat Ratu Kalinyamat tidak hanya sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai pedagang.

Sesuai dengan letak geografis sebagai kota pelabuhan, Jepara menempati suatu titik yang menghubungkan dunia daratan dan dunia lautan. Dunia daratan adalah daerah Pati, Jepara, Juana, dan Rembang, sedang dunia lautan adalah jalur perdagangan dan pelayaran dengan daerah-daerah sekitarnya  mau pun daerah seberang  laut.  Dengan  demikian  dilihat  dari  segi  ekonomi,  pelabuhan  Jepara berfungsi  sebagai  tempat  menampung  surplus  dari  daerah  pesisir  untuk memenuhi warganya dan didistribusikan ke daerah-daerah lain di seberang lautan. Sebaliknya Jepara  juga  berfungsi  menampung produk-produk dari daerah  luar untuk   selanjutnya   didistribusikan   atau   diperdagangkan   ke   daerah-daerah pesisir yang membutuhkan. Perdagangan laut di pantai utara Jawa pada abad ke-16 sebagian besar dikuasai oleh bangsawan. Sebagai penguasa, mereka mempunyai hak beli dahulu bagi barang dagangan yang datang dan memborong barang dagangan yang tidak terjual.  Pedagang-pedagang  asing  memberi  prioritas  kepada  penguasa  untuk memilih barang dagangan yang baik dengan harga lebih rendah dari pembeli lain. Hubungan baik dengan penguasa setempat senantiasa dipelihara untuk kelancaran usaha mereka. Dengan jabatan politik yang tinggi dan dukungan finansial yang kuat memberi peluang bagi  penguasa untuk menanamkan pengaruhnya dalam bidang politik dan pemerintahan.

4.3 Peranan Ratu Kalinyamat dalam Hubungan Internasional

Kebesaran kekuasaan Ratu Kalinyamat tampak  dari luas wilayah pengaruhnya. Menurut  naskah  dari  Banten  dan  Cirebon,  kekuasaannya  menjangkau  sampai daerah Banten. Pengaruh kekuasaan Ratu Kalinyamat di daerah pantai utara Jawa sebelah barat, di samping karena posisi politiknya juga  karena harta kekayaannya yang bersumber pada perdagangan dengan daerah seberang di pelabuhan Jepara sangat menguntungkan. Sebagai raja yang memiliki posisi politik yang kuat dan kondisi ekonomi yang kaya,  Ratu Kalinyamat sangat berpengaruh di Pulau Jawa.Hanya tiga tahun di bawah kekuasaan Ratu Kalinyamat,  kekuatan armada Jepara telah pulih kembali. Berita Portugis melaporkan adanya hubungan antara Ambon dengan Jepara. Diberitakan bahwa para pemimpin Persekutuan Hitu di Ambon telah berulang kali minta bantuan kepada Jepara, baik untuk memerangi orang-orang Portugis maupun suku Hative di Maluku.

Di depan sudah disebutkan, bahwa pemerintahan Ratu Kalinyamat lebih mengutamakan  strategi  pengembangan  Jepara  untuk  memperkuat  sektor perdagangan dan angkatan laut. Kedua bidang ini akan dapat berkembang dengan baik kalau dilaksanakan melalui kerja sama dengan beberapa kerajaan maritim seperti  Johor,  Aceh,  Maluku,  Banten,  dan  Cirebon.  Ini  berarti  bahwa  Ratu Kalinyamat  harus  menjalin  hubungan  diplomatik  dan  kerjasama  dengan mancanegara agar kedudukan Jepara sebagai pusat kekuasaan politik dan  pusat perdagangan bisa kokoh. Bukti tersohornya Ratu Kalinyamat pada pertengahan abad ke-16 antara lain dapat ditunjukkan  dengan  adanya  permintaan  dari  Raja  Johor  untuk  ikut mengusir Portugis dari  Malaka.  Pada  tahun  1550,  Raja  Johor  mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan perang suci melawan Portugis yang saat itu kebetulan sedang lengah dan menderita berbagai macam kekurangan. Ratu Kalinyamat menyetujui anjuran  itu.  Pada tahun 1551 Ratu Kalinyamat  mengirimkan  ekspedisi  ke  Malaka.  Dari  200  buah  kapal  armada persekutuan  Muslim,  40  buah  di  antaranya  berasal  dari  Jepara.  Armada  itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adapati. 

Prajurit dari Jawa ini menyerang dari arah utara. Mereka bertempur dengan gagah berani dan berhasil merebut kawasan orang pribumi di  Malaka.Serangan  Portugis  ternyata  begitu  hebat,  sehingga  pasukan  Melayu terpaksa mengundurkan diri. Sementara itu, pasukan Jawa tetap bertahan. Mereka baru  mundur  setelah  seorang  panglimanya  gugur.  Dalam  pertempuran  yang berlanjut  di  darat  dan  di  laut,  2000  prajurit  Jawa  gugur.  Hampir seluruh perbekalan dan persenjataan berupa arteleri dan mesiu jatuh ke tangan musuh.  Walau pun telah melakukan taktik pengepungan selama tiga bulan, ekspedisi ini akhirnya mengalami kegagalan dan terpaksan kembali ke Jawa. Nasib malang tampaknya menimpa armada Jawa, karena tiba-tiba badai datang. 20 kapal penuh muatan terdampar di pantai dan menjadi jarahan orang Portugis. Dari seluruh armada Jepara, hanya kurang dari separo yang bernasib baik dan selamat kembali ke Jepara.

Walau  pun  pernah  mengalami  kegagalan,  namun  Ratu  Kalinyamat tampaknya tidak berputus asa. Semangat menghancurkan Portugis di Malaka terus berkobar di hati tokoh wanita ini. Pada tahun 1573, beliau kembali mendapat ajakan dari Sultan Aceh, Ali Riayat Syah untuk menyerang Malaka. Ketika armada Aceh telah  mulai  menyerang,  ternyata  armada  Jepara tidak  muncul  pada  waktunya. Keterlambatan  ini  dengan  tidak  sengaja  amat  menguntungkan  Portugis. Seandainya orang Aceh dan Jawa pada waktu itu bersama-sama menyerang pada waktu yang bersamaan, maka kehancuran Malaka tidak dapat dielakkan.Armada  Jepara  baru  muncul  di  Malaka  pada  bulan  Oktober  1574. 

Dibanding dengan ekspedisi pertama, armada Jepara kali ini jauh lebih besar. Armada ini terdiri dari 300 buah kapal layar dan 80 buah di antaranya berukuran besar. Awak kapalnya terdiri dari 15.000 prajurit pilihan, yang dilengkapi dengan banyak sekali perbekalan, meriam, dan mesiu. Salah satu pemimpin ekspedisi militer ke Malaka  pada  masa  pemerintahan  Ratu Kalinyamat ini  adalah  Kyai Demang Laksamana yang oleh sumber Portugis disebut dengan nama  Quilidamao. Nama itu pada jaman sekarang setingkat  Laksamana  Laut  atau  Jendral.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  sebagai penguasa bahari Ratu Kalinyamat lebih mementingkan kekuatan laut dari pada kekuatan angkatan darat. Ini tidak berarti bahwa Jepara tidak mempunyai pasukan atau prajurit darat, akan tetapi kekuatan darat Jepara lebih bersifat defensif yaitu dengan  dibangunnya  benteng  yang  mengelilingi  kota  pelabuhannya  yang menghadap ke darat.

Armada  Jepara  itu  memulai  serangan  dengan  salvo,  tembakan  yang seolah-olah  hendak  membelah  bumi  . Setelah memborbardir kota Malaka dengan tembakan artileri, keesokan harinya pasukan Jawa  didaratkan  dan  mereka  menggali  parit-parit  pertahanan.  Rupa-rupanya peruntungan  nasib  belum  jatuh  di  pihak  Jawa.  Pada  waktu  armada  mereka menyerang, 30 buah kapal besarnya malahan terbakar. Pasukan Jawa kemudian terpaksa  membatasi  gerakan  dengan  mengadakan  blokade  laut.  Portugis  baru berhasil menembus rintangan itu setelah melakukan serangan berkali-kali. Usaha Portugis  untuk  berunding  mengalami  kegagalan  karena  pihak  Jawa  menolak tuntutan Portugis yang dianggap terlalu berat.
Sementara  itu dalam pertempuran  laut pihak Portugis berhasil  merebut enam buah kapal Jawa yang penuh bahan makanan kiriman dari Jepara. Akibat dari kejadian ini, pasukan Jawa yang selama tiga bulan dengan tegar melakukan blokade  laut,  kekuatannya  berangsur-aangsur  surut  karena  kekurangan  bahan makanan.  Mereka  akhirnya  terpaksa  bergerak  mundur  dan  menderita  banyak korban. Konon hampir dua pertiga dari kekuatan angkatan perang yang berangkat dari Jepara musnah. Di sekitar Malaka saja  terdapat sekitar 7.000 makam orang Jawa.Dari pengiriman dua ekspedisi ke Malaka tersebut membuktikan bahwa Ratu  Kalinyamat  adalah  seorang  kepala  pemerintahan  yang  sangat  berkuasa. 

Walaupun beliau gagal dalam misinya, namun orang-orang Portugis juga mengakui kebesarannya. Dalam bukunya, Diego de Couto menyebutnya sebagai Rainha da Japara, senhora poderosa e rica, yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita yang kaya dan berkuasa. Beliau juga disebut oleh sumber Portugis sebagai De kranige dame yaitu seorang wanita yang pemberani. Sifat berani Ratu Kalinyamat ini tampak dalam perjuangannya yang gigih dalam menentang kekuasaan bangsa Portugis. Kegagalan serangan Jepara itu terutama disebabkan oleh kekalahan dalam bidang teknologi militer dan pelayaran. Kapal-kapal Portugis jauh lebih unggul dalam teknik pembuatannya dan lebih besar dari pada kapal-kapal Jepara. Meskipun perlawanan terhadap Portugis mengalami kegagalan, tetapi pengiriman armada itu cukup menunjukkan bahwa perekonomian di Jepara pada saat itu sangat kuat.

Sumber Portugis menyebutkan pula bahwa pada  masa kekuasaan Ratu Kalinyamat,Pada tahun 1579, Pakuan Pajajaran, sebuah kota dalam Kerajaan Sunda di Jawa Barat yang belum masuk Islam, ditaklukkan oleh Raja Banten. Pangeran Jepara putra Hasanuddin dari Banten  yang menjadi putra angkat Ratu Kalinyamat ternyata  tidak  ikut  dalam  ekspedisi  melawan  Pejajaran.  Demikian  pula  Ratu Kalinyamat tidak disebutkan ikut dalam ekspedisi itu. Ada kemungkinan bahwa pada  tahun  1579  Ratu  Kalinyamat  baru  saja  meninggal.  Keponakannya  dan sekaligus putra angkatnya, Pangeran Jepara, telah menggantikannya sebagai raja. Sebagai  kota pantai, Jepara merupakan kota bandar perdagangan yang karena fungsinya menarik pedagang dari berbagai suku dan kebangsaan untuk tinggal sementara mau pun menetap. Di bidang politik dan pertahanan, pelabuhan Jepara  sebagai  pusat  pengiriman  ekspedisi-ekspedisi  militer  untuk  meluaskan kekuasaan ke Bangka dan ke Kalimantan Selatan yaitu Tanjung Pura dan Lawe. Di  bawah Ratu Kalinyamat, perdagangan Jepara dengan daerah seberang  laut menjadi semakin ramai. Beliau begitu dihormati sebagai kepala keluarga Kasultanan Demak  yang  sebenarnya.  

Meskipun  demikian,  harus  diakui  bahwa  pada  masa  pemerintahan  Ratu Kalinyamat masyarakat Jepara telah tampil dalam panggung sejarah Nusantara sebagai  masyarakat  bahari.  Ciri  utama  masyarakat  bahari  adalah  di  dalam kehiupan mereka, khususnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari diperoleh dari kegiatan atau pekerjaannya mengeksploitasi dan memanfaatkan sumber daya laut.  Pada  zaman  itu,  di  samping  berkehidupan  sebagai  nelayan,  aktivitas pelayaran dan perdagangan adalah yang paling utama.

4.4 Kesimpulan

Ratu  Kalinyamat  dikenal sebagai  tokoh  historis  legendaris  yang  dibicarakan masyarakat  dengan  berbagai  versi.  Sebagai  akibat  dari  peperangan  Arya Penangsang, di Jepara terdapat toponim-toponim nama desa yang berhubungan dengan  dicederainya  Pangeran  Hadiri    oleh  prajurit  Arya  Penangsang  hingga tewas. Di bawah pemerintahan Ratu Kalinyamat,  Jepara semakin berkembang sebagai  bandar  perdagangan  dan  pelayaran.  Ratu  Kalinyamat  tidak  saja memegang  peranan  penting  dalam  politik  dan  pemerintahan,  tetapi  juga menguasai sumber-sumber ekonomi terutama hasil perdagangan dan pelayaran seberang laut. Adanya sistem comenda menyebabkan Ratu Kalinyamat sebagai penguasa Jepara yang sangat kaya. Lagi pula  beliau memiliki angkatan  laut  yang cukup kuat untuk mendukung aktivitas pelayaran dan perdagangan seberang laut. Jepara  berkembang  menjadi  bandar  perdagangan  dan  bandar  transito  yang dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa dan suku bangsa. 

Oleh karena beliau menguasai aktivitas ekonomi dan perdagangan itu, maka wajar jika beliau dikenal sebagai penguasa yang sangat kaya.Kekayaan  Ratu  Kalinyamat  merupakan  faktor  pendukung  utama  bagi kekuatan politiknya. Berkat kekayaannya, beliau memiliki armada angkatan laut yang kuat untuk melakukan serangan terhadap Malaka pada tahun 1551 dan 1574. Serangan itu dilakukan atas dukungannya terhadap Kerajaan Johor dan  Aceh, yang memintanya untuk membantu mengusir Portugis dari Malaka. Permintaan kedua kerajaan itu memberikan gambaran bahwa secara politis Ratu Kalinyamat dikenal sebagai penguasa yang sangat kuat dan namanya cukup termasyhur.Popularitasnya  sebagai  kepala  pemerintahan  tidak  hanya  dikenal  di kawasan  Nusantara  bagian  barat  saja,  tetapi  juga  di  Nusantara  bagian  timur. Keberaniannya melawan kekuatan asing telah dikenal di sepanjang Nusantara dari Aceh, Johor, hingga Maluku. Di samping itu, Ratu Kalinyamat dapat menjalankan politik  persahabatan  dengan  kerajaan  pedalaman  sehingga  dapat  memelihara stabilitas politik. 

Dalam masa pemerintahannya, beliau tidak mempunyai musuh.  Sebagai  pewaris  kekuasaan  Kasultanan  Demak,  Ratu  Kalinyamat memegang peranan yang terpenting dibanding dengan penguasa-penguasa yang lain di pantai utara Jawa pada abad ke-16. Sebagai pemersatu keluarga Kasultanan Demak,  Ratu  Kalinyamat  mempunyai  pengaruh  yang  cukup  kuat  di  wilayah Banten  dan  Cirebon.    Beliau  juga  mampu  mempertahankan  konsolidasi  keluarga Kasultanan Demak. Tidak berlebihan kiranya apabila Ratu Kalinyamat disebut sebagai tokoh pemimpin keluarga Kasultanan Demak dan kepala pemerintahan yang terkuat dari dinasti Demak. Hanya Jeparalah yang mampu mempertahankan eksistensi dan peranan Demak sebagai kerajaan yang bercorak maritim di pantai utara Jawa pada abad ke-16, yang memiliki kebesaran  seperti pendahulunya.Dengan mempelajari kehidupan dan peranan Ratu Kalinyamat, diperoleh pandangan  yang  lebih  lengkap  mengenai  perkembangan  historis  peranan  dan kedudukan wanita Indonesia.  

Ratu Kalinyamat menggambarkan sosok  wanita yang  tidak  dibatasi  oleh  tradisi.  Aktivitas  dan  peranan  Ratu  Kalinyamat memberikan suatu bukti bahwa tidaklah benar jika wanita Jawa dari kalangan bangsawan tinggi  sangat dibelenggu oleh kungkungan feodalisme. Kasus Ratu Kalinyamat  jelas  membuktikan  bahwa  wanita  kalangan  bangsawan  justru mempunyai  peluang  yang  lebih  besar  untuk tampil  guna  memainkan  peranan penting yang sangat dibutuhkan,  baik dalam bidang politik maupun ekonomi.  Peluang untuk dapat  melakukan peranan  penting  dalam  bidang politik karena didukung  oleh  wewenang  tradisionalnya,  terutama  karena  keturunan.  Ratu Kalinyamat telah melakukan aktivitas-aktivitas nyata bagi negaranya.

5   Keteladanan Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat adalah seorang tokoh wanita yang sangat terkenal. Beliau tidak hanya  berparas cantik, tetapi juga  berkepribadian  "gagah berani" seperti  yang dilukiskan sumber Portugis sebagai De Kranige Dame yang seorang wanita yang pemberani. Kebesaran Ratu Kalinyamat pernah dilukiskan oleh penulis Portugis Diego de Couto, sebagai Rainha de Japara, senhora paderosa e rica yang berarti Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat berkuasa. Di samping itu, selama 30 tahun kekuasaannya ia telah berhasil membawa Jepara ke puncak kejayaannya. 

Ratu Kalinyamat adalah tokoh wanita Indonesia yang penting peranannya pada abad ke-16. Peranannya mulai menonjol ketika terjadi perebutan tahta dalam keluarga Kesultanan Demak. Beliau menjadi tokoh sentral yang  menentukan dalam pengambilan  keputusan.  Di  samping  memiliki  karakter  yang  kuat  untuk memegang kepemimpinan, beliau memang menduduki posisi strategis selaku putri Sultan Trenggana, Raja Demak ke tiga. Sultan Trenggana adalah  putra Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak. Selama  30  tahun  berkuasa,  Ratu  Kalinyamat  telah  berhasil  membawa Jepara kepada puncak kejayaannya. 

Dengan armada lautnya yang sangat tangguh,Ratu Kalinyamat pernah dua sampai tiga kali menyerang Portugis di  Malaka. Walaupun  telah  melakukan  taktik  pengepungan  selama  tiga  bulan  terhadap Portugis, ternyata ekspedisi tersebut mengalami kegagalan, dan pada akhirnya kembali  ke  Jawa.  Seorang  pemimpin  ekspedisi  militer  Ratu  Kalinyamat  ke Malaka tersebut adalah Kyai Demang Laksamana (sumber Portugis  menyebut dengan nama Quilidamao). 

6   Referensi

  1. Buku Atlas Wali Songo, Agus Sunyoto,
  2. Buku Wali Songo: Rekonstruksi Sejarah yang Disingkirkan, Agus Sunyoto, Jakarta: Transpustaka, 2011
  3. Panitia Penyusunan Hari Jadi Jepara Pemda Kabupaten Tingkat II Jepara. 1988. Sejarah  dan Hari Jadi Jepara.
  4. Suroyo,  A.M.  Djuliati,  dkk.  1995.  Penelitian  Lokasi  Bekas  Kraton  Demak.Kerjasama Bappeda Tingkat I Jawa Tengah dengan Fakultas Sastra UNDIP Semarang.
  5. Serat Kandhaning Ringgit Purwa. Koleksi KGB. No 7.
  6. Sudibya, Z.H. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Proyek Peneribitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  7. Kartodirdjo, Sartono (ed.). 1977. Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka.