Hukum Shalat di Atas Tanah Tanpa Alas

 
Hukum Shalat di Atas Tanah Tanpa Alas
Sumber Gambar: Foto Istimewa (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Salah satu syarat sah shalat yaitu suci dari najis, baik itu badannya, pakaiannya, dan tempatnya. Shalat bisa dilakukan dimana saja baik itu di rumah, di ruang kerja, di toko atau tempat lain yang tidak dilarang selama syarat dan rukunnya terpenuhi. Namun shalat diutamakan dilaksanakan di masjid atau mushalla. Namun ada beberapa tempat dimana ditempat tersebut tidak diperbolehkan untuk melaksanakan shalat. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Ibnu Umar sebagai berikut:

أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى أن يصلي في سبع مواطن: المزبلة، والمجزرة، والمقبرة، وقارعة الطريق، والحمام، ومعاطن الإبل، وفوق ظهر بيت الله تعالى

"Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang menunaikan shalat di tujuh tempat; tempat pembuangan sampah, tempat penyembelihan (hewan), kuburan, di tengah-tengah jalan, di kamar mandi, di kandang unta dan di atas (bangunan) ka'bah"

Baca Juga: Hukum Shalat di Tempat Bekas Kucing

Namun dalam beberapa waktu yang lalu muncul sebuah gerakan yang mengatakan bahwa shalat harus dilakukan di atas tanah langsung tanpa alas apapun. Bagaimana hukum shalat di atas tanah secara langsung, apakah sah atau tidak shalatnya?

Berkenaan dengan hal tersebut Imam Nawawi memberikan keterangan dalam Kitab Syarah Nawawi 'ala Muslim sebagai berikut:

قوله : ( فرأيته يصلي على حصير يسجد ) فيه دليل على جواز الصلاة على شيء يحول بينه وبين الأرض من ثوب وحصير وصوف وشعر وغير ذلك ، وسواء نبت من الأرض أم لا . وهذا مذهبنا ومذهب الجمهور ، وقال القاضي - رحمه الله تعالى - : أما ما نبت من الأرض فلا كراهة فيه ، وأما البسط واللبود وغيرها مما ليس من نبات الأرض فتصح الصلاة فيه بالإجماع ، لكن الأرض أفضل منه إلا لحاجة حر أو برد أو نحوهما ، لأن الصلاة سرها التواضع والخضوع

"Perkataan Abu Sai'd Al Khudri : (Kemudian kulihat Nabi SAW bersujud di atas tikar). Dalam hadits terdapat dalil bolehnya sholat diatas sesuatu yang menghalangi diantara orang yang sholat dengan tanah, baik penghalangnya berupa baju, tikar, bulu maupun selain itu, baik penghalangnya tersebut adalah sesuatu yang tumbuh dari tanah maupun tidak. Ini adalah madzhab kami (Syafi'iyah) dan madzhab Jumhur Ulama'. Al-Qodhi berkata : adapun sholat diatas sesuatu yang tumbuh dari tanah maka tidak makruh, adapun menggelar sajadah, karung dan selain keduanya dari sesuatu yang tidak tumbuh di tanah maka sholatnya sah secara ijma', tetapi sholat langsung diatas tanah tanpa alas lebih utama daripada hal itu kecuali jika ada hajat misalnya karena panas atau dingin atas selain keduanya, karena sholat rahasianya adalah tawadhu' dan khudhu"

Dari keterangan Imam Nawawi di atas bisa disimpulkan bahwa shalat di atas tanah adalah lebih utama jika tanah tersebut suci dari najis. Namun demikian shalat dengan menggunakan alas seperti sajadah, tikar, kain, dan sebagainya tetap sah. Namun jika shalat langsung di atas tanah menyebabkan kita kepanasan dan kedinginan, maka shalatlah kita menggunakan alas seperti sajadah dan sebagainya.

Rasulullah SAW juga shalat menggunakan tikar, hal ini sebagaimana hadits dari sahabat Anas bin Malik RA berikut:

وعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ : " كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا ، فَرُبَّمَا تَحْضُرُ الصَّلَاةُ وَهُوَ فِي بَيْتِنَا ، فَيَأْمُرُ بِالْبِسَاطِ الَّذِي تَحْتَهُ فَيُكْنَسُ ، ثُمَّ يُنْضَحُ 

"Dari Anas bin Malik RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW adalah manusia terbaik pekertinya. Terkadang saat waktu shalat datang Nabi berada di rumah kami. Nabi memerintahkan alas karpet yang di bawah Nabi untuk disapu dan dihamparkan"

Baca Juga: Hukum Menjawab Akhir Bacaan Surat At-Tin dalam Sholat

dalam hadits lain disebutkan Rasulullah SAW shalat di atas hasir atau tikar ketika diundang makan oleh Mulaikah (nenek dari sahabat Anas bin Malik RA) sebagai berikut:

وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: (دَعَتْ جَدَّتِي مُلَيْكَةُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ لَهُ، فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ: قُومُوا) (فَلأُصَلِّ بِكُمْ) (قَالَ أَنَسٌ: فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدِ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ) (مَا لَبِثَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ) (فَقَامَ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, وَصَفَفْتُ أَنَا وَالْيَتِيمُ وَرَاءَهُ، وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا، فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ)

"Dari Anas bin Malik RA berkata: (Nenekku Mulaikah mengundang Nabi SAW dalam suatu jamuan makan bagi beliau. Lalu Nabi SAW datang menikmatinya lalu bersabda: Berdirilah) (aku akan shalat bersama kalian) (Anas berkata: Akupun shalat di atas hashir (tikar) kami yang sudah menghitam karena usangnya) (lalu aku menyiramnya) (Lalu Rasulullah SAW berdiri mengimami kami sedangkan kami bersama anak yatim di belakangnya, sementara nenekku berada di shaf belakang kami. Lalu Nabi SAW shalat dua rakaat lalu pergi)"

Kemudian keterangan dari Ibnu Rajab yang terdapat dalam Kitab Fathul Bari sebagai berikut:

وقال ابن رجب رحمه الله : " دلت هذه الأحاديث على جواز الصَّلاة على الحصير ، وأكثر أهل العلم على جواز الصلاة على الحصير والسجود عليه

"Ibnu Rajab berkata: Hadis-hadis di atas menunjukkan bolehnya shalat di atas tikar. Kebanyakan ulama membolehkan Shalat di atas tikar dan sujud di atasnya"

Kesimpulan dari beberapa keterangan di atas adalah bahwa shalat langsung di atas tanah langsung adalah yang utama selama tanah tersebut terhindar dari najis. Namun shalat dengan menggunakan alas adalah sah menurut Jumhur Ulama. Sebagai muslim yang baik tentunya kita tidak perlu mempermasalahkan praktek shalat orang atau kelompok lain selama shalatnya sesuai dengan syarat dan rukun yang berlaku menurut pandangan ulama-ulama dan para mujtahid fiqih yang terpercaya dan bisa dipertanggungjawabkan.

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Syarah Nawawi 'ala Muslim karya Imam Nawawi
2. Kitab Fathul Bari karya Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani