Ekspresi Tradisi Islam Nusantara dalam Mencintai Rasulullah SAW

 
Ekspresi Tradisi Islam Nusantara dalam Mencintai Rasulullah SAW
Sumber Gambar: theacehpost.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia merayakan peringatan kelahiran Rasulullah SAW dengan membaca riwayat perjalanan hidupnya, sebagaimana terdapat dalam Kitab Maulid Al-Barjanzi, Ad-Diba’i, Simtudrurar, Syaraful Anam, dan lainnya. Bahkan sudah menjadi tradisi pembacaan "mauleud" diiringi dengan hidangan makanan, yang sebagaimana di Aceh dikenal dengan sebutan "Khanduri Mauleud".

Sedangkan di daerah Jawa, seperti di daerah istimewa Yogyakarta, ada tradisi yang disebut dengan "Grebeg Maulid". Masyarakat kalimantan selatan ada tradisi yang dikenal dengan sebutan "Baayun Mauled". Lalu di kawasan Cirebon disebut dengan tradisi "Panjang jimat" dan banyak lagi di berbagai wilayah Indonesia dengan sebutan tradisi yang khas mengenai maulid itu. 

Lantas seremonial yang telah mendarah daging dalam masyarakat tersebut apakah hanya dalam bentuk peringatan atau hanya sekadar perayaan saja? 

Sebagian orang membedakan ungkapan perayaan dengan peringatan. Mereka menyebut perayaan itu semacam serimonial dan acara hura-hura yang dihadiri banyak orang. Sedangkan peringatan itu diungkapkan sebagai bentuk memetik hikmah dari segala sesuatu yang diperingati. 

Terlepas dari perbedaan tersebut, setidaknya dengan memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW, umat Islam dapat kembali meningkatkan toleransi dalam perbedaan dan terus meningkat ukhuwah antar sesama sehingga mengecilkan jurang sosial dan keberagaman dalam masyarakat.

Problema dan kontroversi seputaran maulid nabi bukanlah merupakan wacana baru. Perdebatan yang sebenarnya hanya pada level luar dan metodenya, bukan pada problem esensial terhadap spiritualitas nilai sejarah dan pengkajian ulang ketokohan Rasulullah SAW yang disampaikan dalam tradisi maulid tersebut.

Pendek kata, sejatinya tidak perlu untuk dibahas dan diperumit panjang lebar, terlebih sampai ada upaya pengkafiran dan sejenisnya. Dengan bahasa yang  sederhana, kita bisa menyebutkan bahwa merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW berarti berusaha menghadirkan kembali sosok ketokohannhya dalam pribadi kita masing-masing, sebagai umat Islam yang mengikuti dan mencintainya.

Pada dasarnya, pembahasan maulid nabi bukan hanya soal seremonial sebagaimana yang telah dipraktikkan secara turun menurun, tetapi juga terus mengintropeksi diri dalam meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam setiap sendi kehidupan.

Nilai tersebut yang perlu direnungkan dalam setiap peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Akhlak baginda nabi laksana Al-Quran berjalan. Begitu tinggi dan mulianya akhlak beliau. Akhlak Nabi Muhammad SAW adalah cerminan Al-Quran itu sendiri. Dan Nabi Muhammad SAW adalah sosok sempurna yang hadir di tengah-tengah umat manusia, membawa kabar gembira, menerangi kegelapan dengan membawa cahaya Islam. Memang di sinilah letak nilai sesungguhnya dalam tradisi merayakan peringatan maulid nabi. Tetapi tidak perlu juga menafikan ekspresi cinta umat Islam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW dalam berbagai tradisi. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 November 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi (Penggiat literasi Asal Dayah MUDI Samalanga)

Editor: Hakim