Adab Seorang Santri kepada Guru dan Kunci Memperoleh 'Futuh'

 
Adab Seorang Santri kepada Guru dan Kunci Memperoleh 'Futuh'

LADUNI.ID, Jakarta - Adab sangat erat kaitannya dengan akhlak yang terpuji, adab juga berati sebuah kesoponan yang dimiliki seseorang. Menurut banyak ahli bahasa bahwa adab merupakan kepandaian dan ketepatan dalam mengurus segala sesuatu, sedangkan menurut kebanyakan ulama adab merupakan suatu kata atau ucapan yang mengumpulkan segala perkara kebaikan di dalamnya.

Al Imam Alquthub Alhabib Ali bin Hasan al Atthas pengarang kitab "Syarah Ratib Alattas" radhiyallah anhu pernah mengatakan :

ﺍﻥ ﺍﻟﻤﺤﺼﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﺍﻟﻨﻮﺭ ﺍﻋﻨﻲ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﻠﺤﺠﺐ، ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻻﺩﺏ ﻣﻊ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻭﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺒﺮ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﻋﻨﺪﻙ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻚ ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻤﻘﺪﺍﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻚ

"Memperoleh ilmu, futuh dan cahaya (maksudnya terbukanya hijab-hijab batinnya), adalah sesuai dg kadar adabmu bersama gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu ".(al Manhaj as Sawiy, hal. 217).

Oleh karena itu diceritakan bahwa Al -Imam Nawawi ra ketika hendak belajar kepada gurunya, beliau selalu bersedekah di perjalanan dan berdoa, " Ya Allah, tutuplah dariku kekurangan guruku, hingga mataku tidak melihat kekurangannya dan tidak seorangpun yg menyampaikan kekurangan guruku kepadaku ".(Lawaqih al Anwaar al Qudsiyyah, hal, 155).

Dan beliau juga pernah mengatakan dalam kitab At Tahdzibnya :

ﻋﻘﻮﻕ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ ﺗﻤﺤﻮﻩ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ ﻭﻋﻘﻮﻕ ﺍﻻﺳﺘﺎﺫﻳﻦ ﻻ ﻳﻤﺤﻮﻩ ﺷﻲﺀ ﺍﻟﺒﺘﺔ

"Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada gurumu tidak ada satupun yg dapat menghapusnya ".

Alimam Alquthub AlHabib Abdullah bin Alwi al Haddad ra juga mengatakan, " Paling bahayanya bagi seorang murid, adalah berubahnya hati gurunya kepadanya. Seandainya seluruh wali dari timur dan barat ingin memperbaiki keadaan si murid itu, niscaya tidak akan mampu kecuali gurunya telah ridha kembali ".(Adaab Suluk al Murid, hal, 54).

Diceritakan bahwa ada seorang santri yg tengah menyapu tempat belajar milik gurunya, tiba2 Nabi Khidir datang kepadanya.

Maka santri tsbt tidak sedikitpun menoleh dan mengajak bicara kpd Nabi Khidhir. Lalu Nabi Khidhir pun berkata kepadanya, "Hai santri adakah engkau tidak mengenalku ?.
Santri itu menjawab, " Iya aku mengenalmu, engkau adalah Abul Abbas al Khidhir ". Maka Nabi Khidhir berkata kembali, "Mengapa kamu tidak meminta sesuatu dariku ?".

Santri itu menjawab, " Guruku sudah cukup bagiku, sehingga tidak lagi tersisa satu hajatpun kepadamu ".(Kalam al Habib Idrus al Habsyi, hal, 78).
Kaitannya dg hal ini Alimam Alquthub AlHabib Abdullah bin Alwi al Haddad ra berkata, " Tidak sepatutnya bagi penuntut ilmu mengatakan pada gurunya, " Perintahkan aku ini, berikan aku ini", karena itu sama saja menuntut untuk dirinya. Tapi sebaiknya dia seperti mayat di hadapan orang yg memandikannya ".(Ghoyah al Qashd wa al Murad, jilid 2, hal 177).

Para ulama ahli hikmah mengatakan :
"Barangsiapa yang mengatakan " kenapa ?" Kepada gurunya, maka dia tidak akan bahagia selamanya ".(Al Fataawa al Hadiitsiyyah : 56).

Para ulama hakikat mengatakan :
"Tujuh puluh persen ilmu itu diperoleh karena faktor kuatnya hubungan (batin,adab dan baik sangka antara murid dengan gurunya ".

لولا مربي لما عرفت ربي 

 

MUHAMMAD

(srf/srf)