Peran NU Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Diskusi Publik PC PERGUNU Badung - Bali

 
Peran NU Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Diskusi Publik PC PERGUNU Badung - Bali

LADUNI.ID | BALI - Minggu malam (18/11/2018) digelar acara Publik Sphere & Doa Anak Negeri Untuk Para Pahlawan dalam Rangka Memperingati Hari Pahlawan 10 November yang lalu. Acara ini digagas oleh PC PERGUNU Badung  dengan menghadirkan beberapa pembicara sebagai nara sumber antara lain; Drs. I Wayan Mendra, M.Si., dan I Gusti Ngurah Sudiarsa S.H, yang mana mereka berdua adalah anggota komisi II DPRD tk. II kabupaten Badung, kemudian Wartha Sandi, S.H, wakil ketua PWNU Bali, serta IGAA Inda Trimafo Yudha atau lebih dikenal dengan sebutan ‘Gek In’ salah seorang cucu pahlawan nasional I Gst. Ngr Rai. Sedangkan yang bertindak sebagai moderator untuk memandu diskusi malam itu adalah H. Eky Rezal S.E., yang juga ketua NU Care Lazisnu Bali.

Kegiatan ini dilaksanakan oleh PC PERGUNU Badung di Sun Boutique Hotel sebagai bentuk Introspeksi generasi Indonesia saat ini dalam mengingat jasa pahlawan. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati pahlawan,”  begitu mendiang Presiden pertama RI Bung Karno pernah berkata.

PERGUNU adalah organisasi banom NU yang mengayomi dan mendampingi para guru di kalangan NU, khususnya  dalam usaha peningkatan  kesejahteraan guru TPQ dan Madrasah Diniyah (Madin).

Ketua  PC PERGUNU Badung Ispandi S.H dalam sambutannya mengatakan, "Pewaris sah dari para pahlawan yang rela berjuang mengorbankan jiwa dan raganya saat ini adalah para guru TPQ dan Madin sebagai benteng pertahanan dari faham-faham radikalisme pada anak usia dini”.

“Dengan segala keterbatasan yang ada mereka rela menjadi lilin demi mencerdaskan kehidupan bangsa”, tuturnya lagi.

Ispandi juga meminta kepada seluruh elemen pemerintah untuk dapat memperhatikan mereka serta memperjuangkan kehidupan yang lebih baik bagi para guru itu agar mereka dapat merasakan kehidupan yang sejahtera layaknya profesi lain.

Dalam acara ini hadir pula Ketua PWNU Bali H. Abdul Aziz S.Pd.I, yang saat memberi sambutan singkatnya mengatakan, "Sejarah jangan dilupakan, peristiwa 10 November tidak dapat dilepaskan dari peran organisasi NU, karena pada saat itu para tentara kita tidak mampu lagi menghadapi gerakan sekutu. Pada saat itu presiden Soekarno menemui KH. Hasyim Asy'ari sebagai pemimpin tertinggi sekaligus pendiri organisasi NU untuk melakukan beberapa pembicaraan . Hasilnya adalah pada 22/10/1945 KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Fatwa Jihad bagi seluruh elemen santri untuk turut memerangi para penjajah demi mempertahankan kemerdekaan RI yang berakhir dengan meletusnya peristiwa 10 November di Surabaya yang menewaskan Jendral Malaby sebagai pemimpin pasukan sekutu yang membuat pasukan sekutu itu mundur.

“ Keluarnya fatwa jihad Kyai Hasyim itu akhirnya memicu semangat tentara kita dibantu oleh seluruh santri dari pondok-pondok pesantren di sekitar Surabaya hingga mampu memenangkan pertempuran melawan pasukan sekutu tersebut," jelasnya.

Keterkaitan yang kuat antara peristiwa ‘Fatwa Jihad’ Kyai Hasyim Asy’ari 22 Oktober dengan peristiwa pertempuran 10 November Surabaya inilah yang menjadi dasar ditetapkannya tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Jokowi, dengan maksud agar bangsa ini selalu ingat akan peran Nahdlatul Ulama dalam mempertahankan Kemerdekaan RI pada pertempuran besar itu.

Menutup sambutannya H. Abdul Aziz berharap agar kegiatan malam itu dapat membuka ruang pemikiran terutama kalangan muda untuk dapat meniru giroh/ semangat para pejuang NU itu di masa kini dengan mengimplementasikannya sesuai bidangnya masing-masing dalam rangka meneruskan hasil perjuangan mereka untuk mengisi kemerdekaan ini.

 

(dds/dad)