Ini Kisah Inspiratif Guru Perempuan Penggerak Multiliterasi

 
Ini Kisah Inspiratif Guru Perempuan Penggerak Multiliterasi

LADUNI.ID, Jombang - Di tengah perkembangan zaman yang kian cepat, sistem pembelajaran saat ini tidak lagi berpusat kepada guru, melainkan kepada murid. Terfokus pada pengembangan kemampuan murid dalam hal komunikasi, kolaborasi, komputasi, dan pola pikir kritis serta kreatif. Hal tersebut dapat dicapai melalui dukungan teknologi.

Karena itu, seorang guru hendaknya kreatif dan tidak berhenti belajar. Salah satu dari guru yang kreatif tersebut adalah Rialita Fithra Asmara (33). Guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia ini mengabdikan diri di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Jombang sejak 2011 lalu. Sebelumnya, ia pernah mengajar di MAN IC Gorontalo dan SMAN 3 Malang. Meskipun belum menjadi Aparat Sipil Negara (ASN) tetapi karyanya tidak pernah surut terutama dalam bidang literasi.

"Pertama datang di MAN 3 Jombang, literasi hanya dekat dengan siswa anggota ekstrakurikuler jurnalistik. Kemudian, saya mendekatkan literasi ke siswa jurusan bahasa. Dari jurusan bahasa berkembang ke siswa di semua jurusan. Bagi saya, menulis itu menyenangkan dan dunia literasi bukan hanya selesai pada baca dan tulis. Saya memperkenalkan mereka dengan multiliterasi. Literasi shodou (seni menulis huruf-huruf Jepang), literasi budaya (wayang dan beshutan) literasi lagu, literasi dongeng, literasi baca tulis (mistar pintar dan buku)," terangnya, pada Rabu (21/11) kemarin.

Menurut penuturan Rialita, seorang yang ingin mendongeng yang bagus maka harus diiringi dengan membaca seputar dongeng. Begitu juga menjadi pendalang yang hebat harus banyak membaca tentang wayang dan dalang.

Usai mereka membaca, kemudian disarankan membuat produk berkaitan dengan hasil baca. Inilah maksud dari literasi bukan hanya berhenti dari baca dan nulis. Terlalu sempit. Itulah sebabnya ia menggalakkan multiliterasi.

Supaya dunia literasi menjadi menarik bagi siswa, pihaknya membuat taman baca atau sudut baca di setiap sudut sekolah. Bahkan, di setiap kelas bagian pojok ada ruang membaca terbuka. Selain itu,  setiap kelas memiliki duta baca. Hal ini agar siswa terlatih bicara dan berpikir logis.

"Dalam literasi budaya, kita membuat wayang ustaz. Wayang model ini memakai sarung, baju koko dan songkok. Selain itu, ada kegiatan belajar mendalang dan menembang. Saya bersama tim yang dibantu  oleh Pak Akhya' membuat mistar pintar. Ide pembuatan mistar pintar dari Pak Akhya'. Mistar ini penemuan murni dari MAN 3 Jombang. Untuk membuat praktik literasi lebih menyenangkan, saya dibantu Pak Syaiful dan Sigit W. menciptakan lagu literasi. Judulnya adalah Di mana," tuturnya.

Selain itu, Rialita juga membentuk komunitas baca Arpelbuk (Arek Pelahap Buku) di madrasahnya dan merawat website madrasah. Ia juga bekerja sama dengan rumah baca Sahabatku yang bermitra dengan KPK untuk Literasi antikorupsi. 

Lebih daripada itu, beberapa waktu lalu pihaknya mulai mengenalkan literasi antikorupsi melalui alat permainan, kartu, game antikorupsi, dan dongeng. Semua berporos pada pengenalan sembilan tali integritas KPK.

Rialita juga aktif menjadi juri lomba, mengisi materi, dan editor buku. Beberapa bukunya yang sudah terbit  berjudul "Gerakan Ajaib di dalam Kelas" tahun 2018.

"Arpelbuk masuk 150 semifinalis Gramedia Reading Community Competition 2018. Berkat usaha keras kita membuat literasi mengasyikkan, kami berhasil meraih juara pertama madrasah inovasi bidang literasi Provinsi Jawa Timur 2018," ceritanya.

Memang Rialita sudah menyukai dunia tulis-menulis sejak duduk di kelas menengah atas. Lebih tepatnya pada bidang cerita pendek dan puisi. Beberapa penghargaan bergengsi berhasil ia raih dalam bidang literasi. Seperti juara 2 lomba cerpen tahun 2008 yang diadakan balai bahasa Surabaya.

Adapun penghargaan lain yang pernah diterimanya, yaitu menjadi penulis 10 cerita terbaik nasional yang diadakan majalah Bobo 2009. Pernah juga menjadi juara 2 cerpen se-Malang Raya. Peserta terbaik pelatihan workhosop menulis cerpen oleh Kompas di Universitas Negeri Malang (UM). 2018 ini, cerpennya yang berjudul Mencari Kekasih di Ketiak Neraka dimuat di majalah Suluk  Dewan Kesenian Jawa Timur edisi 16.

"Ide menggerakkan dunia literasi ini karena sejak SMA, saya sudah aktif dalam literasi. Kemudian berlanjut ketika menjadi mahasiswa. Ada kepuasan pribadi yang tak ternilai harganya dalam merawat literasi. Setiap seminggu sekali, saya mengkhususkan hari kamis untuk hari pengabdian. Hari itu saya akan mengisi materi dan motivasi dari taman baca satu ke taman baca yang lain," tegasnya.

Rialita juga gemar mengikuti ragam pelatihan penulis dan bertemu para sastrawan tanah air. Rialita pernah bertemu dan belajar menulis pada Joni Ariadianata, Edi Mulyono, Tasaro GK, Putu Fajar Arcana, Agus Noor, F. Aziz Manna, Yusri Fajar, dan lain-lain. Rialita juga terus mendapatkan motivasi berkarya dari Profesor Wahyudi Siswanto dan Bapak Kepala MAN 3 Jombang, Bapak Sutrisno.

Berkat kerja kerasnya, Rialita kini mulai menerima hasil dari usaha menghidupkan literasi. Beberapa anak didiknya kini silih berganti mendatangkan medali ke madrasah. Mengantar siswi bernama Hafidzah menjadi juara 1 dan Nadia juara 2 menulis cerpen tingkat Jawa Timur di Universitas Negeri Surabaya 2017.

Selain itu ada juga Kholis juara 1 cerpen tingkat Provinsi Jatim 2017. Dan merebut juara 2 cipta puisi Aksioma Kabupaten Jombang atas nama siswi Nada. Ia juga mendorong anak didiknya untuk menulis buku. Sudah ada 3 buku karya siswa yang sudah terbit.

"Alhamdulilah, anak-anak sudah banyak menjuarai lomba berkat ide multiliterasi dan pembentukan sudut baca ini. Ide ini menghasilkan sesuatu yang positif. Bagi saya, ini sangat membanggakan. Literasi merupakan kehidupan kedua saya. Menulis dan membaca itu hiburan. Tulisan bagian dari doa," papar Rialita.

Rialita berharap ada perpustakaan mini di semua ruang publik terbuka. Cara terbaik memulai ide ini dengan mengajari anak muda cinta literasi. Mereka adalah pemimpin masa depan. Arah masa depan berada di tangan pemuda.

"MAN 3 Jombang berada di lingkungan Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas. Di madrasah ini, ada kurang lebih 2000-an peserta didik. Ini modal bagus untuk memasyarakatkan literasi," pungkasnya. (Sumber: NU Online)