Hukum Mendirikan Shalat Jumat Lebih Dari Satu Kali Tanpa Ada Kebutuhan

 
Hukum Mendirikan Shalat Jumat Lebih Dari Satu Kali Tanpa Ada Kebutuhan
Sumber Gambar: Foto Ridzuan Naina / Unspalsh (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Dalam pelaksanaan shalat jum'at terdapat sysrat-syarat sah yang harus dipenuhi untuk mencapai derajat keabsahan shalat jum'atnya. Salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat jum'at adalah tidak didahului atau berbarengan dengan shalat jum'at lain dalam satu desa. Dalam satu daerah atau desa, shalat jum'at hanya boleh dilakukan satu kali. Oleh karena itu bila terdapat dua pelaksanaan shalat jum'at dalam satu desa, maka yang sah adalah shalat jum'at yang pertama kali melakukan takbiratul ihram, sedangkan shalat jum'at kedua tidak sah. Dan apabila takbiratul ihramnya bersamaan, maka kedua shalat jum'atnya tidak sah.

Pelaksanaan shalat jum'at lebih dari satu kali dalam satu desa (ta’addud jumat) hukumnya boleh dengan syarat-syarat tertentu seperti kedua tempat pelaksanaan terlampau jauh, sulitnya mengumpulkan jamaah Jumat dalam satu tempat karena kapasitas tempat tidak memadai, ketegangan antar kelompok dan lain sebagainya, maka kedua Jumatan tersebut sah, baik yang pertama maupun yang terakhir.

Baca Juga: Perkara yang Membolehkan Mengadakan Shalat Jum’at di Beberapa Tempat

Syekh Abu Bakr bin Syatha dalam kitab Jam’u Al-Risalatain menjelaskan sebagai berikut:

وَالْحَاصِلُ أَنَّ عُسْرَ اجْتِمَاعِهِمْ اَلْمُجَوِّزَ لِلتَّعَدُّدِ إِمَّا لِضَيْقِ الْمَكَانِ اَوْ لِقِتَالٍ بَيْنَهُمْ اَوْ لِبُعْدِ أَطْرَافِ الْمَحَلِّ بِالشَّرْطِ

"Kesimpulannya, sulitnya mengumpulkan jamaah Jumat yang memperbolehkan berbilangannya pelaksanaan Jumat adakalanya karena faktor sempitnya tempat, pertikaian di antara penduduk daerah atau jauhnya tempat sesuai dengan syaratnya"

Jadi boleh kita melaksanakan shalat jum'at lebih dari satu kali dalam satu daerah dengan syarat-syarat hajat sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Namun jika tida ada hajat yang memerlukan pelaksanaan shalat jum'at lebih dari satu kali, maka hukumnya adalah tidak sah dan wajib mengulangi shalat jum'atnya. Bahkan hukumnya berdosa bagi orang yang mendirikan shalat jum'at yang lebih daripada yang diperlukan. Hal ini sebagaimana jawaban dari forum Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-12 di Malang pada Tanggal 12 Rabiul Tsani 1356 H/25 Maret 1937 M. Berikut Jawaban lengkapnya:

"Tidak sah beberapa Jum’at tersebut, dan wajib mengulangi shalat Jum’at dalam tempat yang tidak boleh lebih dari Jum’at yang diperlukan. Adapun mendirikan Jum’at yang lebih dari pada yang diperlukan itu hukumnya berdosa bagi orang yang mendirikan"

Baca Juga: Hukum Menyelenggarakan Shalat Jum’at Tanpa Penduduk Setempat

Jawaban tersebut berlandaskan dari keterangan kitab-kitab sebagai berikut:

1. Kitab I'anatuh Thalibin

الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ أَنْ يَشُكَّ فِي السَّبْقِ وَالْمَعِيَّةِ فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَجْتَمِعُوْا وَيُعِيْدُوْهَا عِنْدَ اتِّسَاعِ الْوَقْتِ ... فَإِنْ كَانَ الْمُتَعَدِّدُ زَائِدًا عَلَى الْحَاجَةِ فَتَصِحُّ السَّابِقَاتُ إِلَى أَنْ تَنْتَهِى الْحَاجَةُ ثُمَّ تَبْطُلُ الزَّائِدَاتُ وَمَنْ شَكَّ أَنَّهُ مِنَ اْلأَوَّلِيْنَ أَوْ مِنَ اْلأَخِرِيْنَ أَوْ فِيْ أَنَّ التَّعَدُّدَ لِحَاجَةٍ أَوْ لاَ، لَزِمَتْهُ إِعَادَةُ الْجُمْعَةِ

"Masalah yang ketiga adalah, jika sulit dalam mendahulukan shalat dan mengadakannya secara serentak, maka mereka (para jamaah) harus berkumpul dan sama-sama mengulangi shalat jika waktu memang masih cukup.… Apabila (shalat jum’at) yang banyak itu melebihi kebutuhan, maka shalat yang lebih dahululah yang sah, sampai kebutuhan yang dimaksud habis, dan sisanya batal. Barangsiapa ragu-ragu apakah termasuk shalat yang pertama atau yang terakhir atau apakah Jum’atan yang banyak itu karena adanya kebutuhan atau tidak, maka ia harus mengulangi shalat jum’at."

2. Kitab Al-Fatawa Al-Kubra Al-Fiqhiyah

يَجِبُ أَهْلَ البَلَدِالْمُقَلِّدِيْنَ لِلشَّافِعِيِّ اْلإِجْتِمَاعُ لِلْجُمْعَةِ فِيْ مَحَلٍّ وَاحِدٍ مِنَ الْبُلْدَانِ إِنْ أَمْكَنَ، وَمَتَى خَالَفُوْا ذَلِكَ صَلُّوْا صَلاَةً فَاسِدَةً آثِمُوْا وَفَسَقُوْا وَرُدَّتْ شَهَادَتُهُمْ

"Bagi mereka yang mengikuti pendapat Mazhab Syafi’i, mereka wajib berkumpul untuk melakukan shalat jum’at di satu tempat di negeri yang bersangkutan jika memang memungkinkan. Jika mereka melanggar ketentuan tersebut (mengadakan shalat jum’at lebih dari satu kali), maka mereka berarti telah melaksanakan shalat yang rusak, dan mereka pun berdosa serta menjadi fasik, dan kesaksian mereka ditolak"

Wallahu A'lam

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal 24 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan


Referensi:
1. Kitab Jam’u Al-Risalatain
2. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 212