Hukum Menempelkan Kaki Ketika Shalat Berjamaah

 
Hukum Menempelkan Kaki Ketika Shalat Berjamaah
Sumber Gambar: Foto Istimewa (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Merapatkan barisan atau shaf ketika melaksanakan shalat berjama'ah merupakan bagian daripada keutamaan dalam shalat berjama'ah. Jika barisan shaf shalat tidak teratur, hal itu akan mempengaruhi terhadap keutamaan shalat jama'ah. Sebelum memulai shalat berjama'ah, seorang imam disunahkan untuk memastikan bahwa shaf makmumnya sudah rapat dan lurus. Biasanya seorang imam akan mengatakan, "Sawwu shufufakum, fa inna tashfiyah al-shaf min tamam al-shalah" dan sebagian juga ada yang membaca "min iqamah al-shalah" yang bermakna, "Luruskanlah shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan salat atau bagian dari mendirikan salat". Kedua redaksi tersebut sama-sama benar karena hadisnya berstatus sahih yaitu riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Dalam prakteknya sebagian masyarakat memiliki pandangan bahwa merapatkan barisan shaf shalat adalah dengan menempelkan ujung kaki jam'ah satu dengan jama'ah yang lainnya, bahkan ada yang ekstrim dengan cara menginjakkan sebagian ujung kakinya kepada kaki jama'ah lainnya. Selain menempelkan kaki, bahu dan lutut juga harus ditempelkan dengan bahu dan lutut jama'ah lain yang ada di samping kita. Sebagian msyarakat berpandangan bahwa jika hal itu tidak dipenuhi, maka dianggap menyalahi perintah Rasulullah SAW dalam hal pengaturan shaf.

Sedangkan mayoritas masyarakat kita yang notabene menganut madzhab Imam Syafi'i jarang ditemukan praktek merapatkan shaf shalat dengan cara menempelkan kaki atau bahkan menginjakkan sebagian ujung kakinya kepada kaki jama'ah lainnya. Lalu pertanyaannya manakah praktik yang benar dan sesuai?

Baca Juga: Hukum Menepuk Pundak Imam oleh Orang yang Akan Bermakmum

Terdapat sebuah hadis dari Anas bin Malik RA yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat agar merapatkan shaf, lalu para sahabat saling merapatkan barisan shafnya dengan cara menempelkan telapak kaki dan bahu mereka dengan bahu dan telapak kaki orang lain yang ada di sampingnya.

عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِعَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

"Diriwayatkan dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad SAW, ia bersabda: Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku,’ (Sahabat Anas berkata) ‘Ada di antara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan menempelkan telapak kakinya dengan telapak kaki temannya"

Namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Berikut penjelasannya:

1. Ulama Aliran Wahabi
Di kalangan ulama Wahabi sendiri terdapat perbedaan pendapat dalam memahami hadis di atas diantaranya sebagai berikut:

A. Pendapat Syekh Nashiruddin Albani dalam Silsilat Al-Ahadits As-Shahihah

وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه

"Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya ilzaq (menempelkan mata kaki, lutut, bahu), hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja, bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil (pengingkaran) terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil (pengingkaran) dalam sifat Ilahiyyah. Bahkan lebih jelek dari itu"

Pendapat ini yang diamalkan oleh mayoritas pengikut kelompok Wahabi, mereka sangat yakin bahwa pemahaman Syekh Albani paling sesuai sunah Nabi, yaitu menempelkan bahu dan kaki sejak awal shalat sampai selesai salam.

B. Pendapat Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Fatawa Arkan Al-Iman

أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.

"Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, agar shof benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. "Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat"

2. Ulama Syafi'i
Dalam hal ini Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menjelaskan sebagai berikut:

الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ

"(Yang dilakukan sahabat tersebut adalah) benar-benar meluruskan shaf dan menutup celah"

Kemudian beliau mengutip sebuah riwayat dari Ma’mar, salah satu rawi dari hadis di atas menjelaskanjika praktik merapatkan shaf seperti di atas dilakukan di masa kini, maka orang-orang akan lari

وزاد معمر في روايته ولو فعلت ذلك بأحدهم اليوم لنفر كأنه بغل شموص

"Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya, jika aku melakukan hal tersebut dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas"

Posisi Kaki Dalam Shaf Menurut Madzhab Syafi'i
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin dijelaskan bahwa ukuran shaf shalat adalah yang umum dilakukan yaitu tidak berlebihan lebar dan sempitnya.

وتعتبر المسافة في عرض الصفوف بما يهيأ للصلاة وهو ما يسعهم عادة مصطفين من غير إفراط في السعة والضيق اهـ

"Disebutkan bahwa ukuran lebar shaf ketika hendak shalat yaitu yang umum dilakukan oleh seseorang, dengan tanpa berlebihan dalam lebar dan sempitnya" 

Baca Juga: Imam Shalat yang Sedang Junub

Dalam kitab Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud dijelaskan bahwa merapatkan shaf dengan cara seperti di hadit adalah hal yang sangat dianjurkan, namun jika praktek tersebut dilaksanakan pada saat kini, maka orang-orang akan lari, karena praktik pemerataan shaf dengan cara tersebut sudah jarang dilakukan sehingga ketika hal tersebut dilakukan.

فهذه الأحاديث فيها دلالة واضحة على اهتمام تسوية الصفوف وأنها من إتمام الصلاة وعلى أنه لا يتأخر بعض على بعض ولا يتقدم بعضه على بعض وعلى أنه يلزق منكبه بمنكب صاحبه وقدمه بقدمه وركبته بركبته لكن اليوم تركت هذه السنة ولو فعلت اليوم لنفر الناس كالحمر الوحشية

"Hadis-Hadis ini menunjukkan secara jelas tentang pentingnya meratakan shaf yang merupakan sebagian hal yang menyempurnakan shalat. Tidak diperkenankan untuk mundur satu sama lain dan maju satu sama lain serta menempelkan pundak, telapak kaki dan lutut satu sama lain. Tetapi kesunahan seperti ini sudah ditinggalkan pada masa ini, jika ketentuan demikian dilakukan hari ini maka manusia akan lari seperti halnya keledai liar"

Ketika seseorang merasa aneh dengan praktek menepelkan kaki dalam barisan shaf shalat, hal ini akan menghilangkan atau mengurangi khusyuknya para jama'ah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa Al-Azhar berikut:

ﻭﻗﺪ ﻳﺤﺮﺹ ﺑﻌﺾ اﻷﺷﺨﺎﺹ ﻋﻠﻰ ﺇﻟﺰاﻕ اﻟﻜﻌﻮﺏ، ﻋﻠﻰ اﻟﺮﻏﻢ ﻣﻦ ﺗﻔﺎﺣﺶ اﻟﻤﺴﺎﻓﺔ ﺑﻴﻦ ﻗﺪﻣﻴﻪ، ﻓﻬﻮ ﻳﺮﻳﺪ ﻓﻌﻞ ﺳﻨﺔ ﻓﻴﻘﻊ ﻓﻰ ﻣﻜﺮﻭﻩ، ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺐ ﻣﻀﺎﻳﻘﺘﻪ ﻟﻤﻦ ﺑﺠﻮاﺭﻩ اﻟﺬﻯ ﻳﺤﺎﻭﻝ ﺿﻢ ﻗﺪﻣﻴﻪ ﻟﻜﻨﻪ ﻳﻼﺣﻘﻪ ﻭﻳﻔﺮﺝ ﺑﻴﻦ ﻗﺪﻣﻴﻪ ﺑﺼﻮﺭﺓ ﻻﻓﺘﺔ ﻟﻠﻨﻈﺮ ﻭﻗﺪ ﻳﻀﻊ ﺭﺟﻠﻪ ﻭﻳﻀﻐﻂ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﻣﻀﺎﻳﻘﺔ اﻟﻤﺼﻠﻰ ﺗﺬﻫﺐ ﺧﺸﻮﻋﻪ ﺃﻭ ﺗﻘﻠﻠﻪ، ﻭاﻹﺳﻼﻡ ﻧﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﻀﺮﺭ ﻭاﻟﻀﺮاﺭ.

"Sebagian orang semangat untuk menempelkan kaki karena menganggap buruk lebarnya 2 kaki. Dia ingin melakukan sunah namun jatuh pada perbuatan makruh, yaitu menyempitkan orang sebelahnya dengan menginjak kakinya. Hal ini dapat menghilangkan khusyuk atau mengurangi kekhusyukan. Dan Islam melarang untuk menyakiti kepada orang lain"

Kesimpulannya adalah merapatkan barisan shaf dalam shalat berjama'ah bukanlah sebuah kewajiban, melainkan sebuah anjuran dalam upaya menyempurnakan shalat.

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 22 Juli 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Silsilat Al-Ahadits As-Shahihah
2. Fatawa Arkan Al-Iman
3. Fathul Bari
4. Bughyatul Mustarsyidin 
5. Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud
6. Fatwa Al-Azhar