Teuku Bujang Salim #2: Sang Pahlawan Pengembara Dunia

 
Teuku Bujang Salim #2: Sang Pahlawan Pengembara Dunia

LADUNI. ID, SEJARAH- Sejarah mencatat selama di Merauke, Teuku Bujang tetap melakukan aktifitas dibdang pendidikan idiologi dan keagamaan yang sangat ditakuti oleh Belanda.

Menjalani kehidupan di negeri tersebut, beliau menikah kembali untuk kedua kalinya dengan Djawijah binti Karmin, anak dari Pak Karmin seorang pejuang asal Banten yang juga diasingkan Belanda, dan pada Tahun 1934 Teuku Bujang dikarunikan seorang anak laki -laki yang bernama T. Bunjanjayah atau Alm dr H. Bujanjayah bin Teuku Bujang.

Setelah dikaruniakan anak pertamanya dari Cut Djawijah, pada tahun 1935 Teuku Bujang kembali diasingkan Belanda ke Moeven Digul, sebab beliau mengajarkan idiologi kemerdekaan dan ilmu agama di Meurauke. 

Moeven Digul berbeda dengan Meurauke, kawasan ini terletak di belantara yang diapit oleh sungai Digul yang dikenal penuh dengan binatang buas seperti buaya dan sebagainya, dan di Digul, tawanan pejuang kemerdekaan ditempatkan dalam penjara yang lumayan luas dan kali ini anak dan isterinya diikutsertakan. 

Di Moeven Digul, Teuku Bujang mempunyai Putra/Putri T. Djangdjakedi atau Pak Djang perintis pusat pendidikan di Paloh Lada - Dewantara, setelah  T. Djangdjakedi, lahir Putrinya yang bernama Cut Djangjayahdi dan narasumber tulisan ini, Cut Babunjanja dan Gulyankedi yang sampai saat ini menetap di Meurauke - Papua.

Kemudian pada Tahun 1942, Jepang datang dan menggantikan posisi Belanda untuk menjajah dan dengan menyebarkan selebaran ke kawasan Boeven Digul yang berisi khabar pemulangan tawanan Belanda. 

Namun para pejuang yang diantaranya Teuku Bujang, belum dipulangkan ke daerahnya, namun diungsikan melalui jalan sungai dengan menggunakan perahu yang tembus kelaut dan dilaut lepas sudah ada kapal induk yang menunggu mereka.

 Para tawanan ini diterbangkan ke Australia dengan pesawat yang ada di kapal induk tersebut. Penjajahan Belanda terhadap Indonesia benar-benar berakhir saat Pemerintah Jepang melakukan penyerangan. 

Tanggal 27 Februari 1942 tentara Jepang berhasil mengalahkan armada gabungan dari Negara Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia. Kemudian, di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, tentara Jepang mulai menginjakkan kaki ke Pulau Jawa.

 Di sana Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mengancam akan menyerang Belanda apabila tidak segera menyerah. Pada akhirnya setelah mengalami kekalahan terus menerus dari pihak Jepang, Tjarda van Starkenborgh Stachouwer sebagai Jenderal Hindia Belanda menyerah dan ditangkap. 

Hal ini menjadi tanda dimulainya masa penjajahan Jepang di Indonesia sekaligus berakhirnya sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Tahun 1943.

Para tawanan Belanda ini di tempatkan di Mackay - Australia dan disana pula Teuku Bujang dianugerahi satu putri lagi yang diberi nama Cut Macaustrali yang saat ini telah almarhum dan dimakamkan di Banda Aceh. 

Dalam masa Indonesia dalam jajahan Jepang, para tawanan politik ini berada di Australia sampai tahun 1945 saat Sukarno memprolakmirkan kemerdekaan Indonesia.

Dengan demikian para tawanan perang ini yang disebut orang buangan, dikembalikan kepada pemerintah Indonesia pada akhir 1945, lalu mereka diberangkatkan dari Australia menuju Jakarta pada awal 1946. 

Mereka dimasukkan ke kamp Chause Complex, satu bulan kemudian, anggota rombongan lainnya diberangkatkan ke Cirebon dan diserahkan pada pemerintah Indonesia. 

Sedangkan Bujang Salim, karena anaknya sakit keras, tidak jadi diberangkatkan sampai empat bulan lamanya. Bujang Salim kemudian berhubungan sendiri dengan pemerintah Indonesia di Pegangsaan Timur dan dibolehkan berangkat ke Purwokerto. 

Pada 15 Februari 1947 oleh Kementrian Dalam Negeri di Purwokerto, dipekerjakan di sana sementara menunggu kapal yang berangkat dari Cilacap menuju Sumatera.

Helmi Abu Bakar El-Langkawi Penggiat Literasi asal Dayah MUDI Samalanga, sumber :statusaceh.net